Membahas tentang wanita pasti tak ada ujungnya. Banyak
sekali pembahasan yang unik untuk dikritisi. Pembahasan gender misalnya yang
sedang ramai diperbincangkan, atau emansipasi yang sedari dulu memang menjadi
momentum para wanita untuk bangkit. Gagasan tentang pendidikan tinggi seorang
wanita yang sering dianalogikan sebagai hal percuma karena Akan berujung pada
hakikatnya menjadi seorang istri dan ibu, saat ini secara perlahan hal itu
mulai terkikis. Bukan tanpa alasan hal ini terjadi, seiring perkembangan zaman
perempuan juga sangat penting memiliki pengetahuan yang luas, pemikiran yang
panjang dan pengalaman yang menjadikannya bijak. Jangan berpikir tentang
profesi A atau B atau malah C, melainkan peran apa yang sudah di torehkan untuk dirimu sendiri ataupun orang di sekitar. Kita perlu memantaskan diri
terlebih dahulu, sebelum memberikan manfaat untuk orang lain. Memang hal ini
tidaklah mudah, Akan banyak sekali tantangan yang mungkin membuatmu bimbang
dalam mengambil sebuah keputusan. Seperti berbagai pertanyaan yang sangat
familiar sekali di telinga masyarakat.
"Ndo udah lulus S1, belum ada calon"
“Ndo temen-temenmu udah pada nikah dan punya anak, kamu gak kepengen
"Aku punya kenalan loh, orangnya gini gitu, kamu gak mau deket dulu? "
Mungkin
itu beberapa pertanyaan yang sering disinggung oleh keluarga dekat maupun
tetangga sekitar. Tidak salah memang, karena kita memang hidup dilingkungan
yang harus siap menerima pertanyaan, perkataan bahkan kritikan yang terkadang
kita sendiri tak mengindahkan akan hal itu.
Beberapa
waktu lalu yang menyaksikan live streaming salah satu Ning (sebutan anak
kyai pondok di Jawa) salah satu pondok terkenal di Jawa Timur. Beliau
mengatakan “saya nikah itu umur delapan belas tahun begitu pun suami saya,
karena memang dilingkungan saya yang notabene di Pondok umur segitu sudah
waktunya untuk menikah, dan saya memang sudah diberi tahu sedari kecil bahwa
jika sudah mencapai umurnya maka akan di jodohkan, alhamdulillah sekarang sudah
menemukan teman hidup yang halal”. Bahkan di akhir live nya ia berpesan “Saya
tidak mendukung kalian untuk nikah muda, karena memang lingkungan saya yang seperti
ini jadi ya saya harus menerimanya, jikalau temen-temen di luar sana yang masih
bisa melukis indahnya masa muda nggih monggo, sah-sah saja karena memang hidup
itu pilihan dan yang menurutmu baik monggo dilanjutkan sampai di mana
temen-temen akan menemukan momen oh mungkin sudah waktunya”.
Jangan
beranggapan semua akan menjadi bebanmu. Sering kali kita dengan anak perempuan
pertama akan harus lebih tangguh dalam segala hal dan anak bungsu akan lebih
manja. Mungkin pernyataan ini sering banget di dengar ataupun dibaca di
media-media sosial. Ya memang tidak menutup kemungkinan anak pertama
perempuan harus bisa mandiri, terlebih
jika memiliki seorang adik. Anggapan yang sebenarnya harus sedikit direvisi,
terkadang kita lihat bersama anak perempuan pertama dari golongan orang yang berkecukupan yang
di sedari kecil memang sudah dibiasakan dengan mendapatkan sesuatu dengan mudah
apa pun terfasilitasi dan segala akses orang tua yang akan menanggung. Beda
halnya dengan keluarga yang sederhana bahkan bisa tergolong menengah ke bawah
yang memiliki anak banyak bahkan untuk makan sehari-hari pun susah apalagi untuk
mengenyam pendidikan tinggi sepertinya mustahil, kecuali memang anak tersebut
memiliki keinginan yang kuat untuk melanjutkan hidup yang lebih, tidak jarang
mereka harus bekerja sembari kuliah, membantu orang tua walaupun sedikit dan
banyak hal lainnya yang mengasah pengalaman hidup.
Terpenting
saat ini bukan hanya tentang anak perempuan anak pertama ataupun terakhir.
-Biarkan pernyataan-pernyataan tersebut hanya menjadi sebuah anggapan. Kita memang tidak bisa memilih dari orangtua mana kita
dilahirkan. Tapi kita bisa memilih tujuan hidup seperti apa yang kita inginkan.
Isi hidup seperti apa yang kita usahakan.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar