![]() |
Sumber : Pojokmenuliscikita.com |
“Ini Le , duite buat ongkos ,
hati-hati naik angkot ya “ Ucap seorang ibu pada anaknya.
“Iya Mak’e , aku berangkat sekolah
dulu ya “ Jawab anak kecil berseragam merah putih.
Sudah seminggu SDN Bahagia berpindah
lokasi dari tempat semula . Sekolah itu berpindah sejauh 3 KM ke lahan baru ,
lantaran bangunan sekolah lama sudah berpindah-tangan ke SDN Indah yang berada disebelah bangunan
tersebut. Usut punya usut bangunan SDN Bahagia kalah saing dengan SDN Indah
sehingga pihak sekolah memutuskan untuk pindah ke tempat lain agar bisa
berkembang lebih jauh.
Perpindahan sekolah tersebut
tentunya berdampak bagi murid-muridnya ,yang tadinya hanya perlu berjalan kaki
kini harus bersusah payah demi berangkat sekolah . Ada yang diantarkan oleh
ayahnya , ada yang naik sepeda dan kelompok terakhir yaitu mereka yang naik
angkot .
Tak terkecuali Ocin , si kecil yang
masih duduk di kelas 3 SD . Sudah seminggu dia terus diantarkan oleh abangnya
Acin Efendi, tapi sekarang dia harus berani berangkat sekolah sendiri . Dengan
menggendong tas lusuh berisi buku-buku sekolah ia menyusuri gang-gang
dikampungnya agar sampai di tepi jalan .
Ocin tampak tegang , bagaimanapun
ini adalah pengalaman pertamanya naik angkot seorang diri . Dalam pikirannya
angkot itu hanyalah mobil berwarna biru yang siap mengantarkan penumpangnya
kemana saja . Bila ada yang naik , pak supir siap mengantarkan sampai ke tujuan
begitu pikirnya. Tibalah dia di pinggir jalan , lamat-lamat ia perhatikan mobil
yang melaju satu persatu .
Lima menit berlalu , Ocin bosan menunggu sampai suatu seketika ada
mobil berwarna biru bertuliskan Ujung
Harapan- Polres Kota dan mobil itu muncul dari arah sekolahnya. “ Mungkin ,
angkot ini bakal pergi ke arah sekolah deh “ Gumam Ocin dalam hati. Tanpa
banyak tanya Ocin kecil langsung naik angkot, dia duduk dipojokan dekat dengan
kaca belakang mobil.
Angkot melaju berlawanan arah dengan sekolah , Ocin berpikir angkot
ini akan menuju sekolahnya lewat jalan lain. Angkot akan berbalik di suatu
tempat dan akan mengantarnya di depan gerbang sekolah.
Ocin sangat asyik sekali duduk dibelakang , mudah baginya untuk
melihat berbagai pemandangan di jalanan . Ocin juga sesekali memerhatikan
penumpang yang keluar masuk angkot dan terkadang melihat jam kecil yang
tertempel di pintu mobil , disitu tertera pukul 12.05 dan ia masih tampak tenang karena tau bahwa
jam pelajaran dimulai pukul 13.00
“Mau kemana dek ?” Tiba-tiba wanita paruh baya disampingnya menegur
.
“Mamamau ke sekolah “ucap Ocin gagap campur malu-malu.
“owh , sekolah siang ya ?” tanyanya lagi.
“ Iya bu “ jawab Ocin datar.
Angkot terus melaju dan kini jalanan memasuki area pasar , banyak
penumpang yang silih berganti masuk dan keluar . Rata-rata penumpang ialah kaum
ibu-ibu selebihnya anak sekolah dan beberapa pemuda . Ocin terus memerhatikan
jam digital di pintu angkot , dan sadar
kalau dia sudah duduk diangkot selama
setengah jam . Tapi tak ada tanda-tanda angkot mendekati sekolahnya , justru ia
melihat jalanan yang asing baginya dan belum pernah ia lewati bersama ibunya
maupun abangnya.
Dia mulai cemas dan tambah tegang , dalam benaknya hanya ada Bu
Lilik , wali kelas yang terkenal galak dan tak pernah senyum . Dia takut terlambat dan takut di hukum .
Seperti dua minggu yang lalu Ocin lupa mengerjakan tugas matematika sehingga Bu
lilik menyuruhnya berdiri kaki satu dan memegang telinga sambil menghadap
lapangan , dan itu Ocin lakukan sampai jam pelajaran habis. Teman-teman pun
tertawa melihat Ocin dihukum , Sungguh pengalaman yang menyedihkan baginya.
Ditengah kecemasan , dia tetap berbaik sangka kalau sekolah sudah
dekat , diperhatikannya jalan apakah ini jalan yang pernah dia lalui kesekolah
apa bukan. Tapi hasilnya nihil , semua tempat dan bangunan yang dia lihat
adalah pemandangan baru .
Jalanan sudah berganti beton dan pemandangan sawah dan rumah
berganti menjadi jalan raya yang sibuk akan warganya . Gedung-gedung besar
mulai terlihat menandakan angkot telah
masuk wilayah perkotaan .
Ocin merasa dibicarakan oleh dua penumpang yang duduk dekat pintu.
Seorang ibu muda bermata sayu yang berkebaya hijau dengan laki-laki berkacamata
yang berkemeja kotak-kotak . “ Teh, itu
anak kecil gak turun-turun dari tadi , kenapa ya ? apa jangan-jangan anak hilang
?! “ tanya lelaki itu pada ibu muda .
“ Kasihan ya , tapi bisa jadi rumahnya emang jauh bang “ jawab ibu
muda itu sesekali melihat Ocin.
Jam digital menunjukan pukul
13.00 rupanya Ocin sudah keringat
dingin , sekarang dia membayangkan Bu
lilik memegang penggaris besar panjang dan siap menghantamnya kapan saja lalu
menyuruhnya untuk berdiri di depan kelas .
Kali ini kecemasannya berubah , ia
mulai cemas saat sopir angkot menatapnya dari cermin yang tergantung diatas dashboard
. Tatapan pak sopir sangat tajam bahkan lebih tajam dari tatapan bapaknya saat
dimarahi. Dengan begitu Ocin mulai enggan menatap kearah depan mobil dan
membuang mukanya terus ke belakang.
Ocin terus menatap kaca mobil
sepanjang jalan , ia melihat kantor kapolres
Bekasi yang dia pikir tempat anak-anak hilang , setelah itu ia melewati
gedung walikota Bekasi . Tampak indah dan megah bagi seorang anak kecil . Lalu
ada juga Mall yang sangat besar , dan ocin berpikir banyak permainan
didalamnya . Tapi sekali lagi kekagumannya kalah dengan rasa cemas yang timbul
dari tadi.
Mobil angkot akhirnya sampai
terminal , semua penumpang turun kecuali
Ocin yang masih duduk dipojok mobil . Dia bergumam “ Apa aku turun disini ?
tapi ini bukan sekolahku “ dia tidak berani berbicara kesiapapun bahkan melihat
sopir ,Ocin pun tak berani .
“Itu anak siapa didalam mobil bang
Njun ?” Tanya sopir seorang lelaki dengan handuk di pundaknya. Si Ocin tampak
ketakutan , dia ingin menangis tapi juga merasa malu
“Gak tau tuh , dari tadi gak mau
turun “ Jawab sopir angkot itu dari balik kemudi. Lalu sang sopir menatapnya
langsung tanpa pantulan cermin . Ocin memberanikan diri menatap balik dengan
wajam kusam dan mata berkaca-kaca.
“Tong , mau kemana lu ? kok kagak
turun-turun dari tadi sih? “ Tanya sopir
.
“sekolah bang” jawab ocin dengan
ketakutan.
“Apa ?” tukas sopir dengan nada
tinggi .
“Sekolah di sektor lima” jawabnya
lagi setengah mati bercucuran keringat.
“Astagfirullah , itu mah di ujung
tong , kenapa gak naik mobil ka arah sana aja biar cepat “ Sergah sopir agak
sebal namun juga iba . Ocin tak berani berkata apa-apa lagi selain menahan malu
juga takut yang bercampur satu.
Merasa iba dan kasihan , sang sopir
tak jadi menagih uang pada Ocin . Kini sopir angkot telah berganti kedudukan ,
Bang Njun yang bertubuh gempal digantikan oleh Pak Kibong yang agak kalem .
Angkot pun berputar kearah sebaliknya , Ocin menyadari kalau angkot akan
mengantarkannya ke sekolah .
Dalam perjalanan putar balik ke arah
sekolahnya , Ocin mulai berpikir “ Nanti gimana ya , kalo ketemu bu lilik di
kelas ? ,Apakah Ocin harus jujur atau
tidak? Kalau jujur nanti dihukum dan ditertawakan seisi kelas ,sedangkan kalau
bohong Ocin harus jawab apa ya? .
Ocin kecil yang malang jadi berpikir
keras , dia termenung bagai mengerjakan soal matematika . Mencari celah agar
terhindar dari hukuman dan juga ledekan . Dia memutuskan untuk berbohong dengan
dua opsi ; yang pertama terlambat karena menemani ibunya belanja di pasar induk
, yang kedua terlambat karena membantu kerjaan orangtua .
Ocin akhirnya mengambil opsi yang
kedua , setidaknya ia berharap agar bu lilik menghargai kedatangannya. Lalu dia
berpikir lagi mencari alasan kedua jika bu guru bertanya tentang pekerjaannya .
“ Hmmm , iya aku bakal ngomong kalo aku dagang peyek dulu sebelum sekolah “
gumamnya sambil melihat deretan kerupuk peyek di toko cemilan dengan spanduk
bertuliskan fajrul sembako.
Lambat laun angkot menyusuri jalan
yang sama tapi berbalik arah , juga penumpang yang silih berganti naik turun di
persimpangan nan tak terarah . Ocin sadar kalau jam mendekati pukul 14.00 . Lama juga dia menunggu sambil berimajinasi
menatap kaca, membayangkan dirinya
terbang ke ufuk angkasa dan tak usah naik angkot lagi.
“Kiri bang “ sergah Ocin . Dia
menyerahkan uang dua ribu pada pak sopir . Angkot berhenti di gang menuju
sekolahnya. Habislah perjalanan angkot yang memusingkan Ocin itu.
Ocin bersiap-siap beberapa langkah
ke gerbang sekolah . Jantungnya berdegup kencang , nafasnya naik turun dan
tangannya terkepal . Dia berusaha membela diri dengan segenap alasan yang sudah
dipersiapkan.
Tiba-tiba ocin terbelalak setibanya
di depan gerbang sekolah . Tak ada satupun orang di sekolah bahkan pak satpam
juga tidak ada . Kelas-kelas nampak tertutup dan tak ada sorak sorai anak-anak
belajar. Hening dan tak ada tanda-tanda kehidupan . Ocin bingung apa yang harus
dia lakukan .
Setelah diam agak lama ,dia
mencoba menarik buku tulis dari dalam
tasnya , dia perhatikan sampul buku itu yang ternyata kalender . “duh mak ,
inikan tanggal merah “ gumamnya lagi setelah tau kalau hari itu adalah hari
kartini dan semua murid masuk pagi untuk upacara . Tidak ada belajar selain upacara
hari itu .
“huhuhuhuhuhuhuh (Ocin menangis)”
“Malu
bertanya sesat dijalan “
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar