Oleh: Muhammad Anis Fuadi
Memiliki
keturunan merupakan salah satu naluri utama manusia pada umumnya. Terkhusus
bagi pasangan suami istri, reproduksi adalah hal yang diinginkan dari
pernikahan yang dilangsungkan. Namun dewasa ini semakin marak bahwa memiliki
anak tidak lagi menjadi hal yang dielu-elukan oleh pasutri. Banyak dari mereka
memutuskan untuk tidak memiliki anak (childfree) atau bahkan berani speak up
kepada khalayak umum mengenai kebahagiaan childfree.
Sebenarnya
childfree bukanlah fenomena yang baru. Namun seorang influencer yang secara
terbuka membeberkan pilihannya untuk childfree membuat topik ini menyeruak
kembali. Di akun media sosialnya, dia mengungkapkan bahwa dalam berkeluarga
akan lebih mudah dengan tidak punya anak daripada punya anak. Dia menambahkan
bahwa banyak orang yang memiliki anak-anak tidak terlihat bahagia, mayoritas
pasti stress.
Lebih
dalam lagi, dia meyakinkan bahwa alasannya untuk memilih childfree juga demi
menjaga keseimbangan lingkungan. Pendapatnya kondisi bumi saat ini memiliki
populasi yang terlalu banyak. Dengan memiliki anak, maka SDM akan semakin
banyak dan konsumsi juga akan berlebih. Dengan tidak melahirkan anak ke dunia
berarti ikut andil dalam mengurangi konsumsi yang berlebih dan menekan tingkat
populasi yang tinggi.
Belum
lagi masalah finansial, kekhawatiran akan pertumbuhan anak, masalah kesehatan,
kelainan, keinginan untuk lebih dekat dengan pasangan hingga permasalahan
lingkungan adalah beberapa dari sekian banyak alasan yang dipaparkan
orang-orang yang memutuskan childfree. Jika terus digali dan dicari, mereka
yang memilih childfree akan menemukan beribu masalah sebagai alasan dari
keputusan yang diambilnya. Seakan-akan childfree menjadi jalan pintas bagi
mereka agar dalam hidup berkeluarga tidak timbul banyak masalah.
Peristiwa
seperti ini tentu menjadi polemik di tengah masyarakat saat ini. Di kalangan
masyarakat desa utamanya, childfree akan mendapatkan banyak bantahan. Istilah
"banyak anak banyak rezeki" masih begitu melekat dalam pemikiran
orang desa. Sebagai contoh lahan pertanian yang besar, dengan tenaga kerja yang
sedikit akan menjadi masalah besar di desa. Maka melahirkan banyak anak untuk
dipekerjakan di sawah, adalah sebuah alternatif untuk mengoptimalkan
pengelolaan lahan pertanian.
Ditambah
lagi masyarakat yang religius, mereka beralasan bahwa memiliki anak kemudian
mendidiknya menjadi anak yang sholih adalah sebuah keharusan. Mereka yakin
kelak doa anak yang sholih akan sangat dibutuhkan. Karena doa anak yang sholih
merupakan satu diantara tiga amalan yang tidak akan pernah terputus. Mempunyai
anak adalah fitrah manusia dan kebahagiaan orang tua adalah memiliki anak.
Betapa banyak pasangan mandul yang sampai saat ini berusaha memiliki anak.
Mereka bahkan rela mengorbankan apa saja untuk berobat agar memiliki anak. Bagi
orangtua, anak-anak lah yang paling mengingat mereka ketika sudah tua nanti
ataupun ketika wafat kelak. Anak juga lah yang akan secara ikhlas merawat
orangtua ketika renta nanti. Dari sekian banyak uraian ini, artinya childfree
sama sekali bukanlah keputusan yang tepat bagi seseorang yang memiliki
keyakinan seperti ini.
Namun,
di sisi lain ada juga beberapa kalangan yang justru menjadikan aturan agama
sebagai alasannya untuk memutuskan childfree. Mereka berdalih bahwa tidak ada
paksaan dalam agama. Selain itu, mereka tekankan juga bahwa di dalam agama
tidak ada perintah yang secara jelas mewajibkan seseorang untuk memiliki anak.
Terlepas dari pro kontra hukum childfree, sebenarnya hal seperti inilah yang
sebenarnya sangat disayangkan. Dimana orang-orang mulai menggunakan agama
sebagai pembenaran atas segala perkara yang telah dibuatnya. Karena seyogyanya
agama itu harus dijadikan inspirasi atau motivasi kita sebagai pendorong kita
untuk melakukan amal kebaikan bukan dijadikan pembenaran atas apa yang kita lakukan
saat ini.
Wallahu
a’lam bi shawab
0 komentar:
Posting Komentar