![]() |
Source: https://www.instagram.com/p/ |
Oleh : Ilman
Mahbubillah
Malam tenggelam dihempas ombak lautan, diam purnama seolah redam segala kenang dalam hati berbalut dendam. Mendendam ke padamnya temaram yang membungkam segala harap setelah hadir dari berbagai macam kelam. Beragam rasa kemudian berkeliaran, rancu, dan bertebaran memaksa indra tak kunjung terpejam.
Aku terbaring;
membiarkan ranum cahaya menelanjangi lamunanku, rambat perlahan dengan takut serta
ragu, masuk melalui celah jendela dan pintu. Aku berpaling; untuk apa ku rangkai
indah aksara, bila kemudian kau tak hirau satupun goresan pena setelah mengerti
segala rasa melalui tatapan mata. Sepertinya takdir telah mengirim utusannya untuk
artikan luka getir yang lenyap oleh suaka yang hadir.
“Bacalah!
Baca!” Desis hati terus menggoda, dan aku; akhirnya terpesona pada gema kata serupa
sabda yang turun kali pertama. Egoku menggerutu bahwa cara terbaik untuk
membaca adalah dengan memejamkan mata, karena cinta tak tertanda oleh tanda
baca atau sebatas kata yang dibuat indah namun tak bermakna. Cinta itu rasa
yang ada.
Wahai sajak-sajak
cinta yang tak bermuara pada sesiapa; Jangan pernah kau hilang dari hitam
putihnya dunia. Melarikan kaki untuk menjauhi kenyataan dan bersembunyi dari
imaji yang diciptakan. Menetap dan tumbuhlah dalam sanubari, sebab baru saja
kusadari, rasa ini tercipta bermula dari sepi yang kemudian merona oleh pena
warna-warni.
Wahai
sajak-saja cinta yang tak bertuan; Tidak padaku, pun juga pada gelisah
kerinduan. Bersaksilah pada setiap huruf yang terangkai dalam lalai, terukir di
balik tabir, tersusun walau tak anggun. Bersaksilah atas segala sabda-sabda
Marhalah Cinta.
0 komentar:
Posting Komentar