Oleh: Inayatul Maghfiroh
Dalam peradabannya ilmu fiqih juga mengalami masa
kemunduran, namun perjuangannya tidak hanya berhenti pada tiik itu, dicatat
dalam sejarah bahwa setelah masa kemundurannya, ilmu fiqih mengalami masa
kebangkitan kembali.
Setelah mengalami masa kebekuan dan kelesuan pemikiran
selama beberapa abad, para pemikir Islam berusaha keras untuk membangkitkan
Islam kembali, termasuk di dalamnya hal pemikiran hukumnya. Kebangkitan kembali
ini timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang membawa kemunduran dunia
Islam secara keseluruhan. Maka kemudian muncullah gerakan-gerakan baru.
Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H
merupakan suatu wujud kesadaran dari kebangkitan hukum Islam. Bagi mayoritas
pengamat, sejarah kebangkitan dunia Islam pada umumnya dan hukum Islam
khususnya, terjadi karena dampak Barat. Mereka memandang Islam sebagai suatu
massa yang semi mati yang menerima pukulan-pukulan yang destruktif atau
pengaruh-pengaruh yang formatif dari barat. Fase kebangkitan kembali ini
merupakan fase meluasnya pengaruh barat dalam dunia Islam akibat
kekalahan-kekalahan dalam lapangan politik yang kemudian diikuti dengan
bentuk-bentuk benturan keagamaan dan intelektual melalui berbagai saluran yang
beraneka ragam tingkat kelangsungan dan intensitasnya. Periode kebangkitan ini
berlangsung mulai sejak abad ke 19, yang merupakan kebangkitan kembali umat
islam, terhadap periode sebelumnya, periode ini ditandai dengan gerakan
pembaharuan pemikiran yng kembali kepada kemurnian ajaran islam.
Kesadaran umat
islam akan kelemahannya yang cukup lama memunculkan semangat pembaharuan
kembali, dikutip dari catatan ahli sejarah, salah satu hal yang memancing
tumbuhnya kesadaran umat islam akan kelemahannya adalah munculnya Napoleon
Bonarpate menduduki mesir pada tahun 1798. Kejatuhan mesir ini menyadarkan umat
islam bahwa betapa lemahnya mereka, selain itu kemajuan peradaban dunia barat
yang semakin berkembang merupakan ancaman bagi dunia islam. Dari situlah, para
raja dan pemuka-pemuka islam mulai berfikir bagaimana caranya meningkatkan mutu
dan kekuatan islam kembali, sehingga muncul gagasan dan gerakan pembaharuan
dalam islam, baik di bidang pendidikan, ekonomi, militer, sosial, dan gerakan
intelektual lainnya.
Gerakan pembaharuan ini cukup berpengaruh
terhadap perkembangan fiqih, hingga muncullah para ulama’ yang menyerukan
suaranya untuk kembali kepada syari’at islam yang benar. Dimulai pada abad
ke-13 hijriah oleh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengumandangkan seruan
pembasmian bid’ah dan mengajak kembali kepada Al qur’an, sunnah, serta amalan
para sahabat, dan dari sinilah timbul pengikut wahabiyyah.
Tidak hanya
oleh Muhammad bin Abdul Wahab, di
Libya, Muhammad bin sanusi juga menyerukan untuk membersihkan agama dari
usaha-usaha infiltarsi musuh islam yang menyisipkan ajaran-ajaran yang
menyesatkan, dilanjutkan oleh Al Mahdi usaha memperbaiki sendi agama sesuai
dengan hokum tuhan dan rosul-Nya.
Dilanjutkan pada abad ke-20 M, tepatnya akhir
abad ke-19 oleh tokoh bernama Jamaluddin
AL Afghani. Ulama mesir yang ingin memerdekakan diri dari para penjajah dibantu
oleh Muhammad Abduh yang mengadakan dakwah yang mengajak masyarakat kembali
kepada madzab salaf dan kepada sumber-sumber yang asli, serta mengumumkan
adanya perang terhadap taqlid, meyatukan madzhab serta menjauhkan bid’ah.
Atas izin
Allah, melalui usaha-usaha beliaulah menghasilkan corak baru dalam mempelajari
ilmu fiqh, yaitu: mempelajari fiqih di bawah pancaran sinar nash syari’ah yang
asli sesuai dengan kebutuhan masa serta pertumbuhan masyarakat.
Diantara
beberapa tanda kebangkitan fiqih salah satunya umat islam telah mulai
mempelajari fiqih dengan cara perbandingan, bukan lagi menganut madzhab
tertentu, tetapi melakukan perbandingan antara madzhab satu dengan yang
lainnya.
Sumber: Buku Pengantar
Ilmu Fiqh, Hal 87-88.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar