Oleh: Bagus Isnu H
Dikira hanya
sebatas bait yang mentah, receh dan tidak lugas? Maka kita harus tahu makna
yang terkandung didalamnya, dan bahkan sungguh mulia apabila nilai tersebut
dilestarikan dalam sosial. Keadilan terus menerus menjadi perbincanngan yang
tidak ada habisnya, dengan kejanggalan dari pengusutan kasus yang lama dan
vonis hukuman yang tidak setara. Maka jangan harap apabila perbincangan akan
terus berlanjut juga dengan aksi-aksi sebagai bentuk perjuangan dan
menghidupkan nalar-nalar kritis masyarakat.
Pelanggaran
verbal, criminal, pelanggaran HAM dan masih banyak pelanggaran lain yang terus
berkala. mungkin kita sendiri menyaksikan baik secara langsung dijalanan,
pedesaan, televisi dan masih banyak lagi tempat yang menjadi ketidak adilan
baik itu ditempat singgasana Presiden dan Wakil Rakyat.
Pada
bergantinya tahun selalu menjadi tahun yang “duka”, masyarakat, keluarga dan
sahabat aktivisnya ikut merasakan. Seolah-olah semua tidak ada titik terangnya.
Kita kenal kasus Munir Said Thalib yang terbunuh dengan cara diracun arsenic
dalam perjalanan pesawat untuk melakukan hal mulia; menimba ilmu di kota
Amsterdam , Belanda. Nasib yang menjadi surat takdir pada sosok pejuang HAM tersebut.
Dari sekian
lama sesampai memakan masa hingga 17 tahun, kasus pembunuhan terhadap Munir
masih belum dapat dibedah hingga akar-akarnya, meski sedikit demi sedikit dari
sekian pelaku sudah ada yang diketahui dan tetapi tetap juga masih belum ada
kejelasan lebih. Seperti yang kita ketahui Negara kita ini masih masuk kategori
Negara yang “takut” seperti perkataan presiden Gus Dur dalam sebuah wawancara
di stasion televise.
Terasa sangat
miris pada pertengahan tahun ini, 7 september 2021. Tentu kita semua melek dan
dengar akan sebuah pertanyaan yang paling fenomenal yaitu “atas dasar apa Munir
itu dibunuh?” semenjak 17 tahun yang kelam itu tidak ada sekelumitpun jawaban
atas pembunuhan berencana itu. Apa benar setiap orang/warga yang membela
kebenaran, menuntut keadilan atas dasar ideology tidak ada jaminan untuk dapat
menyambung hidup dengan cucu-cucunya kelak?
Tahun ini
menjadi tahun penghujung pengusutan kasus pembunuhan Aktivis pejuang HAM
tersebut, sebagaimana dalam UU Pidana KUHP dijelaskan bahwa dalam jangka 18 tahun
dalam pengusutan kasus tidak tuntas maka akan bersifat daluwarsa. Akan tetapi
KASUM (Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir) melakukan usaha agar kasus ini
terus ditindak lanjuti dengan melakukan diskusi bersama Komnas HAM diwakili
oleh Sandrayati Moniaga.
Sebagaimana
yang dilansir di komnasham.go.id dari diskusi itu menghasilkan dua rumusan.
Pertama, agar menetapkan kasus pembunuhan Munir itu termasuk pelanggaran HAM
berat. Dan kedua untuk segera mempercepat pengusutan kasus tersebut apabila
ditahun ini menjadi tahun daluwarsa dan meminta Presiden untuk memerintahkan
Polri untuk segera menuntaskannya segera. Dan jika kasus ini belum tertuntaskan
ditahun penghujung ini maka harus menyiapkan data-data agar tetap diusutnya
kasus tersebut sampai tuntas sesuai dengan UU 26 tentang pengadilan HAM.
Dan apabila
kasus pembunuhan kepada pejuang HAM itu tidak dapat dituntaskan, maka sudah tiada
guna lagi teori hukum, pihak berwajib bahkan jabatan tertinggi didunia ini.
Sia-sialah harapan keadilan bagi masyarakat kecil yang hanya ingin hidup
berdampingan dan bisa menyambung hidup dengan anak-anak cucu. Berangkat dari
sinilah kita sebagai insan yang memiliki akal dan tenaga yang luar biasa
seharusnya untuk senantiasa berjuang, yang kuat membela yang lemah, yang kaya menghidupi
yang miskin dan bukan malah sebaliknya!!!
Hendaklah kita
untuk berusaha semampunya saja, sebagaimana manusia yang penuh dengan
keterbatasan hingga kekurangan yang terus menyelimuti keseharian manusia itu
sendiri. Jika kita diam, pasif, apatis maka hendaklah kita siap untuk menerima
keadaan yang tidak senonoh seperti yang kita rasakan sekarang. Keadilan harus
selalu disuarakan dan diperjuangkan hingga benar-benar keberadaannya dirasakan
oleh masyarakat dan orang-orang sekitar kita.
0 komentar:
Posting Komentar