Kyai Ishaq adalah salah satu tokoh PP. Tebuireng Jombang. Sosoknya
sangat terkenal nyentrik dan unik di kalangan santri senior dan alumni. Beliau
dilahirkan di Sidoarjo, 3 Maret 1942. Beliau lahir melalui pasangan Abdul
Latief dan Hj Asma. Beliau nyantri di Tebuireng sudah lama. Almarhum KH. Agus
Zaki Hadzik pengasuh pondok putri Al-Masruriyah suatu ketika pernah bertanya
langsung kepada Kyai Ishaq mengenai kapan beliau mulai nyantri di Tebireng.
Beliau menjawab bahwasanya mulai nyantri yakni mulai umur 12-15 tahunan. Lanjut
Gus Zaki, jikalau beliau wafat tahun 1953, maka diperkirakan beliau masuk
pondok sekitar tahun 1953.
Kyai Ishaq termasuk santri yang langka, mengapa demikian ? Salah
satu alasanya ialah beliau mewaqafkan dirinya untuk pesantren. Beliau mulai
masuk pondok tidak pernah boyong. Mulai dari santri hingga menjadi Kyai beliau
berada di Tebuireng. Karena pengabdianya yang sangat luar biasa maka pondok
menyediakan kamaar khusus buat beliau yang tempatnya berada di depan masjid. Di
Tembok depan kamar beliau bertuliskan “ Kawah Condrodimuka”. Kalau diartikan condrodimuka
dalam dunia perwayangan adalah tempat untuk pengglembengan diri pribadi agar
orang menjadi memiliki karakter yang kuat, berani dan berjiwa besar.
Bagi para santri Tebuireng sekarang jelas sudah tidak menjumpai
Kyai Ishaq. Meskipun demikian para santri khusunya dan masyarakat umumnya bisa
mengenal dan meneladani sosok beliau bisa melalui tutur kata santri senior
maupun tulisan tulisan tentang beliau. Ada satu buku yg diterbitkan sendiri
oleh Pustaka Tebuireng yang berisi kumpulan kenangan Kyai Ibrar Choidi, murid
dari Kyai Ishaq. Dengan Judul “Memorian KH. Ishaq Latief”. Buku ini sangat
lengkap bagi siapa saja yang ingin lebih dalam mengenal sosoknya.
Menurut Kyai Ibrar, Kyai Ishaq merupakan sosok yang wara’, yang
tidak terlalu peduli degan harta, tahta, dan wanita. Secara eknomi, beliau
tergolong orang yang punya. Bila ingin membangun rumah di luar pesantren,
pastilah belia mampu. Namun beliau lebih memilih tinggal di kamr kecil di
pojokan depan masjid yang ala ala santri. Kyai Ishaq hingga wafat tidak menikah
dengan satu wanita manapun, entah apa alasan beliau tidak berkenan untuk
menikah.
Kyai Ishaq pernah ngendikan “ Kepingin apa ae ya kuncine ilmu.
Nek ilmune oleh, liane melok kabeh. Mulane ojok setengah setengah golek ilmu
iku ”. Artinya ketika mencari ilmu kita niatkan benar benar lillahitaala,
tidak ada niatan lain. Insaya Allah dengan keihlasan hati dan niat yang sungguh-sungguh
ilmu itu akan mudah didapatkan. Kyai Ishaq meyakini bahwasanya santri yang
benar-benar belajar dengan sungguh maka akan dengan sendirinya akan menjadi
‘alim dengan sendirinya dan yang lain akan mengikutinya. KH. Hasyim Ay’ari
pernah ngendikan juga, bahwasanya jika generasi penerus suatu umat tidak
cakap pengetahuanya maka tiada kebaikan di dalam umat tersebut. Hanya dengan
ilmu, suatu umat akaan mejadi hebat.
Penulis juga pernah mendengar cerita dari senior senior di pondok,
yakni cerita tentang rokok dan sate. bahwasanya ketika pengajian kitab kuning
yang diajar Kyai Ishaq semua santri bebas merokok. Padahal peraturan Pondok
Tebuireng kala itu sudah dilarang merokok. Kyai Ishaq pun ketika beliau ngaji
juga disambi menghisap rokok. Menurut rumor rumor yang beredar bahwasnaya pengurus
itu tidak berani atau sungkan ketika mau melarang merokok kepada beliau. Dan
tentang sate, yakni Kyai Ishaq adalah langganan di warung sate H. Fakih I dan
II. Beliau sering makan sate disana. Memang sate disana terkenal enak dan lezat.
Kebiasaan beliau yang lain yakni gemar membaca. Inilah kebiasaan
yang harus kita teladani. Selain kitab kitab kuning, beliau juga senang membaca
media cetak seperti koran, tabloid dan majalah yang setiap hari menjadi
konsumsi beliau setiap hari. Bahkan beliau mengutus santri untuk menanyakan
kepada penerbit majalah Tebuireng untuk majalah terbaru sudah terbit atau
belum. Beliau tidak mengenal waktu dan ruang tentang pasal membaca. Di warung
pun, beliau kerap menyempatkan membaca kitab atau majalah yang selalu beliau
bawa. Waktunya benar benar digunakan dengan sebaik baiknya. “ Baca kitab di
warung nggak masalah, yang penting kan tidak menggangu pelanggan yang lain”
Pengabdian beliau untuk pondok dan santri tidak usah diragukan
lagi. Seumur hidup, beliau abdikan dirinya untuk pondok menjadi muallim.
Seluruh waktu, tenaga, dan pikiran beliau waqafkan untuk pondok. Padahal kita
tau beliau bukanlah dzuriah pondok. Beliau adalah santri biasa yang mengabdikan
dirinya tanpa pamrih. Konon ceritanya, beliau berharap apabila beliau wafat,
ingin berkumpul dengan para guru gurunya. Apa yang diinginkan beliau ternyata
terwujud, beliau dimakamkan di kompek pemakakapan PP. Tebuiireng. Dimana satu
lokasi dengan makam KH. Hasyim Asy’ari dan dzuriah pondok lainya.
Kini Kyai nyentrik asal Sidoarjo ini sudah wafat. Pada hari Jumat,
27 Februari 2015 membawa berita duka bagi warga Nahdhiyin dan terlebih para
alumnus Teuireng. Sampai pada umur 75 tahun Kyai Ishaq selalu sabar, setia
dalam membimbing santri dan mengabdikan diri beliau untuk ilmu dan beribadah
sampai sampai beliau sendiri tidak berkeluarga. Semoga Allah mengampuni segala
kesalahan, menerima amal kebaikan beliau dan ditempatkan di surganya Allah SWT.
Dan semoga kita bisa meniru tauladan yang baik yang telah beliau contohkan.
Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar