![]() |
https://lingkarbidikmisi. |
Siti Laila ‘Ainur Rohmah
Siapa yang tidak menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya? Tentulah
jawabannya pasti semua orang ingin mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun
kelak di akhirat. Meskipun hal ini diasumsikan secara berbeda-beda sesuai
dengan keyakinan masing-masing. Namun, harapan itu tidak akan terwujud jika hanya
direnungkan tanpa adanya aksi nyata yang menyertainya. Maka, disinilah pentingnya
di awal untuk menumbuhkan niat dalam hati kemudian dibuktikan dengan berbuat
baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Berbuat baik untuk dan kepada orang lain merupakan jalan lebar
menuju kebahagiaan. Sebagaimana telah disebutkan dalam sebuah hadits shahih
sebagai berikut: ”Di hari kiamat nanti, yakni saat Allah menghisab
hamba-Nya, Dia akan berkata kepadanya, ‘Wahai anak Adam, Aku lapar namun engkau
tidak memberiku makan. Hamba itu menjawab, ‘Bagaimana mungkin aku memberi-Mu
makan, sementara Engkau adalah Rabb semesta alam?’ Allah berfirman,’Tidakkah
engkau tahu bahwa hamba-Ku si Fulan ibn Fulan, sedang kelaparan, namun engkau
tidak memberinya makan. Ketahuilah, seandainya engkau memberinya makan, maka
engkau akan dapatkan semua itu di sisi-Ku.’
‘Wahai anak Adam, Aku kehausan namun engkau tidak memberi-Ku
minum.’ Hamba itu menjawab,’Bagaimana mungkin aku bisa memberi-Mu minum
sementara Engkau adalah Rabb semesta alam?’Allah berfirman,’Tidakkah engkau
tahu bahwa hamba-Ku, si Fulan ibn Fulan, sedang kehausan, namun engkau tidak
memberinya minum. Ketahuilah, seandainya engkau memberinya minum pasti engkau
dapatkan itu di sisi-Ku.’
‘Wahai anak Adam, Aku sakit namun engkau tidak menjenguk-Ku.’ Hamba
itu menjawab,’Bagaimana mungkin aku bisa menjenguk-Mu minum sementara Engkau
adalah Rabb semesta alam?’Allah berfirman,’Tidakkah engkau tahu bahwa Fulan ibn
Fulan sedang sakit, namun engkau tidak menjenguknya niscaya engkau akan
dapatkan Aku di sisinya.”
Ada satu hal yang menarik di sini. Dalam firman-Nya: "...
niscaya engkau akan dapatkan Aku di sisinya...," redaksinya berbeda dari
dua pernyataan sebelumnya: "... engkau akan dapatkan (semua) itu di
sisi-Ku ...." Mengapa demikian? Sebab, Allah di hadapan orang yang hatinya
hancur tercabik-cabik akan tampak seperti orang sakit.
Disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah: "Dalam kesulitan
itu ada pahala." Hal ini perlu kita renungi dan ingat bersama bahwa Allah
telah memasukkan seorang wanita pezina dari Bani Israel ke dalam surga hanya
gara-gara wanita itu memberi minum seekor anjing yang kehausan. Maka, bagaimana
dengan orang yang memberi minum dan makan kepada sesama, membantu meringankan
beban, dan menghilangkan kesulitan mereka?
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah pernah
bersabda, "Barangsiapa memiliki kelebihan bekal, maka hendaknya ia datang
dengan bekal itu kepada orang yang tidak memilikinya. Dan barangsiapa memiliki
kelebihan kendaraan, maka hendaklah dia datang kepada orang yang tidak memiliki
kendaraan."
Hatim, sang penyair itu, mengatakan,
"Jika engkau pemilik unta muda, jangan biarkan sahabatmu
berjalan di belakangnya tanpa kendaraan. Rendahkan kendaraanmu dan naikkan ia
jika bisa terbawa. Itu baik adanya. Jika tidak, bergantianlah."
Hatim juga pernah berkata kepada seorang pelayannya dalam sebuah
rangkaian bait syair yang sangat indah, agar mencari seorang tamu. Ia pun berkata,
"Nyalakan api, sesungguhnya malam ini sangat dingin, jika ada
tamu yang datang, engkau akan bebas merdeka. Hatim juga berkata kepada
isterinya demikian, Jika selesai membuat makanan, carilah orang yang akan
makan, sebab aku tidak akan sanggup memakannya seorang diri."
Dia juga pernah berkata seperti ini,
"Ketahuilah, sesungguhnya harta itu akan pergi dan sirna.
Yang tersisa dari harta itu hanyalah pembicaraan dan kenangan. 'Ketahuilah,
kekayaan itu tidak ada faedahnya bagi seseorang, yakni kala nafas di
tenggorokan dan dada tak lagi mampu memuat." Pada kesempatan yang lain dia
mengatakan,
"Kekayaan tak menambah kebanggaan atas kaum kerabat dan
kami tidaklah merasa terhina dengan kefakiran."
Ibnul Mubarak pernah memiliki tetangga seorang Yahudi. Namun, ia
selalu lebih dahulu memberi makan tetangganya itu sebelum anak-anaknya sendiri.
Bahkan, ia selalu memberi pakaian padanya sebelum memberi pakaian anak-anaknya.
Ketika orang-orang menawar rumah si Yahudi itu, "Jual saja tempat
tinggalmu itu kepada kami!" Yahudi itu berkata, "Saya akan jual
rumahku ini dengan harga dua ribu dinar. Seribu dinar untuk harga rumahku dan
seribu lagi karena aku bertetangga dengan Ibnul Mubarak." Mendengar
jawaban itu, Ibnul Mubarak dalam doanya selalu memohon demikian, "Ya
Allah, tunjukilah ia ke dalam Islam." Dan beberapa saat kemudian, si
Yahudi itu pun, dengan izin Allah, akhirnya masuk Islam.
Ya Allah, sungguh sebuah perilaku yang sangat indah dan masih
banyak lagi cerita kebaikan yang dapat dijadikan teladan bagi manusia. Sungguh
sebuah karunia yang sangat agung. Sungguh sebuah budi pekerti yang sangat
mengharukan. Orang yang senang melakukan kebajikan, tak akan pernah menyesal
meski sangat banyak kebajikan yang telah dikerjakannya. Tetapi ia justru akan
menyesal manakala melakukan kesalahan, meski hanya sebuah kesalahan kecil.
Seorang penyair berkata, "Kebaikan itu lebih abadi, walaupun itu dilakukan sekali dan kejahatan adalah bekal terburuk yang engkau usahakan." Waallahu a’lam bisshowab.
Sumber Rujukan: 'Aidh al-Qarni, "La Tahzan Jangan bersedih!" (Jakarta:Qisthi Press,2004).
0 komentar:
Posting Komentar