Apa yang anda cium setelah memakan buah durian?
Cukup anda menjawab sendiri dan disini saya tidak menjual buah durian.
Pernahkah anda mendengar ungkapan bahwa “Barang siapa bergaul
dengan penjual parfume maka ia akan berbau wangi dan barang siapa yang bergaul
dengan pandai besi maka ia akan berbau asap”.
Saya rasa sangat sering ungkapan tersebut diucapkan. Lantas
bagaimana anda mengartikannya? Saya menggunakan topik pembahasan mengenai
tingkah laku dan kepribadian. Saya mencoba menanyakan kepada beberapa orang
mengenai makna tersebut dan sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa jika
berteman dengan orang baik maka akan katut baik dan sebaliknya jika
berteman dengan orang tidak baik maka akan ikut tidak baik. Nah disitu saya
berpikir, semudah itukah mereka mengatakan? Lalu bagaimana dengan orang buruk
yang berteman dengan orang buruk, sekiranya dari mana mereka mendapatkan pencerahan
kebaikan? Kebaikan versi mereka, dengan kebaikan ‘orang baik’ bisa jadi akan
berbeda. Dan bagaimana orang baik berteman dengan orang baik hingga memaknai
sebuah keburukan. Ada ungkapan yang pernah saya dengar bahwa untuk melihat
sebuah kecantikan maka perlu adanya untuk menjadi cantik terlebih dahulu.
Ada sebuah
pengamatan yang telah dilakukan oleh seorang guru di Bululawang Kab. Malang
tentang sekelompok anak punk yang masyarakat umum tahu hanyalah komunitas
anak-anak yang berpakaian serba hitam, rambut mohawk, bahkan hingga
mereka tidur diteras toko. Memang sering yang terlihat, mereka numpang
kendaraan-kendaraan bak terbuka seperti truk, pick up, dll untuk menumpang
perjalanan sehingga membuat masyarakat yang melihat menjadi terganggu. Tidak
jarang pula ada beberapa perempuan yang berada dikomunitasnya lengkap dengan
aksesoris yang melekat khas mereka. Make up yang identik dengan
warna-warna gelap dan bold di area mata membuat mereka terkesan sangar.
Jangan dikira mereka tidak memiliki keluarga. Mungkin saat itu meraka
memerlukan ‘dunianya’ untuk menemukan jati diri. Namun siapa sangka di balik itu semua ada jiwa sosial yang
tinggi. Menurut pengamatannya mereka gemar melakukan galang dana sosial, menolong
orang-orang yang kendaraanya mogok dijalan, serta membantu mengatur lalu lintas
ketika lampu merah padam. Apakah sekiranya kebaikan-kebaikan seperti itu luput
dari pandangan kita?
Seperti ungkapan
hadist di atas, bagaimana
menurut anda tentang komunitas ini? Apakah seolah-olah ‘jangan berteman dengan
mereka?’ atau bahkan untuk mengenal pun kita membatasi? Menurut saya, jika anda
enggan berteman atau sekedar mengenal saja tidak mau, silahkan. Itu hak anda.
Namun sekiranya ubahlah sorot mata anda ketika melihat mereka. Anggaplah mereka
sebagian dari masyarakat. Padahal dalam kaidah sosial, hukuman paling berat
yang diterima oleh individu adalah di mana ia menerima
pengasingan. Di mana ada dan
tiadanya ia tidak memberikan pengaruh bahkan dianggap tidak ada. Lantas untuk
apa dia ada?
Jika di era seperti ini kita menerapkannya secara
tekstual, lantas siapa yang akan berteman dengan orang-orang yang memiliki track
record buruk? Siapa yang akan mengajak mereka menuju kebaikan bahkan hingga
mereka dikucilkan dalam lingkup masyarakat? Tugas ini bukan murni sebagai tugas
Dinas Sosial atau Pusat Rehabilitas Anak. Semua lingkup masyarakat harus ikut
berperan. Setidaknya menganggap mereka ‘tetap baik’. Dengan cara itu saja sudah
membuat mereka merasa “ada” di tengah-tengah
lingkungannya.
Mari saling
mengulurkan tangan untuk mengetahui definisi “baik” menurut mereka dan “baik”
menurut kita J
0 komentar:
Posting Komentar