![]() |
Source Image: Freepik.com |
Oleh: Syifaul Fajriyah
Suara sirine mulai terdengar. Segerombolan
makhluk pecandu kocar-kacir tak tentu arah. Tanpa pikir panjang, aku beranjak
dari gudang dewa mimpi ke parkiran. Ah,
sayang sekali lokasi itu menjadi
santapan utama polisi. Rumah kosong
yang tak jauh dari TKP menjadi tujuan keduaku. Sembari menunggu keadaan mereda,
ku menikmati bubuk dewa mimpi yang telah ku dapatkan. Sungguh nikmat, aku tidak
harus menjadi tikus yang mengendap-endap menyantap sepotong keju. Ada kepuasan
tersendiri ketika menikmati, tapi terpintas rasa kehampaan. Seakan hidup
seperti tanaman paku yang tak dapat hidup tanpa inangnya. Ya, kini hidupku
bergantung pada sejumput bubuk putih ini.
Suara sirine mulai senyap, dan polisi menghilang dari lokasi, begitu
pun transportasi milik pemuja dewa mimpi. Aku pun keluar dari tempat sembunyi.
Berjalan di atas aspal seakan berjalan di atas awan. Pertanda, barang mudhorot
itu telah mengambil alih badan ini. Tapi tidak sampai kehilangan keasadaran,
mungkin hanya setengah si sadar masih dalam diri.
Aku berjalan tanpa tujuan. Khawatir jika aku pulang, Tasya
(Istriku) akan tau jikalau aku mengingkari janji. Dinginnya malam itu menusuk
hingga batuk pun muncul tak di undang dan di rencanakan. Semakin lama batuk itu
semakin menjadi-jadi, hingga setetes darah keluar dari indera pencium. Pertama
kali hal ini terjadi, pikirku mungkin karena kecapean dan hawa dingin di
lokasi.
Handphone berdering,
tersemat nama “My Lovely” dalam layar. Kacau sudah, anganku mulai liar. Mungkinkah
polisi menghubungi Tasya, itulah alasan panggilan ini. Wanita dengan mata sipit
itu akan kecewa sekali padaku, dan akan meninggalkanku seorang diri. Dia lah
wanita yang tetap bersamaku disaat seluruh dunia meninggalkan. Dia lah sosok
perempuan yang menemaniku mulai dari nol. Namun, dialah yang akan pertama kali
membenciku saat aku berkecimpung lagi dengan dewa mimpi. Dengan berat hati ku
angkat panggilan virtualnya.
“Halo”
“Jahat kamu ya.. Mengingkari kepercayaan seorang istri. Kamu pulang
sekarang, atau kita pisah...” tuturnya. Tanpa
menunggu jawabanku ia langsung meutupnya tanpa ucapan salam.
Bergegas ku menuju rumah. Lambaian tangan ku arahkan pada taxi yang
melintas. Ku arahkan taxi itu menuju kediaman keluarga kecil kami. Seperti
biasa, supir melontarkan pertanyaan entah bermaksud untuk basa-basi atau memang
penasaran. Tak ku gubris sedikitpun pertanyaan yang ia ajukan. Otakku hanya
dipenuhi oleh Tasya. Lama kelamaan, pria paruh baya itu terdiam mungkin marah
juga, entahlah aku tak peduli.
Sesampainya, sungguh tak terbayangkan dalam hidupku akan kunjungan
segerombol lelaki yang berkecimpung di BNN ke rumah. Di ujung sana ku lihat
sesosok ibu dari calon anakku menangis tersedu-sedu. Tak tega ku melihatnya,
inginku menghampiri dan ku peluk tubuhnya yang mungil. Namun dengan sigap,
borgol polisi melayang di tanganku. Ku ajukan permohonan agar aku bisa
berbincang sekejap dengannya. Tak sempat ku berkata, ia sudah memulainya
“Pergilah lelaki pembohong!!!” kata-kata yang tak ingin ku
dengar dari mulutnya pun terucap. Air mata ini sudah tak dapat terbendung lagi.
Dan kereta polisi pun membawaku pergi.
Berbagai prosedur ku jalani. Disitulah rahasiaku terbongkar bahkan
ujian Tuhan ada dalam diriku. Tasya pun tahu kalau aku bercumbu dengan dewa
mimpi sejak setahun yang lalu. Ujian Tuhan itu berupa penyakit yang kita tau
sebagai HIV-Aids. Namun aku bersyukur, dengan adanya penyakit ini Tasya mau
menemuiku. Dan sekali lagi, aku dibuat bersalah dengan kata-katanya
“Aku itu udah percaya banget sama kamu dan bangga dengan kerja
keras kamu. Pikirku, aku adalah wanita paling bahagia. Tapi nyatanya aku adalah
wanita paling menyedihkan. Karena mau dibohongi oleh suami sampai setahun
lamanya.”
*
2 Tahun kemudian,
Pengobatan demi pengobatan ku jalani seorang diri. Namun tak ada
yang berubah. Hidupku sama seperti dulu, bergantung dengan obat. Hanya saja
obat ini demi kebaikan, menghambat pertumbuhan virus bukan menghilangkan,
tinggal tunggu waktu kapan Allah akan memanggil untuk menghadap dan
mempertanggung jawabkan. Mungkin ini lah keadilan yang Dia berikan. Siapa yang
melakukan maksiat, ganjaran yang setimpal akan ia dapat. Tinggal tunggu saja
kapan ujian dan ganjaran akan tiba. Siapkanlah diri dan dekatkan hati pada-Nya.
Tamat
0 komentar:
Posting Komentar