oleh: Fathimatuz zahro
Banyuwangi merupakan pemilik kekuasaan tunggal matahari terbit
hingga mendapatkan julukan sebagai Sunrise Of Java. Letaknya yang berada
paling ujung timur provinsi Jawa Timur membuat siapa saja akan mendapatkan
pemandangan matahari terbit dengan sangat sempurna. Jika dilihat dari peta,
Banyuwangi akan berbatasan langsung dengan perairan laut. Tidak heran jika
disetiap sudutnya akan menyaksikan sempurnanya matahari terbit ditepian pantai
yang menyajikan tenangnya gelombang air laut.
Jika titik
keberangkatan ke Banyuwangi dimulai dari Malang, maka akan ada dua pilihan
yakni jalur utara dan jalur selatan. Jalur utara akan melintasi Situbondo dan
berakhir dengan destinasi Taman Nasional Baluran yang merupakan perbatasan
dengan Banyuwangi. Jalur selatan akan melintasi Lumajang dan Jember yang
kemudian akan berakhir pada kawasan Pegunungan Gumitir. Kawasan ini merupakan
perbatasan antara Jember dan Banyuwangi. Jalanan yang berkelok dengan
tikungan-tikungan tajam membuat setiap pengguna jalan harus senantiasa waspada
dan hati-hati. Tidak hanya kendaraan pribadi saja yang melintasi kawasan ini
namun juga kendaraan-keraan besar seperti truk pengangkut material juga
melintas di jalanan ini. Kurangnya fasilitas penerang jalan, maka sangat
disarankan untuk tidak melewati kawasan ini ketika malam hari. Namun jangan
khawatir, sepanjang jalan terdapat rest area dan warung-warung berjajajar
untuk memenuhi kebutuhan kuliner setiap pengguna jalan.
Ada suatu hal yang
unik ketika melintasi jalanan ini. Disetiap sisi jalan banyak sekali para
wanita pun beberapa juga lelali, tua maupun muda yang berhenti entah dengan
posisi berdiri atau pun duduk. Tidak jarang juga beberapa diantara mereka
mengajak anaknya dan mendirikan tenda kecil yang dibuat dengan bahan seadanya
misalnya beberapa potong bambu dan karung bekas beras sebagai atapnya. Mereka
melambai-lambai kepada setiap pengguna jalan berharap belas kasihan. Tidak
jarang diantara mereka akan mengumpat dan memberikan wajah garang ketika para
pengguna jalan tidak memberi mereka uang. Bagi saya ini adalah hal yang unik
dan sedikit menyeramkan. Pertama, saya tidak pernah menjumpai hal seperti ini sepanjang
saya bepergian. Kedua, mengapa saya mengatakan menyeramkan karena hal ini
didukung dengan nuansa jalan pegunungan atau hutan yang notabene dengan
kawasan sepi dan minim penerangan karena rimbunnya pepohonan.
Timbul pertanyaan
“Apakah hal itu telah menjadi budaya?”. Hasil wawancara dengan salah seorang
penduduk asli Banyuwangi aksi itu sudah biasa dilakukan. Apalagi jika sudah
memasuki bulan ramadhan akan lebih banyak lagi orang-orang yang berada
dikawasan. Mungkin bagi banyak pengguna jalan sudah banyak menjumpai ‘budaya’
seperti itu. Namun bagi saya hal itu masih terasa unik. Ditilik dari segi
ekspresi wajah, gesture tubuh,
reaksi ketika mendapat uang dan ketika tidak mendapat. Bagi seorang human
analize hal-hal seperti itu sangatlah unik untuk dikaji lebih dalam dari
sisi latar belakang dan tujuan. Belum lagi dari seorang anak-anak yang juga
ikut disana tanpa dampingan orang dewasa disekitarnya. Apakah dari perasaan
orang tua tidak ada kekhawatiran mengenai keselamatan anaknya? Ditilik dari ramainya
jalanan Gumitir yang bisa juga disebut sebagai jalur kendaraan besar yang
mengangkut material atau bahan dagangan.
Lain ladang lain
pula belalang. Lain lubuk lain pula ikannya.
Ingin tahu secara langsung? Mari bersama saya menyusuri jalanan
Gumitir dan kita berjumpa di kota. Menuai rindu yang semakin mengudara.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar