Oleh : Hany Zahrah Mulyadi
KH. Abdul Mughni bin H. Hasbih lahir di Bekasi
pada tanggal 20 Juni 1937. Beliau merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara,
yaitu H. Syafi’i, H. Mahmud, H. Sarbinih, Hj. Kebon, Masenah, dan Maselah.
Beliau lahir dari pasangan H.Hasbih bin Zabun dan Ibu Hj. Sakinah binti
H.Cimplan. Sejak kecil beliau sudah ditinggal mati oleh ayahnya dan diasuh oleh
ibu berserta saudara-saudaranya.
Pada zaman awal kemerdekaan beliau sering
diajak nguli (bertani) oleh ibunya yang bekerja sebagai seorang petani.
Kemudian, Ia mukim (mondok) atas perintah dari ibunya untuk belajar Al-Quran
kepada KH. Anwar Kaliabang Nangka. Mulai dari belajar alif-alifan sampai beliau
bisa membaca Al-Quran. Beliau juga sempat berpindah-pindah mukim kepada guru
KH. Asmawi Bulak Sentul, KH. Alawi, guru Asmat, dan guru Jenih Kaliabang
nangka, dengan tujuan untuk memperdalam ilmu agama.
Sekitar tahun 1950, pada saat KH. Muchtar
Thabrani baru pulang dari Mekkah untuk menuntut ilmu disana. Murid yang
bermukim tadi diseleksi dari keenam guru senior secara khusus. Bagi santri yang
lulus seleksi maka dia berhak mengaji dan belajar dibawah bimbingan KH. Muchtar
Thabrani. Setelah melewati berbagai tahapan seleksi, maka terpilihlah sekitar
20 orang santri angkatan pertama termasuk KH. Abdul Mughni untuk mengaji kepada
KH. Muchtar Thabrani. Sementara santri lain yang tidak lolos seleksi tetap
mengaji kepada keenam kyai tersebut.
KH. Abdul Mughni adalah seorang santri yang
tekun dan sungguh-sungguh dalam belajar ilmu agama. Banyak ilmu yang beliau
ambil dari guru KH. Muchtar Thabrani lewat kitab-kitab kuning yang beliau baca
dan pelajari bersama gurunya. Mulai dari ilmu nahwu shorof, fikih, tauhid,
tafsir, hadits, dll. Beliau juga diakui oleh gurunya sebagai salah satu murid
yang pandai diantara murid-murid yang lain. Kutu kitab dan haus akan ilmu
adalah ciri khas beliau. Meskipun KH. Abdul Mughni sudah menjadi guru di
kampungnya, beliau masih ingin belajar kepada para kiyai.
Pada
awal tahun 1960, KH. Abdul Mughni membina sebuah langgar (musholla) dan
madrasah tempat pengajian Al-Quran bagi anak-anak kampung karena terpanggil
untuk membina anak-anak kampungnya agar mereka tidak buta huruf dan bisa baca
tulis Al-Quran. Dengan modal ilmu agama yang diperoleh dari para gurunya
terutama dari Tuan guru KH. Mukhtar Thabrani. KH.Abdul Mughni dengan penuh
semangat, dan kesabaran untuk membimbing murid-muridnya yang datang dari
berbagai pelosok kampung. Tidak hanya mengajar mengaji tapi beliau juga
mengajar fikih, tafsir, hadits, nahwu, shorof, akhlak, dll.
Sejak
itulah beliau membangun madrasah diniyah non formal dan membina serta mengasuh
majelis-majelis taklim yang ada di kampungnya dalam rangka mengamalkan ilmu
yang telah Ia dapat dari para gurunya, dan berdakwah kepada masyarakat untuk
amar ma’ruf nahi munkar serta memberantas kepercayaan-kepercayaan animisme dan
dinamisme yang masih melekat pada masyarakat waktu itu.
Pada
tahun 1983, beliau mendirikan sekolah formal yang pertama yaitu Madrasah
Ibtidaiyah Bidayatul Hidayah, tujuannya agar muridnya tidak hanya belajar ilmu
agama (ilmu akhirat) akan tetapi mereka juga mendapatkan ilmu dunia, untuk
bekal bertahan hidup dikemudian hari.
Berkat
semangat beliau ntuk mensejahterahkan pendidikan anak di kampung. Beliau berhasil
mengembangkan lembaga pendidikan lebih besar lagi. Pada tahun 1991 didirikan
sekolah taman kanak-kanak Al-Quran (TK Al-Quran) yang kemudian berubah menjadi
RA (Raudhatul Athfal). Pada tahun 1994, didirikan Sekolah Menengah Pertama
Islam (SMPI) Bidayatul Hidayah bersamaan dengan berdirinya Pondok Pesantren
Bidayatul Hidayah karena banyaknya minat para siswa yang ingin melanjutkan
belajarnya di lingkungan Lembaga Bidayatul Hidayah dan keinginan untuk bermukim
di Pesantren Bidayatul Hidayah.
Sekolah
ini memilih nama Bidayatul Hidayah yang artinya “petunjuk awal”, diharapkan sekolah
ini bisa menjadi tempat pertama untuk mendapatkan petunjuk atau hidayah ilahi
untuk menjadi manusia-manusia yang berakal, berpengetahuan, dan berbudi pekerti
luhur serta berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.
Karakter
beliau sebagai guru yang tegas dan keras dalam mengajar, karena semata-mata
ingin murid-muridnya berhasil. Berdasarkan informasi yang didapat bahwa sudah
banyak santri/siswa beliau yang sukses, ada yang menjadi guru agama, tokoh
masyarakat, aparatur pemerintah, dan profesi lainnya.
KH. Abdul Mughni wafat menjelang azan subuh
pada hari selasa, 11 Juni 2019 bertepatan dengan tanggal 7 syawal 1440 H.
Beliau meninggalkan 1 orang istri, 8 orang anak, dan 18 orang cucu.
Sumber
Wawancara dengan anak ke-4 yang bernama H.
Humaidi Mughni, Lc
Wawancara dengan cucu beliau yang bernama Dedi
Mulyadi, S.Ap
0 komentar:
Posting Komentar