![]() |
Sumber image: http://pesantrennuris.net/wp-content/uploads/2019/06/gambar-2.jpg |
Setelah Rasulullah Saw wafat, tampuk kepemimpinan dipegang oleh Abu
Bakar. Khalifah kedua adalah Umar bin Khattab. Lalu Umar
digantikan Usman sebagai khalifah yang ketiga. Usman menjadi khalifah selama 12
tahun (644-656M). Usman merupakah khalifah paling lama dalam mengemban amanah
dibandingkan dengan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib. Selama
beliau memimpin umat Islam banyak prestasi-prestasi yang diraih. Misalnya,
pembukuan Al-Quran sera standardisasi bacaan. Karena wilayah Islam semakin luas
serta pemeluk agama Islam juga banyak dari non-Arab. Hal ini lah yang
menyebabkan perbedaan bacaan Al-Quran di setiap wilayah. Karena orang Ajam (non-arab)
tidak memiliki dzauq bahasa Arab.
Namun di masa akhir
Khalifah Usman memimpin, banyak terjadi pertikaian semakin lama semakin rumit
untuk diselesaikan. Banyak rakyat yang tidak puas dengan kebijakan-kebijakan
Usman. Beliau banyak mengangkat kerabat dekat untuk dijadikan gubernur maupun
yang lain. Beberapa gubernur yang menjabat ketika khalifah Usman adalah
Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdullah bin ‘Amir bin Kuraiz, Al Walid bin Uqbah,
Sa’id bin ‘Ash, Abdullah bin Sa’ad, dan Marwan bin Hakam. Dari beberapa
gubernur tersebut, ada yang mengklaim bahwa Usman telah melakukan nepotisme,
yaitu tindakan memilih kerabat dekat untuk memegang pemerintahan. Tuduhan ini
digencarkan beberapa tokoh yang akhirnya membuat situasi pemerintahan tidak
kondusif.
Usman diangkat menjadi
khalifah tidak serta merta mencopot semua gubernur yang telah diangkat oleh
Umar bin Khattab. Alasan Usman mencopot jabatan gubernur adalah sesuai dengan
wasiat Umar bin Khattab. Yaitu, tidak mengangkat gubernur dalam jangka waktu
lebih dari setahun dan untuk Abu Musa Al-‘Asyari selama empat tahun. Semua
kebijakan Usman merupakan hasil dari musyawarah dengan para sahabat yang lain.
Namun, banyak tuduhan
nepotisme yang dilontarkan kepada Usman bin Affan. Padahal jika diteliti lebih
dalam, gubernur yang diangkat Usman memiliki kepiawaian dalam memimpin. Tidak diragukan
lagi, karena Usman memiliki cara tersendiri dalam menilai serta mengawasi
kinerja para gubernur. Di antaranya, bertanya kepada orang-orang yang melakukan
ibadah haji; bertanya kepada orang yang datang dari berbagai negeri dan
wilayah; menerima surat laporan dari masyarakat; mengirim penyidik ke berbagai
wilayah; berkunjung langsung ke berbagai wilayah dan menyelidiki keadaannya;
meminta utusan wilayah yang datang untuk bercerita tentnag pemimpin dan
gubernur mereka; mengundang para gubernur dan bertanya tentang kondisi daerah
mereka; berkirim surat dengan para gubernur.
Berikut adalah pengangkatan pejabat yang dianggap nepotisme,
1. Mu’awiyah bin Abi Sufyan, merupakan sepupu Usman bin Affan. Mu’awiyah
diangkat sebagai gubernur Syiria atas pengangkatan dari Khalifah Umar bin
Khattab. Lalu di masa pemerintahan Usman gubernur Syiria tetap dipegang oleh
Muawiyah. Usman tidak mencopotnya melainkan tetap menjadikannya sebagai
gubernur Syiria. Usman hanya melanjutkan dari pendahulunya.
Mu’awiyah mampu menjadi seorang pemimpin
yang cakap. Hal ini terbukti ketika beliau menyelesaikan konflik antara Arab
Utara dengan Arab Selatan. Pencapaian Mua’wiyah yang lain adalah, Usman
memerintahkan untuk membentuk pasukan angkatan laut. Kebijakan ini guna untuk
menghadapi pasukan Byzantium. Peperangan ini dikenal dzatis sawari. Disebut
demikian karena peperangan ini terjadi di Laut Tengah menggunakan banyak kapal
hingga mencapai 1000 kapal.
2. Abdullah bin Sa’ad Abi Sahr. Usman mencopot jabatan Amr bin Ash sebagai
gubernur Mesir lalu Abdullah bin Sa’ad menggantikannya. Sebelumnya, Abdullah
bin Sa’ad menjadi pembantu utama dari Amr bin Ash. Oleh karena itu, patut
diduga bahwa beliau telah menguasai Mesir sebelum diangkat jadi gubernur.
Sebagai wakil gubernur, beliau dapat mengusir orang-orang Byzantium dari
Alexandaria pada tahun 646 M. Selama karirnya sebagai gubernur, beliau berhsil
menghancurkan pasukan-pasukan Gregorius di Sbaitla di Utara Tunisia pada tahun
647 M.
Dalam masalah suksesi kepemimpinan di Mesir
dari Amr ibn Ash kepada Abdullah perlu diperhatikan bahwa Amr ibn Ash telah
pernah diberhentikan oleh Umar dari jabatan gubernur. Jadi pergantian jabatan
gubernur dari tangan Amr ibn Ash kepada Abdullah ibn Sa’ad bukanlah penggantian
dari tangan orang yang diangkat oleh Umar ke tangan orang yang diangkat oleh
Usman. Kedua-duanya adalah resmi diangkat khalifah Umar. Dengan demikian
tidaklah dapat dituduhkan bahwa Usman melakukan kebijaksanaan pembersihan
terhadap personalia-personalia yang diangkat oleh Umar.
3. Sa’id ibn al-Ash, merupakan kemenakan Usman, yang memangku jabatan
gubernur Kufah adalah panglima yang mendapat nama harum di front Azerbaijan.
Dalam menghadapi front ini beliau dibantu oleh al-Asy’as ibn Qois, seorang
pemimpim kaum riddah. Hal ini salah satu unsur pula bagi terjadinya
gejolak-gejolak di kalangan ahl al-Qurra’, yang berakhir dengan dilakukannya
kup atas kepemimpinan Sa’id. Sehingga pada tahun 655 M. atas persetujuan Usman,
Sa’id digantikan oleh Abu Musa al-Asy’ari.
4. Abdullah ibn Amir yang menjabat gubernur di Bashrah adalah panglima yang
mendapat nama harum dalam peperangan di Khurasan pada tahun 651-653 M. Dia juga
menerima penyerahan Heart, Merv dan Balkh dan yang menumpas habis sisa-sisa
kekuasaan Yasdigird III, raja Sasaniah yang terakhir.
5. Marwan ibn al-Hakam, yang menjabat sebagai Sekretaris Negara dan penasehat pribadi Usman adalah
seorang yang cerdas dan berani. Dia banyak membaca al-Qur’an dan banyak pula
merawikan Hadis , khususnya dari Usman, Umar dan Zaid ibn Tsabit. Dalam masa
pemerintah Mu’awiyah beliau dua kali menduduki jabatan gubernur di Hijaz.
Marwan ini kemudian menjadi khalifah yang keempat dari dinasti Amawiyah yang
memerintah pada tahun 684-686 M. Sejak
anaknya yang bernama Abdul Malik memangku jabatan khalifah sampai masa akhir
kekuasaan dinasti Amawiyah, semua jabatan khalifah dipangku oleh anak
keturunannya. Oleh karena itulah periode pemerintahan bani Umayyah sejak Marwan
sampai akhir, dalam sejarah diberi nama juga periode Marwaniyah.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, Usman bin Affan yang sebelum memangku jabatan khalifah tidak pernah terlihat berambisi politik, bisakah orang yang seperti ini di saat tuanya menjadi orang yang haus kekuasaan yang karenanya menganut nepotisme? Pertanyaan yang paling penting. Bisakah seorang koruptor, serakah, tidak amanah, nepotis dan menyalahgunakan kekuasaan masuk surga?
Sumber
Ash Shalabi, Ali Muhammad. (2017). Biografi Usman Bin Affan.
Jakarta: Ummul Qura.
Gunawan, Syafri. (2018). Profil Usman Bin Affan dan Pemerintahan
Nepotisme, dalam Jurnal Al- Maqosid IAIN
Padangsidimpuan. Vol 4. No 2, Hal. 30-45, Desember 2018.
Hasibuan, Armyn. (2018). Menyikapi Nepotisme Kepemimpinan Usman Bin
Affan, dalam jurnal Hikmah IAIN Padangsimpuan,
Vol 12, No 2, Hal. 327-345, Desember 2018.
0 komentar:
Posting Komentar