Cerita sebelumnya: Usai mendapatkan izin dari Raja untuk keluar dari istana, pangeran Yazid memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menemui putri Sabilla. Namun sayangnya perjumpaannya dengan putri Sabilla tidak begitu lama, lantaran pengawal suruhan Raja menyeretnya untuk kembali ke istana.
Oleh: Ahmad Nasrul Maulana
Aku sudah menduga bahwa Raja akan murka
terhadapku lantaran lalai akan perintahnya, lalu dia akan mencercaku panjang
lebar. Terbukti saat aku tiba di istana, bukannya membawaku ke ruang pertemuan
menuju pesta, pengawal suruhan Raja itu malah menyeretku ke arah ruang
peradilan tempat biasa hukuman dijatuhkan bagi pelanggar, baik dari kalangan
rakyat biasa, abdi istana maupun keluarga istana sekalipun. Raja tak pernah
berat sebelah, ia tak segan-segan memberikan ganjaran setimpal atas perbuatan
menyimpang dari para pelanggar peraturan.
Paman Fahrijal merupakan salah satu algojo
yang biasa melaksanakan hukuman yang telah ditetapkan oleh Raja seperti hukum
cambuk, memotong tangan atau bahkan memenggal kepala. Sebenarnya dia sendiri
tak tega melihat orang yang dicambuknya merintih kesakitan menahan panasnya
pukulan darinya. Namun perintah tetaplah perintah yang harus ia patuhi. Dengan
kemurahan hatinya Paman Fahrijal mempunyai cara cerdik untuk meringankan
hukuman para pelanggar istana yang dikasihaninya, jika Paman disuruh untuk
mencambuk sebanyak dua puluh kali, maka Paman Fahrijal akan mensiasati dengan
mencambuk sepuluh cambukan pertama dengan keras lantas sisanya dia lakukan
dengan pelan, sebab lima kali cambukan saja rasanya bagai ditusuk jarum sejuta
yang menyeruak masuk ke tulang sakitnya. Selain Paman Fahrijal, Raja juga
memiliki algojo lain yang disiapkan untuk menghukum pelanggar kejahatan dari
dua orang atau lebih, tak mungkin Paman Fahrijal mencambukinya seorang diri.
Untuk itu Raja mengangkat Paman Ayub sebagai algojo kedua. Jika Paman Fahrijal
terkadang menaruh iba terhadap pelanggar yang dihukumnya, lain halnya Paman
Ayub yang teramat arogan tabiatnya. Tak jarang banyak orang memilih untuk
dicambuk Paman Fahrijal dibandingkan dengannya. Karena seusai dicambuknya
orang-orang mengeluh lantas berobat ke tabib untuk memyembuhkan rasa sakit dan
menghilangkan bekasnya, itu pun butuh waktu berhari-hari untuk benar-benar
bersih. Namun bekas cambukan Paman Fahrijal akan hilang hanya dengan digosok
dengn minyak ekstra daun gingseng. Di kerajaan, pelanggar pria akan ditangani
oleh pria dan wanita oleh wanita, karena itu Raja mempunyai satu-satunya algojo
wanita sebab pelanggar dari kalangan wanita sangatlah jarang, jadi Bibi Indana
seorang diri menghabisi bedebah- bedebah dari kaum hawa. Meskipun wanita, Bibi
Indana juga tak kalah garangnya dengan pria saat berhadapan dengan penyimpang
durjana. Tapi sebenarnya ia adalah seorang wanita yang berhati mulua, lembut
dan tak enggan menyapa.
"Kau kah itu Pangeran ? Masuklah
!!". Aku berharap orang yang memanggilku dari balik pintu ruang peradilan
Paman Fahrijal. Sebab hanya dengannya aku bisa menawar hukumanku yang telah
dijatuhkan oleh Raja. Ternyata dugaanku benar, Paman Fahrijal melontarkan
senyum kecilnya tatkala mendapatiku melangkah masuk untuk menerima hukum
cambukan. Ini sudah kedua kalinya aku terjerumus ke ruangan ini setelah Zuki
mengajakku untuk bermain kembang api di dekat lumbung jerami. Bukan Zuki
namanya kalau tidak ceroboh di setiap tingkahnya, ia meletakkan kembang api
pada posisi terbalik, alhasil kembang api meluncur ke arah tumpukan jerami
kering, akibatnya api merambat cepat hingga bagian belakang lumbung habis
terbakar. Tanpa berfikir panjang aku dan Zuki diseret Raja ke ruang peradilan,
limabelas cambukan dari tangan Raja sendiri melesat ke punggung kami. Naif.
"Paman Ijal, adakah Raja di
sini ??". Tanyaku sembari menyambut uluran tangannya yang menuntunku ke
tempat penyambukan. Sesekali aku melihat sekeliling ruangan untuk memastikan
bahwa Raja benar-benar sedang tidak di sini. Sebab aku tak bisa menawar jumlah
cambukan apabila Raja menunggui.
"Tenanglah !! Ayahmu sedang ada
di ruang pertemuan menyambut para tamu. Dua puluh cambukan perintahnya
!!". Balas Paman bersiap untuk memulai cambukan pertamanya.
"Tegakah engkau melihat putra tertua
Burhan berjalan seok saat menggandeng calon permaisuriku nanti ?? Bagaimana
bisa putra tergagah Nabila terlihat lemah di hadapan para tamu istana karena
menahan rasa sakit dari cambukanmu ?" Bujukku mengiba.
"Aku sudah menduganya".
Setelah mendengar rayuanku dengan cepat ia menyelesaikan sisa cambukannya
dengan pelan dan lembut. Terbaik memang Paman Fahrijal.
Selepas dari ruang peradilan,
bergegas aku kembali untuk menemui Raja. Tatkala melewati taman bunga untuk
sampai ke ruang pertemuan yang berada di ujung utara istana, aku bertemu dengan
gadis bergaun putih berdiri memandangi hamparan tanaman yang bersusun apik.
Tanpa ku sadari langkahku semakin dekat dengannya. Hendak saja aku menepuk
pundaknya, ia terlebih dahulu memalingkan tubuh. Alamak, cantik nian raut
wajahnya, hidungnya, matanya, mulutnya tercipta sangat sempurna, rambutnya
terurai rapi dengan selipan setangakai bunga sepatu menambah rona rupawan gadis
manis berpipi lesung bak princess Elza di film yang biasa diputar Putri Nety
dan Yola saat hari Minggu tiba.
"Anda siapa ? Maaf aku telah
lancang memetik tanamanmu tanpa izin". Mungkin ia mengira bahwa aku adalah
penjaga taman yang akan marah bila mendapati orang dengan jali merusak
bunganya.
"Aku Pangeran Yazid, kau siapa
??" balasku ketus.
"Apa ? Pangeran Yazid ??"
mendadak gadis itu mengernyitkan dahi seperti terkejut setelah mendengar
namaku.
"Iya. Kenapa ?" belum juga
ia menjawab pertanyaanku tiba-tiba pelayan datang menghampiri untuk memberi
tahu bahwa gadis itu dipinta untuk pergi ke ruang pertemuan. Aku mengikutinya
berjalan di sebelahnya, toh tujua kita pun searah. Sepanjang perjalanan tak ada
dialog antara kita, hingga sampai di pintu ruangan seluruh mata tertuju pada
kita berdua yang berdiri mematung di tengah pintu lantaran tersontak melihat
seisi ruangan terbelalak seakan terbius oleh kehadiran kita. Tak berselang lama
Guru Barzah bangkit dari duduknya kemudian menepukkan kedua telapak tangannya,
seperti menghasilkan mantra jitu yang memaksa seluruh penghuni ruangan untuk
mengikutinya, ruangan yang semula lengang kini riuh oleh gemuruh tepukan
tangan. Bersamaan dengan itu, seorang pria berjubah layaknya Raja datang
menghampiriku, ia menarik tanganku juga gadis itu untuk berjalan mendekati
Raja.
"Saya Raja Nailur dan Ratu Ilma
telah sepakat memilih putra tertua Raja Burhan sebagai pendamping putri cantik
dari kerajaan Ashwat".
Aku masih tak percaya, benqrkah
gadis bermata terang itu akan menjadi permaisuriku ?? Putri Hilwah, nama yang
sangat indah. Senyumnya mengembang tatkala aku menatapnya lebih dekat, ia
tersipu hingga pipinya memerah.
"Selamat Kak !! Memang putra
tertua harus mendapatkan yang istimewa". Bisik Ziyad menggodaku lalu
merangkulku diikuti oleh tujuh saudaraku lainnya. Kami saling merangkul.
Sungguh harmonis ke sembilan putra Burhan jika sudah berkumpul bersama. Kami
benar-benar bahagia apalagi telah menemukan masa depan kami semua. Raja, Ratu
Nabila, Faizah dan Ayu Dhiva turut serta mengucapkan selamat dan menciumi
kening kami.
"Dua bulan lagi, kalian resmi
menjadi keluarga kerajaan yang telah memilih kalian." kami tertegun,
secepat inikah pernikahan kami akan berlangsunv ?, jika memang sedekat ini
tempo yang diberikan oleh Raja, maka sedikit pula waktu kebersamaan kami di
istana, lalu berpisah untuk menapaki jalan hidup kami masing-masing.
"Raja, sungguhkah engkau akan
melepas kami dalam waktu sedekat itu ??" tempramen Zuki memang paling
keras dan pemberani diantara kita, ia bahkan tak ada perbedaan saat berbicara
dengan Raja dan orang biasa, kecuali dengan ibunya jua ia akan bertutur lembut di
hadapannya.
"Bahkan waktu dua bulan pun aku
masih ragu dengan keculasanmu". Jawabnya singkat lantas berlalu
meninggalkan kami.
Coming Soon; Malam Pertama
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar