Moh. Rizal Khaqul Yaqin
Part
2.
Pada
tulisan sebelumnya, yakni membahas tentang beberapa versi kisah tentang Ajisaka
serta lahirnya Aksara jawa . Banyak pihak atau masyarakat jawa secara umum meyakini
bahwa kisah tentang Ajisaka dan lahirnya Aksara jawa itu memang benar, serta bahwa
versi sejarah yang mengisahkan bahwa Ajisaka berasal dari India lalu singgah ke
datran Champa hingga berujuang ke tanah jawa merupakan versi yang paling banyak
dipercayai. Tetapi dalam perkembangannya, tidak sedikit
pula sejarahwan menyangkal bahwa Ajisaka bukanlah pembahwa peradaban pertama di
Pulau Jawa. Ini disandarkan kepada bukti-bukti yang menyatakan bahwa masyarakat
Jawa telah mengenal peradaban maju bahkan sebelum kedatangan Ajisaka.
Tidak
bisa dipungkiri memang, kisah ataupun dongeng legenda Ajisaka sangat melekat di
berbagai lapis keturuanan masyarakat jawa, kisah ini diwarisakan secara turun
temurun. Kisah ini dalam Serat Ajisaka
menjadi hasil kebudayaan yang tersebar di berbagai daerah dan menjadi kisah
kolektif yang dihimpun menjadi sebuah karya sastra fenomenal yang memperlihatan
kondisi masyarakat jawa kala itu yang ditadai sebagai fase dikenalnya budaya
melek Aksara.
Tetapi
pertanyaan besanya adalah, apakah benr tokoh Ajisaka itu ada atau hanya sebuah
rekaan semata?. Pertanyaan lain, jikalau benar bahwa Ajisaka itu ada, apakah Ajisaka
merupakan sosok asli leluhur Jawa atau malah orang asing atau pendatang?.
Seanjutnya, jika kisah aji saka hanya merupakan rekaan semata, apa makna yang
tersirat dibalik kisah yang begitu fenomenal tersebut?.
Salah
satu cara untuk menelusuri kebenaran mengenai kisah Ajisaka adalah melihat
pembabakan waktu sejarah dari budaya Aksara yang ada di nusantara. Berdasar
penelitian yang dilakukan oleh Profesor JG de
Casparis (1975) dalam Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia
from the Beginnings to C. A.D. 1500. Mengutip artikel yang dipublikasikan oleh Indonesia.go.id, pembabakan waktu dalam
terciptanya Aksara jawa “Carakan” atau yang kita kenal sekarang ini setidaknya
memerlukan kurun waktu yang tidak sebentar, ada lima periode waktu menurut Prof
Casparis terkait evolusi Aksara Palawa menjadi Aksara Carakan, yakni sekitar
semenjak 1500 tahun silam. Periode sejarah tersebut dimulai dari periode
pertama sekitar abad ke-4 M yakni, Aksara Palawa, periode selanjutnya yakni Jawa Kuno
Awal, Jawa Kuno Akhir, Jawa Majapahit yang berlangsung kisaran tahun 1250 –
1450 M, hingga sampai pada Aksara Carakan atau Ha-Na-Ca-Ra-Ka pada kisaran
pertengahan abad ke-15 M sampai sekarang.
Intinya, Aksara jawa yang kita pelajari sejak awal sekolah
bukan serta-merta terbentuk atau jadi seperti itu saja, melainkan terdapat
evolusi dari Aksara-aksara terdahulu yang mengalami perkembang dan perubahan
dalam bentuknya hingga sampai pada Aksara yang ada pada saat ini. Penelitian
lain dari Profesor PJ Zoetmulder, juga membagi periode waktu perkembangan Aksara
jawa, beliau menyebutkan bahwa bukan hanya Aksara melainkan bahasa jawa kuno
atau sastra jawa kuno dibagi tiga fase, yakni Jawa Kuno, Jawa Pertengahan, dan
Jawa Modern. Profesor PJ Zoetmulder memberikan pendapat bahwa dalam titimangsa,
kemunculan atau dipergunakannya Aksara dan bahasa Jawa Kuno diyaknini sejak pada
abad ke-9 M, yakni dibuktikan pada Prasasti Sukabumi yang bertunkan saka, yakni
pada tahun 726 S atau dalam masehi kisaran tahun 804 M. Sedangakan istilah
“Medang” tanpa imbuhan Kamulan, Medang atau sebut saja Medang Kamulan sendiri
adalah kerajaan yang terdapat dalam kisah Ajisaka, kata tersebut baru muncul
pada Prasasti Mantyasih, berangka 907 M. Sehingga berjarak kurang lebih satu
Abad antar tahun 804 M dengan 907 M. Sehingga untuk meyakini kebenaran kisah Ajisaka
sendiri sebenarnya cukup sulit, selain juga sangat minimnya bukti-bukti sejarah
atau fakta-fakta arkeologis seperti prasasti dan yang lain, yang tentunya akan
membuat interpretasi atau penafsiran sejarah Ajisaka pun juga kurang akurat.
Pada tulisan selanjutnya akan dipaparkan pendapat dari ilmuan
dalam negeri mengenai kisah Ajisaka, yang akan dibahas dari segi metafhor kisah
Ajisaka yang penuh akan makna-makna tersirat tentang gambaran kondisi masyarakat
jawa kala itu, serta pesan.
Tulisan sengaja dibuat tidak panjang, agar pembaca tidak
bosan. Terima kasih
0 komentar:
Posting Komentar