Oleh: Astri Liyana
Perkembangan teknologi telah membawa kita pada
era digital seperti sekarang ini. Sebagai generasi yang tumbuh di tengah-tengah
era digital, kecanggihan teknologi seakan menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari. Berbagai sektor kehidupan membutuhkan media digital, baik akademik
maupun non-akademik. Sehingga, bersinggungan dengan media digital merupakan hal
yang tidak bisa dihindari.
Pengaruh dari perkembangan teknologi pun dapat
kita lihat dan rasakan. buktinya, tanpa disadari kemunculan teknologi ini
menjadikan kita generasi yang super cepat dalam menggali informasi yang
dibutuhkan, tidak hanya dalam negeri, informasi di
luar negeri pun dapat diakses dengan mudah. Selain itu, perkembangan dunia
digital juga memudahkan masyarakat dalam berinovasi, salah satunya memunculkan konsep
digital native yang dapat kita manfaatkan khususnya dalam bidang
pendidikan saat ini.
Marie Marten dalam disertasinya (2011)
menyatakan bahwa digital native merupakan generasi yang lahir dan
dibesarkan di lingkungan teknologi digital. Digital Native ini
dicetuskan oleh seorang pemerhati pendidikan yakni Prensky. Beliau
menggambarkan digital native sebagai
kelompok orang yang yang tenggelam dalam dalam dunia teknologi digital dan
membandingkan dengan “Digital Immigrants” yaitu kelompok yang lebih tua
dan baru beradaptasi dalam dunia teknologi digital.
Berfokus pada digital native yang mampu
menyadarkan kita akan pentingnya memahami perkembangan zaman, memahami perilaku
dan watak generasi yang lahir bersamaan dengan era teknologi digital, seperti
belajar melalui komputer, telepon selular, dan lain sebagainya, tentu saja
membawa perubahan terhadap cara belajar anak, remaja, pendidik, serta peserta
didik. kecanggihan teknologi digital ini diharapkan mampu meningkatkan
keterampilan dan kefasihan dalam menggunakan teknologi digital, guna membangun
daya saing yang berkualitas dalam dunia modern. Oleh karena itu, aspek
pendidikan dengan konsep digital native sangat relevan dengan keadaan
sekarang ini.
Dari pemaparan di atas, penulis mencoba untuk menginkorporasikan
(menggabungkan) pendidikan digital native dengan literasi di lingkungan
pesantren. Tidak hanya legacy content (membaca, menulis, berpikir logis,
dan lain-lain), tapi juga future content (segala hal yang digital
dan teknologis). Dalam hal ini, pesantren diharapkan memberikan
fasilitas serta mendukung konsep literasi dengan digital native dalam
rangka kepeduliannya mengenai kurikulum pesantren dan pola pikir santri yang memang
patut untuk diperhatikan, agar kelak lulusannya berkemampuan menggunakan dan menciptakan informasi dan media dalam
kehidupan sehari-hari, serta mampu bersaing di kancah yang lebih luas.
Apakah inkorporasi (penggabungan) digital
native dengan literasi di pesantren itu penting? Tentu penting. Dalam
meningkatkan mutu pesantren, hal yang harus dilakukan salah satunya dengan cara
memperbarui kurikulum pesantren berdasarkan kebutuhan tuntutan zaman, seperti
mengembangkan teknologi digital ini. Sebab, dari masa ke masa tuntutan kebutuhan
zaman semakin kompleks, berkutat dengan kitab kuning saja belum cukup untuk
menjawab permasalahan yang ada di sekitar kita. Misal, ketika lulusan pesantren
bekerja di perusahaan internasional atau di perusahaan games online yang
pekerjaannya menggunakan media digital, jika ia melek teknologi maka itu
akan memudahkan pekerjaannya.
Contoh
yang lebih sederhana, ketika kita mempelajari bahasa asing, teknologi menjadi
salah satu media yang sangat dibutuhkan untuk mengembangkan pengetahuan bahasa
dan skill berbahasa. Melalui teknologi digital kita bisa mengakses video
mengenai bahasa asing yang ingin dipelajari, belajar bahasa melalui computer
games, storytelling, dan lain sebagainya. Dengan memanfaatkan konsep digital
native ini, selain meringankan tugas guru, juga memberikan pengetahuan,
pengalaman, serta meningkatkan keterampilan teknologi bagi santri.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
inkorporasi (penggabungan) digital native dengan literasi di pesantren merupakan
hal yang penting dan dibutuhkan pada masa ini. Selaras dengan pendapat Laxman
Pendit dalam artikelnya, bahwa literasi sesungguhnya merupakan pengetahuan dan
keterampilan dalam memanfaatkan sumber daya, mengombinasikan pengetahuan
tentang sumber daya, dan pengetahuan tentang cara diseminasi/penyebarannya.
Sehingga, orang-orang yang termasuk digital
natives meskipun di pesantren, mereka tetap bisa mengembangkan literasi
dan identitasnya melalui teknologi
digital. Seperti, membentuk sistem pembelajaran virtual, mengadakan pengajian
kitab kuning secara virtual, kemudian diunggah ke Youtube, Instagram, sebagaimana
yang telah membudaya di era pandemi ini. Wallahu a’lam bisshowab.
Sumber:
Laxman Pendit, Putu. 2013. Digital Native,
Literasi Informasi, dan Media Digital-Sisi Pandang Kepustakawanan. Seminar
dan Lokakarya Perubahan Paradigma Digital. Universitas Kristen Satya Wacana.
0 komentar:
Posting Komentar