Oleh: Ahmad Nasrul
Maulana
#Cerita 1: Tugas yang kacau
"Malam ini
gak ada tugas ?? Kok main mulu ?" Abah membuka
percakapan terlebih dahulu. Tak ada kata yang terucap dariku, Abah kembali
mengulang pertanyaannya.
"Cep, kamu denger kan ??" Ujarnya
dengan nada tinggi.
"Iya bahh, Asep denger kok" Mataku
tak ubannya lepas dari layar ponsel yang terus ku mainkan, meski sedang
menimpali pertanyaan Abah.
"Kalau diajak
ngomong itu liat, gak asik sendiri gitu" Abah menyambar
ponsel dari kedua tanganku. Aku tersentak bukan kepalang, karena game yang ku
mainkan sedikit lagi meraih kemenangan, naifnya Abah mengacaukan semuanya.
"Abahhhhh !!" Teriakku memecah
antero kamar, membuat teman lain yang tertidur menggeliat terganggu.
"Sekarang
kerjain tugasnya, biar entar malam gak berat !!"
"Santai bah, cuman sedikit kok" Timpalku
sembari mencoba merebut ponsel dari tangan Abah.
"Awas saja kalau nanti malam gak selesai, terus
ngajakin nglembur. Aku gak mau" Tidak Abah namanya kalau gak usil menggoda,
bukannya mengembalikan ponsel kepadaku, namun semakin buas aku mencoba merebut,
semakin cepat pula Abah menggerakkan bebas tangannya, sialan.
"Iya Abah, sini balikin"
"Ini kan udah dibalikkin, ya kan ?" Abah
terus menggodaku dengan membalikkan posisi ponselku.
"Hahah lucu" Sahutku ketus.
Kala
purnama terudang..
"Aku tidur dulu ya" Ujar
Abah seraya menutup laptopnya
"Bah, bentar donk. Dikit lagi nih"
Tak henti-hentinya ku geraki tangan Abah, berharap ia tidak terjaga sebelum
tuntas tugasku semuanya.
"Bodoamat, tadi siang katanya sedikit. Aku mau
tidur, capek" Sedikitpun Abah tak menggubris ratapku.
"Sudahlah, aku tidur saja" Akhirnya
aku memutuskan untuk tidur menyusul Abah, sebab ketakutanku berkecamuk lantaran
harus bergelut dengan huruf-huruf Arab di tengah malam yang mencekam ini.
Terkejut
aku di pagi buta. Maksud hati melanjutkan tugasku semalam, tapi alangkah
bahagianya saat ku dapati semua tugasku tuntas tanpa sepengetahuanku. Senyumku
mengembang tatkala mataku menerjap secarik kalimat menutup jawaban atas tugasku.
"Kalau dibilangin itu nurut bocah !!"
"Dasar Abah" Gumamku dalam
hati.
#Cerita 2: Jangan mencerca makanan !!
"Bang, beli
makan yuk !!" Abah memanggil Bambang yang kebetulan
sedang duduk di sampingku. Tanpa berpikir panjang aku berlari mengambil uang di
almari.
"Kenapa, mau nitip ??" Tanya
Abah menyambut kedatanganku dari dalam.
"Iya bah hehehe" Sesekali
aku tertawa kecil, guna meluluhkan hati Abah.
"Gak,
aku gak mau" Timpalnya dingin.
"Yaudah, aku nitip Bambang aja" Kembali
aku menurunkan uluran tanganku yang menggenggam uang usai mendengar penolakan
Abah.
Sekitar satu jam setengah aku duduk menghadap
laptop di teras menanti kedatangan Abah dan Bambang- Mereka tiba.
"Bambang, kan aku tadi pesennya pake sambel ijo,
kok jadi merah ??" Dahiku mengngernyit lantaran makanan yang
ku pesan tidak sesuai dengan ekspekku.
"Maaf Cep, aku lupa"
"Gimana sih Bang, padahal aku kan gak suka
makanan pake sambel merah gini"
"Sudah, kamu makan punyaku saja. Dari pada kamu
terus mencerca rezeki. Ini punyaku pake sambel ijo" Abah
mengambil makananku lantas menukarnya dengan miliknya.
"Bah, gak
usah. Aku makan punyaku saja" Ujarku merendah, menyimpan rasa
malu yang mendalam. Abah tidak menghiraukan perkataanku, ia berlalu ke dalam
rumah. Beberapa saat kemudian, Abah keluar dengan menenteng dua buah piring dan
sendoknya.
"Ini piringmu"
"Makasih bah" Ahh lembut nian
hati Abah, faktanya sejauh ini memang aku lah yang terlalu berlebihan menilai
rendah Abah. Teguran yang acap kali dilontarkan, ternyata menyimpan nilai
pelajaran besar terhadap kehidupan ini.
#Cerita 3: Pamit
Merebaknya pandemi covid-19 di dunia ini
menuntut khalayak luas untuk mengisolasi dirinya di dalam rumah. Begitupun
denganku kini, yang memutuskan pulang ke kampung halaman. Sebenarnya hal itu
bukan pilihanku, aku tetap ingin berada di sini menghabiskan hari libur dengan
mereka semua, teman-temanku. Tapi orang tua lah yang mendesak.
Pagi itu, usai mengngemasi barangku aku
menyalami satu per satu penghuni rumah ini. Aku geram lantaran Abah tak
henti-hentinya mengejekku.
"Dasar lemah, gitu aja pulang"
Berulang kali Abah melontarkan ledekannya terhadapku. Perlahan telingaku semakin memanas, aku memutuskan untuk menatap tajam Abah.
"Maumu apa sih ??"
"Haha dasar orang lemah" Abah
tetap melontarkan kalimatnya itu.
"Bodoamat, awas saja nanti kalau pulang" Bentakku
sebelum berlalu meninggalkan Abah. Tanganku terkunci, Abah menarik tanganku.
Mataku beradu dengan Abah, ia berbisik lirik di telingaku.
"Hati-hati di jalan, sampaikan salam kepada
keluargamu. Semoga senantiasa diberi kesehatan !!" Mataku
memerah, sepertinya Abah berat untuk melepasku untuk kembali pulang.
"Abah di sini sehat-sehat juga ya, dengan teman
semuanya"
"Insyaallah"
#Cerita 4: Bapak tua
Pagi ini aku dan Abah bersimpuh santai di teras rumah. Terbilang cukup jarang, aku dan Abah bisa seakur ini. Disaat sedang fokus-fokusnya aku membaca kitab dan Abah yang asyik dengan ponselnya, konsentrasi kami pecah lantaran suara langkah kaki dibarengi dengan ringkihan nafas besar. Aku terperanjat, tatkala menatap tubuh rentah berjalan gontai di depan rumah. Kami berdua saling tatap. Sedikitpun aku tidak bergeming, hingga Abah memutuskan untuk menghampirinya.
"Cep sini !!" Panggil Abah.
"Nggak bah, Abah aja yang ke sini sama bapak itu"
Abah membopong tubuh bapak tua itu. Bajunya lusuh pun dengan peci yang dikenakannya. Usai ia duduk, Abah menanyainya. Sungguh tulus hati Abah sekali pun dengan orang yang tak dikenalnya.
"Bapak rumahnya dimana ??" Entah karena faktor lansia, bapak itu berkata tidak sesuai dengan tanyanya. Berulang kali Abah kembali bertanya, namun bapak itu terus bercerita ihwal jalan hidupnya yang mengutuknya menjadi orang yang terbuang seperti ini.
"Bah, gimana ini ??" Aku berbisik kepada Abah.
"Ambilkan dia minum !!" pintanya, lantas kembali menyimak cerita bapak tua.
Aku kembali dengan segelas air kosong. Alangkah nikmatnya melihat tenggorokan kering itu terguyur oleh air yang segar.
"Belikan Nasi cep !!" Kembali Abah memintaku untuk kedua kalinya.
"Abah saja dah, ya ?? Hehehe"
"Yaudah, kamu di sini, ajak ngobrol ya !!"
Sepanjang percakapan, aku hanya mengngangguk mengerti mendengar cerita bapak tua itu. Tapi aku kehabisan bahan obrolan, sehingga bapak itu pun terdiam cukup lama, pun dengan Abah yang tak kunjung kembali. Alhasil, bapak itu berdiri lantas memakai sandalnya. Berusaha aku melerai, tapi ia tak menghiraukan ujaranku- Bapak tua itu pergi.
#Cerita 4: Bapak tua
Pagi ini aku dan Abah bersimpuh santai di teras rumah. Terbilang cukup jarang, aku dan Abah bisa seakur ini. Disaat sedang fokus-fokusnya aku membaca kitab dan Abah yang asyik dengan ponselnya, konsentrasi kami pecah lantaran suara langkah kaki dibarengi dengan ringkihan nafas besar. Aku terperanjat, tatkala menatap tubuh rentah berjalan gontai di depan rumah. Kami berdua saling tatap. Sedikitpun aku tidak bergeming, hingga Abah memutuskan untuk menghampirinya.
"Cep sini !!" Panggil Abah.
"Nggak bah, Abah aja yang ke sini sama bapak itu"
Abah membopong tubuh bapak tua itu. Bajunya lusuh pun dengan peci yang dikenakannya. Usai ia duduk, Abah menanyainya. Sungguh tulus hati Abah sekali pun dengan orang yang tak dikenalnya.
"Bapak rumahnya dimana ??" Entah karena faktor lansia, bapak itu berkata tidak sesuai dengan tanyanya. Berulang kali Abah kembali bertanya, namun bapak itu terus bercerita ihwal jalan hidupnya yang mengutuknya menjadi orang yang terbuang seperti ini.
"Bah, gimana ini ??" Aku berbisik kepada Abah.
"Ambilkan dia minum !!" pintanya, lantas kembali menyimak cerita bapak tua.
Aku kembali dengan segelas air kosong. Alangkah nikmatnya melihat tenggorokan kering itu terguyur oleh air yang segar.
"Belikan Nasi cep !!" Kembali Abah memintaku untuk kedua kalinya.
"Abah saja dah, ya ?? Hehehe"
"Yaudah, kamu di sini, ajak ngobrol ya !!"
Sepanjang percakapan, aku hanya mengngangguk mengerti mendengar cerita bapak tua itu. Tapi aku kehabisan bahan obrolan, sehingga bapak itu pun terdiam cukup lama, pun dengan Abah yang tak kunjung kembali. Alhasil, bapak itu berdiri lantas memakai sandalnya. Berusaha aku melerai, tapi ia tak menghiraukan ujaranku- Bapak tua itu pergi.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar