Oleh: Ilman Mahbubillah
Aku ingin menjumpa lupa;
Merawat puisi-puisi yang kosong dan hampa
Menjadi pandangan seorang yang buta
Menyelami lautan nestapa dengan sandiwara
Menelanjangi hati yang sekalipun tak terlintas rasa
Aku ingin menjumpa lupa;
Di setiap kata jumpa yang kamu ucapkan
Pada jeda nafas yang keluar karena dipaksakan
Di paksa jadi antagonisnya kehidupan oleh dalang bernama ketulusan
Serupa pundak ternyaman dalam menganyam gundah kegelisahan
Aku ingin menjumpa lupa;
Entah, sudah berapa kopi yang pahitnya masih tak kupahami
Seolah membangunkan kita dari mimpi untuk merasakan sakit lagi
“Dukamu Abadi” begituah kata Sapardi, menghabiskan waktu dan menikmati sunyi
Arunika yang makin menjadi dengan siluet yang tak lagi berapi
Aku ingin menjumpa lupa;
Berada di gubuk wasangka lalu menikam luka dengan segala prasangka
Apakah setiap yang terluka, wajahnya tak lagi bisa bermuara nan bercahaya?
Barangkali menundukkan mata adalah obat perpisahan bagi kita
Untuk tak lagi menatap duka, karena tak tahu berapa lama mesiu bertahan dalam dada
Aku ingin menjumpa lupa;
Menghitung mundur arloji penderitaan dengan ucapan bibir yang lembam
Yang fana adalah waktu, yang abadi adalah perasaanku. Gerutuku geram
Mungkin cintaku gagal dan menjadikan sempurna kasihmu terendap tenggelam
Kacau mataku, kelam rasaku, kutikam! Kemudian kusimpan rapi pada puing-puing malam
Aku ingin menjumpa lupa;
Namun aku tak bisa
0 komentar:
Posting Komentar