Oleh: Muflikhah Ulya
Saat itu aku sedang
berada di kota Kediri, tepatnya di sebuah pesantren putri yang mana pesantren
ini memang dikhususkan bagi para penghafal al-Qur’an. Suatu sore setelah
pengajian ditutup, salah satu santri memberikan selembar kertas kepadaku. Aku
menerima dan membacanya perlahan, ternyata kertas ini berisikan sholawat
karangan KH. Maftuh Basthul Birri (Pengasuh Pondok Pesantren
Murotilil Quran (PPMQ)
Lirboyo Kediri).
Tak lama kemudian, ibu Nyai atau kami biasa memanggilya Ummi membacakan sholawat
tersebut. Lalu diikuti seluruh santri. Suara Ummi yang begitu merdu, semakin
menambah syahdu suasana saat itu. Aku melihat ke sekeliling, para santri
terlihat sangat khusyu’ membacanya. sembari mengangkat kedua tangan mereka
membacanya secara perlahan, meresapi setiap makna yang terkandung di dalamnya,
hingga tak terasa ada beberapa air mata yang menetes.
Kurang lebih sholawat
itu seperti ini:

Al-Qur’an penuh berkah, mengajilah biar
gagah. (2x)
Al-Qur’an penuh cahaya,
mengajilah biar kaya.
Ngaji Qur’an tidak mudah, janganlah
dianggap mudah. (2x)
Jangan hanya
kanak-kanak, tua pun mengajilah.
Para guru para imam, mengajilah sampai
mahir. (2x)
Itulah perintah allah,
janganlah dilupakan.
Baca tulisan bukanlah ngaji, bahkan
harus sampai pandai. (2x)
Itulah yang namanya
ngaji, yang harus kita tekuni.
Kalau Qur’an diremehkan, hilanglah
barakah Allah. (2x)
Gejolak datang petaka
datang, susah payah kita semua.
Sekarang bukti nyata, sadarlah kita
bersama. (2x)
Di dunia berantakan,
diakhirat masuk neraka.
Semoga Allah melimpahkan, keberuntungan
bagi kita. (2x)
Di dunia sejahtera,
akhir kelak masuk ke surga.
Setelah pembacaan
sholawat tersebut selesai. Para santri menyantap makan malam yang telah
disiapkan. Sembari makan, aku memperhatikan para hamilul Qur’an tersebut.
Wajah-wajah yang cantik berseri, berhias qur’an di hati dan lisan yang tak henti
melantunkan kalam ilahi. Suasana, tempat serta orang orang yang sampai detik
ini membekas di hati.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar