Oleh: Ahmad Nasrul Maulana
Siang
ini penduduk Sahab disibukkan dengan persiapan penyambutan tamu yang
amat sangat mulia. Sahab adalah nama desa yang berdiri di dekat pintu
langit dan malam ini pintu langit akan kembali dibuka untuk tamu yang berasal
dari bumi.
“Apa
yang kau telah engkau siapkan untuk malam ini, wahai khif ?”
“Banyak
sekali saudaraku, aku membersihkan persinggahanku, pakaian-pakaianku dan
sayap-sayapku. Aku juga memasak makanan yang lezat untuk malam ini”
Khif
sudah mempersiapkan semuanya. Ia adalah wanita yang terkenal rajin di desa Sahab, selain itu Khif juga
pandai memasak makanan. Seusai berbincang dengan Khif aku
berencana datang ke rumah Azizah. Gadis yang genap sebulan lalu telah
melepas masa mudanya.
“Assalamualaikum,
wahai saudariku Azizah !”
“Waalaikumussalam,
wahai Azah yang baik hati, kemarilah!”
“Apakah
kau sudah mempersiapkan untuk acara yang diumumkan oleh yang mulia Adam?”
“Sudah
tentunya, aku memetik banyak buah dan sayur dari kebunku tadi pagi. Ambillah di
meja ! Aku bahkan memetik dua keranjang penuh sekaligus.”
“Itu
ide penyambutan yang sangat cemerlang”
Aku
memakan Anggur milik Azizah. Rasanya manis seperti samin yang dioleskan
di atas roti. Bukan hanya itu, ternyata Anggur dari kebun Azizah berbeda
dengan Anggur lainnya. Aku memakan dua butir anggur itu, namun mendadak perutku merasa
kenyang.
“Azizah...Azizah,
kau lihat ini. Aku bersumpah di piring ini ada lima belas butir Anggur yang
telah kau pisahkan dari tangkainya. Harusnya jumlahnya dua belas bukan? Aku
memakan dua butir darinya” wajahku penuh tanda tanya, sedang Azizah
membalasnya dengan tawa ria.
“Jangan
kaget Zah, semua buah yang dipetik dari kebunku tidak akan habis jika
dimakan oleh hati yang bersih sepertimu”
"Kau menyanjungku Azizah"
"Tidak zah, ini kenyataan"
“Tapi, kenapa bisa
begitu?”
“Waalahu
‘alam, aku mengetahuinya dari suamiku. Entah dari mana ia mendapatkan ketetapan
itu”
Malam
beringsut datang melumat siang. Para penduduk Sahab berkumpul di dekat
pintu langit yang masih tertutup kuat. Aku berdiri bersama Khif dan Azizah
sambil menikmati buah yang dibawa oleh Azizah. Di tengah kami menyantap
buah, tiba-tiba yang mulia Adam datang dan memberi instruksi kepada kami.
“Untuk
posisi, saya akan berdiri di tengah-tengah kalian semua. Penduduk Sahab yang
baik hati berada tepat di kanan saya, sedang penduduk Ghym yang tercela
hatinya berada di kiri saya. Saat kekasih Allah tiba, semua tundukkan sayap dan
kepala” hatiku benar-benar berdegup kencang. Tidak ada yang lebih mulia bagi
penduduk bumi melainkan mendapat panggilan dari Allah SWT.
Angin
bertiup semilir menenangkan. Semua yang hadir di sini menunduk saat pintu
langit perlahan terbuka. Sebuah cahaya terang muncul usai pintu terbuka lebar. Kami
terus menundukkan kepala dan sayap-sayap kami. Aku sedikit melihat saat tamu itu berhenti di hadapan yang mulia Adam, namun itu tidak lama, ia lalu melanjutkan
perjalanan menuju langit yang kedua.
“Apakah
kau melihatnya Azah?”
“Aku hanya melihat saat tamu itu berhenti di hadapan yang mulia
Adam”
“Kalau
kau Azizah?”
“Yang
aku tahu, tamu itu menunggangi Buroq sambil diiringi oleh Jibril”
“Apa
yang kalian berdua katakan memang benar, ia adalah seorang penunggang yang
sangat menawan. Apakah ia adalah calon nabi yang akan memimpin umat manusia?”
Kami
berdua menggeleng tidak tahu akan pertanyaan Khif, namun tiba-tiba yang
mulia Adam datang menghampiri kami bertiga,
“Benar sekali, ia adalah utusan Allah SWT yang terakhir dan aku yang pertama. Malam ini adalah malam isra mi'raj miliknya. Dimana ia akan menuju ke langit ke tujuh untuk bertemu dengan Rabb semesta. Perjalanan ini juga merupakan bentuk usaha Allah SWT untuk menghiburnya, setelah ia ditinggal pergi orang-orang terdekatnya. Namanya adalah Muhammad, manusia paling mulia di muka bumi”
Referensi: https://mantrasukabumi.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-202402292/penghuni-langit-ketakutan-saat-rasulullah-saw-naik-ke-langit-pertama-ketika-isra-miraj
0 komentar:
Posting Komentar