Source Image: 8Ok3WrcIwi.jpg (1024×683) (medcom.id) |
Oleh Astri Liyana
Peran pesantren dalam konstelasi pembangunan Indonesia selama ini tidak
bisa dianggap remeh, sekalipun upaya-upaya penghapusan peran pesantren dan
berbagai kontribusinya yang nyata dalam pembangunan bangsa terus terjadi hingga
kini. Salah satunya adalah tragedi pentidakcantuman nama KH. Hasyim Asy'ari
dalam Buku Sejarah Indonesia jilid I. yang terbit tahun 2020. Terlepas dari
adanya unsur kesengajaan atau tidak, tragedi ini menjadi alarm keras di mana
pesantren harus lebih memperkuat kembali perannya baik dalam skala nasional
bahkan Internasional. Termasuk juga memperkuat kembali aktifitas regenerasi
yang sedang berlangsung agar dapat melahirkan Ulama’-ulama’ yang militan dan
mampu menjawab perubahan zaman.
Integritas pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berhasil menempa,
mendidik dan melahirkan masyarakat yang berdaya merupakan fakta yang tak
terbantahkan pula. Di era majapahit, tidak sedikit lahir para pejabat-pejabat
pemerintahan yang merupakan hasil didikan para Walisongo. Bahkan para pahlawan
kemerdekaan yang nama mereka dikenang hingga ini, sejatinya merupakan didikan
para Ulama dan Kiai Pesantren, meski fakta sejarah ini jarang diangkat ke muka
publik atau bahkan tidak permah dimunculkan sama sekali. Sebut saja Ir.
Soekarno, bapak Proklamator Indonesia yang merupakan seorang penganut Tarekat,
Bung Hatta, ayahnya sendiri merupakan seorang Ulama Tarekat. Dari sini nampak
jelas sekali pesantren selama beratus tahun telah berhasil mengemban amanah
mendidik generasi bangsa jauh sebelum Pembukaan UUD 1945 disusun.
Keterlibatan pesantren mendidik generasi bangsa sesungguhnya berangkat dari
perintah agama, sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an, “wal yakhsyal-ladzina
law taraku min kholfihim, dzurriyatan dhi’afan khofu ‘alaihim fal-yattaqullaha
wal-yaquuluu qoulan sadiidan”. Artinya, “Dan hendaklah takut (kepada
Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di
belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu,
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan
tutur kata yang benar.” (Q.S. An-Nisa: 9)
Dari ayat tersebut, para Walisongo kemudian melandaskan perjuangannya dalam
membenahi masyarakat Nusantara yang waktu itu sangat minim pendidikan. mereka
yakin bahwa manusia yang cerdas, yang unggul, akan mampu melahirkan sebuah
peradaban yang luhur. dan untuk membangun manusia yang cerdas, satu-satunya
adalah melalui jalur pendidikan. Dalam kerangka yang sama itu pula, pemerintah
Indonesia menyusun sebuah rancangan besar yang disebut ‘menyiapkan Indonesia
Emas 2045’ dalam rangka menghadapi usia 100 tahun Indonesia merdeka.
Indonesia emas ialah upaya untuk melahirkan kehidupan bangsa Indonesia yang
cerdas, saling menghargai, bermoral religius, berbudi pekerti luhur (insan
kamil), damai dan sejahtera, baik lahir maupun batin. Tujuan ini selaras
dengan keinginan dan cita-cita para pendiri bangsa Indonesia yang tercantum
dalam falsafah Pancasila.[1]
Pasca kemerdekaan Indonesia tahun1945, satu abad kemudian Indoneisa akan
mengalami kebangkitan tepatnya tahun 2945 yang dinamakan dengan Indonesia emas
2045.[2]
Sayangnya, dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Indonesia dihadapkan pada
beberapa persoalan yang tidak mudah. Di antaranya yaitu korupsi, kemiskinan,
kualitas pendidikan, dan permasalahan sosial lainnya. Dari sekian tantangan dan
problem tersebut yang paling berpotensi menggagalkan Indonesia mencapai tujuan
Indonesia Emas 2045 adalah masuknya ideologi transnasional. Karena mereka
memiliki potensi besar untuk melahirkan generasi yang tidak sepakat pada
pancasila sebagai falsafah negara. Jika sudah begitu, maka boleh jadi generasi
yang dilahirkan akan unggul tapi tercerabut dari identitasnya sebagai warga
Nusantara yang majemuk.
Dalam konteks inilah pesantren harus hadir untuk mewujudkan indonesia emas dan
harus benar-benar cerdas dalam memanfaatkan dan menciptakan peluang dalam
berbagai bidang, karena Indonesia ini akan dihadapkan dengan berbagai macam
tantangan. Sebagaimana yang telah dikatakan berbagai kalangan bahwasannya
pemerintah telah melakukan kesalahan dalam memberikan prioritas di negeri ini,
salah satunya bidang pembangunan. Pemerintah pada masa setelah dan sebelum
reformasi banyak memberikan perhatian pembangunan di bidang ekonomi (economic
develoopment) dan kurang memperhatikan pembangunan sumber daya manusia (human
resources development). Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa
pembangunan sumber daya manusia mampu membawa kegemilangan suatu bangsa menjadi
bangsa yag maju, terhormat dan beradab. Seprti Singapura, Jepang, Korea, dan
lainnya. Akan tetapi, di Indonesia sendiri masih banyak ketimpangan atau
ketidak merataan pembangunan. Kenyataan ini dapat kita llihat, ada daerah yang
mendapat pembanguan pesat adapula yang tidak, ada daerah yang maju dan ada pula
daerah yang tertinggal, seperti di Papua masih banyak yang masih menggunakan koteka.
Bukan karena ketidakmauan mereka, akan tetapi memang karena pembangunan
yang kurang merata di daerahnya.[3]
Selaras dengan itu, Indonesia memiliki agenda besar yaitu menyiapkan generasi-generasi unggul untuk Indonesia Emas 2045. Mengapa 2045? Karena saat itulah Indonesia telah mencapai puncak umur 100 tahun. Di umur seratus inilah sebuah negara dinilai telah matang dan bisa maju bergerak. Namun, untuk mencapai usia 100 tersebut, tentu Indonesia mengalami banyak tantangan. seperti bonus demografi pada tahun 2045 sebanyak 224.031.813 jiwa yang apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadikan mereka beban negara. Sebaliknya jika dikelola dengan baik, maka mereka bisa menjadi topangan negara. Selain itu, Indonesia juga dihadapkan pada banyak problem seperti baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, politik, dan agama. Dalam konteks inilah, peran pesantren kian dibutuhkan sebagai turbin (penggerak) peradaban agar Indonesia bisa mencapai Peradaban Emas 2045.
[1] Syaukani, “Menuju Indonesia Emas Dalam
Perspektif Pendidikan Islam” (UIN
Sumatera Utara, vol. 2, no.1, 2017): 111.
[2] Arif Muntaqo, “Kompetensi Guru Menurut
K.H Hasyim Asy’ari dan Unrgensinya dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045” (IAI
Bakti Negara Tegal, vol. 13, no. 1, 2021): 117.
[3]Syaukani, “Menuju Indonesia Emas Dalam
Perspektif Pendidikan Islam” (UIN
Sumatera Utara, vol. 2, no.1, 2017): hlm.
111-112.
0 komentar:
Posting Komentar