Sumber gambar : https://pixabay.com/photos/
M. Ikhsan Kamaluzaman
Menulis adalah kegiatan yang seharusnya dikuasai oleh mahasiswa,
karena dengan menulis seseorang bisa menuangkan ide dan gagasannya, dengan
menulis seseorang bisa dinilai kapasitasnya, dengan menulis seseorang bisa
memperkenalkan dirinya kepada dunia, oleh karena itu sebenarnya setiap orang
bisa menjadi penulis, namun bedanya ada yang menjadikannya sebagai profesi dan
ada juga yang menjadikannya hanya sebagai kegiatan rutinan.
Semua penulis pasti akan merasakan suatu fase yang disebut dengan writer’s
block. Apa itu writer block? Writer’s block adalah keadaan dimana seorang
penulis merasakan kebuntuan ketika menulis baik itu memulai tulisan baru atau
melanjutkan tulisan yang belum rampung. Writer’s block tidak hanya dialami oleh
para penulis saja, bahkan siapapun yang hendak menuliskan sesuatu akan
mengalami fase tersebut. Writer’s block bisa terjadi karena beberapa faktor
diantaranya kesulitan untuk konsentrasi, kehabisan inspirasi, dan lain lain.
Menurut mantan pimpinan redaksi Gramedia Kompas kang Maman Suherman
ada 5R yang harus dibiasakan oleh seorang penulis agar kejadian writer’s block
tidak sering dialami oleh penulis
1.
Read
Membaca adalah sumber belajar yang paling lengkap, paling tersedia,
paling murah, paling cepat, dan paling mutakhir (Ralph Besse)
Minat membaca bangsa kita termasuk yang paling rendah dari beberapa
negara, jika dikerucutkan di Asia Tenggara, negara kita 1 peringkat di bawah
Thailand, sehingga diperlukan strategi khusus untuk bisa mengkampanyekan minat
baca di negara tercinta ini. Sudah beberapa kali kita mengalami pergantian
Menteri Pendidikan namun tidak ada perubahan signifikan dalam hal budaya minat
baca bangsa Indonesia.
Idealnya, siapapun orangnya, apapun latar belakang profesinya
memiliki tradisi membaca. Tidak peduli apakah itu pejabat, pengusaha, YouTuber,
selebgram, tiktoker, ibu rumah tangga, arsitektur, dan semua profesi lainnya
seyogyanya berpartisipasi untuk membangun budaya membaca. Tetapi
menggeneralisasi semua profesi tampaknya terlalu berat untuk dilakukan.
Karenanya membuat skala prioritas profesi yang paling dekat dengan kegiatan
membaca tampaknya menjadi pilihan yang lebih rasional.
Dalam kerangka ini, profesi yang paling menggalakkan minat membaca adalah mereka yang berasal dari dunia Pendidikan. Golongan inilah yang relative mampu membeli buku dan memiliki banyak waktu untuk membaca. Tradisi membaca lah yang juga akan menentukan maju atau tidaknya sebuah institusi Pendidikan. Institusi dengan minat membacanya yang tinggi akan melahirkan diskusi kritis untuk meningkatkan kualitas peserta didiknya menjadi insan yang cerdas mengambil keputusan dan mampu untuk menyelesaikan problem yang ada di dirinya sendiri dan lingkungan.
Banyak hal yang menjadi penyebab terhambatnya kita dalam kegiatan
membaca. hambatan hambatan ini menjadi evaluasi bersama agar kita lebih
mewaspadai hambatan tersebut di kegiatan harian kita. Sayangnya, banyak dari
kita yang tidak menyadari hambatan ini membuat kita berada di ‘zona nyaman’
yang meninabobokan kita dari kegiatan produktif yang satu ini. Hambatan
tersebut diantaranya : tidak punya waktu, tidak memanfaatkan waktu luang,
terlalu lama menggunakan gadget, harga buku mahal, mitos, dan lain sebagainya.
Mari kita mulai
dari diri kita sendiri untuk menumbuhkan minat baca. Membangun tradisi membaca
adalah langkah awal untuk memajukan peradaban. Tidak ada satupun peradaban yang
maju dalam sejarah manusia tanpa adanya budaya membaca. Dengan membaca
seseorang akan mengenal dirinya sendiri, keluarganya, dan lingkungannya.
Seseorang yang rajin membaca akan lebih mudah mengidentifikasi resiko yang akan
terjadi dari keputusannya dan dapat mengantisipasinya sejak dini. Dengan
membaca berarti kita sudah melaksanakan perintah pertama yang Allah sampaikan
kepada Nabi Muhammad yang tertulis pada kitab mulianya Al Quran yaitu iqro’
(bacalah!).
Rujukan: Ngainun Naim, The Power Of Reading, Aura Pustaka,
Yogyakarta, 2015
0 komentar:
Posting Komentar