Mau Menjaga Bumi, Kok Nggak
Berani!
Oleh: Hidayatun Na
Sedang
asik scroll reels di instagram, saya menemukan sebuah video yang berisi
proses sebelum dan sesudah pembersihan salah satu sungai kotor di Bali.
Hasilnya luar biasa! Sampah-sampah dari berbagai jenis yang tadinya menghambat aliran
sungai, kini bersih tak tersisa. Menyisakan pemandangan yang super
satisfying.
Saya
pun tertarik dengan video tersebut karena si pemilik akun ternyata bukan orang
Indonesia. Demi memenuhi rasa penasaran, saya menelusuri si empunya akun
tersebut yang merupakan kakak beradik asal Perancis, Sam dan Gary Bencheghib.
Ternyata sebelumnya, mereka juga pernah membersihkan sampah di sungai terkotor
di dunia yaitu sungai Citarum, Jawa Barat pada tahun 2017 silam. Aksi mereka
mendapatkan apresiasi dari presiden Jokowi. Tak hanya itu, untuk melanjutkan
misinya, kedua saudara ini juga mendirikan sebuah organisasi non-profit bernama
Sungai Watch yang berpusat di Kabupaten Badung, Bali yang menargetkan sungai di
Indonesia bebas sampah. Mereka membersihkan sungai menggunakan teknik
penghalang sampah dengan memakai tabung penghalang. Dalam sekali pembersihan,
Sungai Watch bisa memperoleh 200 kilo sampai 1 ton sampah. Selanjutnya,
sampah-sampah tersebut akan didata, dipilah, dan didaur ulang berdasarkan warna
dan jenisnya.
Bencheghib
bersaudara ini, membuat hati saya tersengat. Seolah-olah berkata “Nah! Ini
yang saya maksud!” Ya, ini yang saya maksud dari tekad yang selama ini
hanya tersimpan dalam angan-angan saya. Yaitu sebuah rencana untuk melakukan
hal yang serupa di desa asal saya. Niat itu sudah bersemayam bertahun-tahun
lamanya. Namun hingga detik ini, saya tidak memilki keberanian penuh untuk
memulai. Dan hingga detik ini, tanah dan sungai masih tercemari.
Setelah
melihat video tersebut dan merenung panjang, saya akhirnya menemukan satu
alasan besar mengapa niat mulia itu tak kunjung saya laksanakan. Alasan tersebut
adalah karena saya tidak berani mengambil resiko. Disusul dengan adanya
pemikiran akan kemungkinan-kemungkinan kegagalan yang belum tentu akan terjadi.
Saya
menyadari bahwa resiko pertama, akan datang dari orang-orang sekitar yang tidak
semuanya memiliki kesadaran untuk ikut
serta menjaga lingkungan. Bahkan, saya pernah ditertawakan ketika menyimpan
botol plastik minuman boba di tas saya selama perjalanan pulang karena tak
kunjung menemukan kotak sampah. Teman-teman saya ringan saja melemparkannya ke
trotoar jalan, dekat sungai Komering. Berulangkali saya mengingatkan, namun
petuah saya tidak didengarkan. Tak ada yang bisa saya lakukan selain membiarkan
hal tersebut terjadi.
Ketika
saya ungkapkan rencana saya untuk memulai menjadi aktivis lingkungan dengan
membersihkan sampah yang menyumbat aliran sungai, mereka menganggap hal itu
sebagai candaan, lalu berkata: “Kamu sudah disekolahkan jauh-jauh,
mahal-mahal oleh orang tuamu tetapi pulang ke rumah hanya untuk memungut
sampah? Alangkah ruginya!” Saya hanya tersenyum dan menjawab dalam hati : “Ketika
untung-rugi hanya dihitung berdasarkan takaran materi, maka takkan ada orang
yang mau berjuang menjaga bumi.” Namun saya terlalu lemah untuk bangkit ketika
ditertawakan, menyerah tanpa ada perlawanan karena saya juga takut,
jangan-jangan apa yang dikatakan mereka ada benarnya.
Pengalaman
lain adalah ketika saya mendisiplinkan diri sendiri bersama anggota keluarga
untuk rutin memisahkan sampah plastik dan organik. Setelah kurang lebih tiga
bulan dalam kedisiplinan tersebut, saya akhirnya putus asa ketika melihat para
tetangga semakin gencar membuang sampah sembarangan, dan saya semakin takut
untuk mengingatkan. Di satu sisi, saya ingin mengajak dan mengedukasi warga
untuk ikut serta menjaga bumi. Namun di sisi lain, saya juga merasa takut
apabila yang saya lakukan tidak akan berdampak apa-apa untuk mereka. Saya juga
takut dianggap orang gila, diomongi tetangga. Akhirnya, usaha terbesar
saya hanya sebatas menulis banyak hal tentang lingkungan, dan di saat
bersamaan, menyumpahi diri saya sendiri yang tidak kunjung memiliki keberanian.
Dilematis!
Betul,
keberanian untuk memulai adalah hal terpenting. Lebih penting dibandingkan niat
hebat apapun yang masih berada dalam tempurung rasa takut. Maka bersamaan
dengan munculnya keberanian, ada idealisme yang turut berperan dalam menjaga
konsistensi aksi. Ketika kita berpegang teguh pada keyakinan “Jagalah alam,
maka alam akan menjagamu,” resiko seperti apapun, takkan mampu menghentikan
langkah yang telah ditapakkan. Saya meyakini bahwa ketakutan saya untuk
menerima resiko yang datang dari kehidupan sosial, merupakan salah satu bukti
bahwa saya masih berada dalam dunia simbolik.
Begitulah,
saya menyadari bahwa saya kurang berani. Barangkali memang tidak memiliki
keberanian karena terlalu banyak hal yang saya takutkan. Kemudian, saya
teringat kakek Sadiman, pahlawan bumi asal Wonogiri yang telah menanam pohon
sejak tahun 1996 dan berhasil merubah bukit di gunung Lawu yang tandus menjadi
hutan penyedia air bagi desa sekitar. Beliau dianggap gila oleh para tetangga
karena rela menjual kambing demi ditukarkan dengan sebatang pohon beringin. Namun
beliau tak menyerah, terus berjuang sendiri, tak peduli walau rugi materi.
Saya
juga teringat dengan Chanee Kalaweit, orang Perancis yang rela mengubah
kewarganegaraannya agar bisa terus melindungi Owa Kalimantan dan hingga kini
masih terus berjuang menjaga kelestarian hutan serta satwa liar di Indonesia.
Saya
merasa sangat terinspirasi sekaligus merasa malu oleh aktivis-aktivis pemberani
ini. Apalagi pada mereka yang dengan senang hati, jauh-jauh mau berjuang di
negara orang. Ingin sekali meminta separuh semangat juang yang membara di hati
mereka. Keberanian yang tulus, tanpa pernah memperhitungkan untung-rugi, hanya
fokus memikirkan masa depan bumi.
Works Cited
https://sungai.watch/.
Alfian, R. (2021, August 26). Aktivis Lingkungan asal Prancis
Kolaborasi Bikin Bersih Sungai di Banyuwangi. Retrieved September 06,
2022, from Times Indonesia:
https://www.timesindonesia.co.id/read/news/366526/aktivis-lingkungan-asal-prancis-kolaborasi-bikin-bersih-sungai-di-banyuwangi
Rasyid, S. (2020, December 22). Kisah Inspirasi
Mbah Sadiman, Hijaukan Ratusan Hektar Lahan Tandus di Wonogiri. Retrieved
September 06, 2022, from merdeka.com:
https://www.merdeka.com/jateng/kisah-inspirasi-mbah-sadiman-hijaukan-ratusan-hektar-lahan-tandus-di-wonogiri.html
0 komentar:
Posting Komentar