Oleh:
Muflikhah Ulya
Kata
orang, jogja selalu istimewa. Tapi bagiku, semuanya tampak biasa saja. Biasa
saja dalam artian semua destinasi wisata ya pasti ramai dan banyak pedagang.
Tidak ada yang membuatnya istimewa.
Sore
hari di kota Jogja.
Kami memasuki masjid yang dari luar tampaknya biasa saja. Niat awalnya cuma mau
numpang cuci muka dan bebersih. Jika
dilihat sekilas, bangunan masjid keraton Jogja ini memang terlihat layaknya
bangunan masjid pada umumnya. Memiliki atap, dinding, tiang, tempat wudlu dan
juga halaman yang luas. Sembari sejenak beristirahat, kami bercengkrama dengan
bapak penjaga masjid. Setelah menelisik lebih dalam, akhirnya kami menemukan
beberapa fakta bahwa masjid ini bukan sekedar tempat beribadah. Setiap sudutnya
memiliki cerita dan filosofinya masing-masing.
Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta dibangun oleh
Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1773. Lokasi dimana masjid ini berada biasa disebut dengan “Pa
Kauman”. “Pa” bermakna tempat dan “Kauman” bermakna kaum alim ulama’. Masjid ini merupakan simbol harmonisasi sisi kebudayaan
khas Kerajaan Yogyakarta yang sarat perjalanan sejarah dengan religiusitas
masyarakatnya.
Contoh
simbol yang pertama adalah bangunan gapuro yang berada di depan masjid. Sebutan
"gapuro" berasal dari kata ghofuro, yang artinya ampunan. Setiap kali
memasuki masjid keraton jogja, kita pasti melewati gapuro tersebut, hal ini
menjadi simbol bahwa tujuan kita berangkat ke masjid adalah untuk menghadap
Allah yang mana tujuan utamanya adalah untuk memohon ampun kepadanya.
Contoh
simbol yang ke-dua adalah tiang masjid yang berhias tiga ornamen. Ornamen yang
pertama adalah undakan hitam yang menggambarkan simbol agama Hindu. Ornamen
yang ke-dua adalah bunga Teratai biru yang menjadi simbol agama Budha. Ornamen
yang ketiga berbentuk kaligrafi lafadz Allah yang menjadi simbol agama islam.
Tiga ornamen tersebut bukan semata hanya hiasan, melainkan memiliki maknanya
sendiri. Tiga ornamen tersebut menjadi simbol bahwa sebelum islam hadir, sudah
ada dua agama yang lebih dulu hadir di Indonesia.
Contoh
simbol yang ke-tiga adalah atap masjid yang tersusun tiga tingkat. Susunan atap
masjid ini memiliki maknanya sendiri. Tingkat yang pertama bermakna iman,
tingkat yang ke-dua bermakna islam, dan tingkat yang ke-tiga bermakna ihsan. Di bagian ujung teratas lapisan atap
tersebut terdapat mustaka berbentuk daun kluwih-se’jenis buah sukun- bermakna
keistimewaan bagi individu yang telah mencapai kesempurnaan hidup, dan gadha
berbentuk huruf alif sebagai perlambang hanya Allah yang satu.
Terimakasih sudah berbagi cerita Jogja mba, sukses selalu
BalasHapus