Oleh : Hany Zahrah
Banyak orang menganggap bahwa beladiri identik dengan kekerasan. Namun jangan salah, terdapat makna tersirat ketika kita belajar beladiri. Nilai-nilai
filosofis yang terkandung dalam beladiri sejatinya jauh dari kekerasan yang
kerap kali diidentikkan dengan beladiri itu sendiri. pada pembahasan kali ini
kita akan berbicara salah satu beladiri asal Jepang yaitu karate. Seni bela
diri ini pertama kali masuk ke Jepang lewat Okinawa.
Gichin Funakoshi adalah bapak karate dunia, dilahirkan di
Shuri, Okinawa, pada tahun 1868. Gichin Funakhosi bukan hanya pakar karate
saja, tapi Ia pandai dalam sastra dan kaligrafi. Selama tinggal di Jepang Ia
berhasil menorehkan tinta dalam beberapa karyanya yaitu “Ryukyu Kempo: Karate”,
dan “Karate Kyoan”. Ilmu bela diri ini Ia pelajari seuumur hidup, karena
menurutnya karate adalah seni dalam bela diri.
Masuknya seni beladiri karate ke nusantara, dipelopori
oleh mahasiswa Indonesia yang menuntaskan studinya di Jepang. Mereka adalah Baud
Adikusumo, Muchtar, dan Karyanto. Kemudian mereka mendirikan dojo (tempat
latihan). Antusiasme masyarakat Indonesia yang tinggi terhadap karate, hingga
muncul lah FORKI (Federasi Olahraga Karate Indonesia) yang menjadi induk
organisasi karate di Indonesia.
Dalam karate yang dipelajari pertama kali bukanlah menendang,
memukul, atau teknik serangan lainnya. Tetapi, kita diajarkan tentang rei (hormat)
dan uke (tangkisan). Dua hal ini lah yang selalu ditekankan. Saat hormat
posisi merunduk seperti halnya ketika rukuk. Akan tetapi, pandangan tidak
sepenuhnya melihat kebawah, namun tetap bersiap siaga mengawasi apa yang akan
terjadi dari arah depan kita. Dan kenapa diawal gerakan tidak diawali memukul,
menendang, atau teknik serangan yang lain? Gichin Funakoshi mengistilahkan
bahwa kepalan tangan sama saja menjatuhkan harga diri kita sendiri, karena
menurutnya beladiri bukan untuk menyakiti orang lain. Sesulit apapun
permasalahan yang dihadapi seyogyanya dapat diselesaikan dengan tenang dan
kepala dingin. Serangan adalah jalan terakhir.
“Tanpa sopan santun kau tidak akan dapat
berlatih Karate-Do dengan baik”
(Gichin Funakoshi)
“Watak kesatria harus senantiasa tertanam
dalam kerendahan hati, demi keadilan berani maju sekalipun berjuta lawan tengah
menunggu”
(Gichin Funakoshi)
Dua kutipan diatas adalah nasehat dari bapak
karate dunia. Para karateka dituntut untuk menjadi seorang figur yang mempunyai
etika dalam berbagai kehidupan sehari-hari. Bukan hanya diajari pandai
bertarung. Akan tetapi, Seni menghargai, dan menghormati juga wajib ada dalam
diri karateka. Menurutnya “Seratus kemenangan pada seratus pertandingan
bukanlah kemampuan tertinggi. Tapi, dapat menaklukan lawan tanpa harus
bertarung merupakan salah satu kemampuan tertinggi”.
Sumber :
https://www.shotokankaratecalgary.com/kata.php
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/05/karate.html
https://www.karatecollection.com/sumpah-karate/
Sae mbak Hany..
BalasHapus