Rebana telah menjadi pengiring
favorit dalam pembacaan berbagai maulid seperti Maulid Ad-Diba'i, Maulid
Simtudduror, Maulid Al-Barzanji dan masih sebagainya. Terutama di Indonesia,
banyak diantara para pemuda muslim Indonesia yang piawai memainkan alat musik
dari kulit ini. Setiap pembacaan maulid, rebana seakan telah menjadi pemanis
yang wajib melengkapinya. Meskipun tiap daerah memiliki cara memainkan rebana
tersendiri, tetap saja rebana pilihan utama mereka.
Tidak hanya di Indonesia, rebana
ataupun alat yang menyerupainya sebenarnya banyak sekali berkembang di
negara-negara lain. Namun, rebana lebih diidentikkan dengan alat yang asalnya
dari Timur Tengah. Dalam istilah Arab, rebana lebih dikenal dengan nama
"duff". Istilah ini kerap pula ditemui dalam berbagai hadits Nabi.
Namun, duff di Timur Tengah lebih fleksibel penggunaannya dan tidak hanya
digunakan dalam pembacaan maulid saja. Sehingga rebana (duff) secara garis
besar dapat dikategorikan ke dalam alat musik.
Jika rebana termasuk alat musik,
bolehkah digunakan untuk mengiringi pembacaan maulid, sholawat, ataupun
syair-syair islami lainnya? Pertanyaan semacam ini benar-benar memicu
perdebatan panas bahkan di kalangan sesama saudara muslim sendiri. Terlebih di
bulan Rabiul Awwal, dimana-mana akan diselenggarakan peringatan maulid nabi
saw. Pada beberapa hari sebelumnya maupun beberapa hari setelahnya, hukum
pelaksanaan maulid nabi selalu menjadi perbincangan hangat.
Perlu diketahui sebagian ulama
berpendapat bahwa hukum asal alat musik adalah haram. Pada beberapa hadits,
duff (rebana) termasuk alat musik, dan hukumnya hanya boleh dimainkan oleh
wanita ataupun anak kecil, itupun harus dimainkan ketika pesta pernikahan atau
hari raya saja. Namun, berbeda menurut pandangan Ulama' besar dalam sejarah
Islam yaitu al-Imam Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. Berbeda dengan ulama'
pada umumnya, beliau termasuk ulama' yang mempunyai perhatian besar terhadap
kesenian dan kebudayaan islam. Bahkan dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, beliau
menerangkan satu bab yang mengulas tentang seni terutama seni musik.
Menurut al-Ghazali, baik al-Quran
maupun al-Hadits, tidak satupun yang secara vulgar menghukumi musik. Memang,
ada sebuah hadis yang menyebutkan larangan menggunakan alat musik tertentu,
semisal seruling dan gitar. Namun, sebagaimana yang dikatakan al-Ghazali,
larangan tersebut tidak ditunjukkan pada alat musiknya (seruling atau gitar),
melainkan disebabkan karena “sesuatu yang lain” (amrun kharij). Di awal-awal
Islam, kata al-Ghazali, kedua alat musik tersebut lebih dekat dimainkan di
tempat-tempat maksiat, sebagai musik pengiring pesta minuman keras. Sementara
itu, ulama' tasawuf juga memiliki pandangan tersendiri terkait musik. Sufi
besar Jalaluddin Rumi, menjadikan musik untuk mengiringi tariannya sebagai
sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Artinya, dapat kita lihat dari
sini bahwa ulama' tasawuf sebenarnya tidak terlalu terganggu dengan kehadiran
musik dalam islam. Bahkan mereka memanfaatkannya dan menggunakannya untuk
bertaqarrub.
Sebagai umat muslim yang bijak,
seyogyanya bagi kita untuk tidak mudah menyalahkan hal-hal yang sebenarnya
bernilai kebaikan. Seperti halnya merayakan peringatan maulid nabi, hendaklah
diisi kegiatan seperti diperdengarkannya bacaan alquran tentang Nabi SAW,
bacaan maulid atau riwayat tentang Nabi SAW, atau apapun yang dapat menjadikan
kita untuk mengambil ibrah serta semakin semangat dalam menjalankan sunnah
nabi. Adapun penggunaan alat musik semacam rebana sebagai pengiring maulid,
pada dasarnya tidak memiliki nilai-nilai yang mengandung kemungkaran yang
serupa dengan judi, minum minuman keras, ataupun berkumpulnya lawan jenis.
Sehingga selama pembacaan maulid yang diiringi penabuh rebana tetap menjaga
adab dan sopan santun, maka untuk apa hal ini dilarang?
Wallahu A'lam bi Shawab
Sumber:
https://www.nu.or.id/post/read/19340/pandangan-ulama-terhadap-seni-musik
https://muslim.or.id/9971-hukum-menabuh-bedug-dan-rebana.html
0 komentar:
Posting Komentar