Oleh: Muhammad Anis Fuadi
Olahraga yang satu
ini tidak diragukan lagi telah menjadi kegemaran bagi masyarakat di seluruh
dunia, khususnya di Indonesia. Sepakbola sudah menjadi olahraga yang paling
menarik semua kalangan. Seakan-akan sepakbola bisa membuat siapapun yang
menyaksikannya, tersihir untuk langsung menyukainya. Dalam sebuah tim
sepakbola, terdapat para pendukung yang dikenal dengan nama supporter.
Mereka memiliki fanatisme yang tinggi terhadap suatu tim sepakbola. Terlebih supporter
di Indonesia yang memiliki fanatisme tinggi, rela menyaksikan tim kebanggaannya
bermain dimanapun berada, rela begadang menonton laga timnya, dan rela
berkorban demi mengawal tim kebanggaannya bertanding.
Fanatisme dan
animo tinggi masyarakat Indonesia terhadap sepakbola, sebenarnya dapat
dijadikan alat untuk menyatukan semua suku, agama, dan latar belakang
masyarakat dalam satu stadion. Menurut Brigadir Jenderal TNI Acub Zaenal, bapak
pendiri tim sepakbola arema, mengatakan dalam situs https://www.imgrumweb.com/hashtag/LuckyAcubZaenal, bahwa beliau mendirikan klub arema agar para pemuda Malang
bersatu. Hal ini semakin memperjelas bahwa keberadaan tim sepakbola benar-benar
dapat diandalkan untuk menjadi alat pemersatu bangsa. Akan tetapi, pada
akhir-akhir ini semakin marak tindak-tindak anarkis, rasis, bahkan kekerasan
yang tak jarang menimbulkan korban.
Hal tersebut tentu
dapat mencoreng nama baik persepakbolaan Indonesia. Dengan begitu, sepakbola
akan dianggap sebagai pemecah belah bangsa bukan lagi pemersatu bangsa.
Masyarakat mulai menganggap bahwa dengan diselenggarakannya sebuah pertandingan
sepakbola yang syarat gengsi, akan selalu menimbulkan kerugian dan korban.
Kerugian tentu akan diterima dari berbagai pihak, mulai dari supporter, klub,
hingga masyarakat sekitar juga akan terkena imbasnya.
Memang hal inilah yang akan terjadi
jika dalam setiap pertandingan sepakbola mengatasnamakan permusuhan bukan
persaudaraan. Dengan mengatasnamakan permusuhan, maka semua pihak dalam
sepakbola akan memiliki rasa dendam dan kebencian terhadap lawan yang
dihadapinya. Sehingga jika terjadi kekalahan pada suatu tim, mereka tidak akan
bisa menerima kekalahan itu dan berimbas pada tindak-tindak anarkis seperti
merusak fasilitas stadion, penyerangan terhadap panitia pelaksana pertandingan,
atau bahkan tawuran.
Sebaliknya, jika
pada setiap pertandingan mengatasnamakan persaudaraan, maka tidak akan ada rasa
dendam dan kebencian antar pihak. Sehingga apabila terjadi situasi kemenangan
ataupun kekalahan akan dapat menerima dengan baik dan menyadari bahwa seperti
itulah pertandingan. Menang atau kalah, itu merupakan hal yang biasa. Dengan
demikian, tidak akan terjadi kerusuhan-kerusuhan yang tidak diinginkan. Namun,
mengatasnamakan persaudaraan dalam setiap pertandingan di Indonesia sudah mulai
jarang ditemui.
Persepakbolaan Indonesia mulai masuk
fase kegelapan, dimana masyarakatnya seakan melupakan apa tujuan sepakbola
diselenggarakan. Dipikiran mereka hanya ada permusuhan, persaingan, dan rasa
kebencian. Mereka terus menuntut prestasi namun tidak dibarengi dengan aksi
yang sehat. Mereka tidak sadar bahwa aksi anarkis yang mereka lakukan justru
akan menghalangi tercapainya sebuah prestasi.
Terbaru, terjadi
kematian seorang supporter Persija Jakarta yang bernama Haringga Sirilla
yang tewas dikeroyok kelompok supporter tim lain di Indonesia. Hal ini
ditanggapi serius oleh pemain senior Persija Jakarta, Bambang Pamungkas dalam http://kaltim.tribunnews.com/2018/09/24/betapa-pedih-indonesia-tanpa-sepakbola-tapi-bambang-pamungkas-setuju, dirinya sangat setuju lebih baik tanpa sepak bola di negeri ini
jika terus bermunculan korban jiwa. Meski ia tak bisa membayangkan betapa
anehnya negeri ini tanpa sepak bola, tetapi semua demi kebaikan.
Padahal, pemain yang lekat dengan
nomor punggung 20 itu sebelumnya sudah mengimbau The Jak Mania untuk tidak
hadir ke Bandung. Namun tampaknya imbauan Bambang Pamungkas tidak diindahkan dan justru dilanggar. Seperti diberitakan
sebelumnya, menurut keterangan saksi di lokasi mendiang Haringga meninggal
karena dikeroyok oknum Bobotoh. Korban yang dikejar sempat meminta tolong
kepada tukang bakso di sekitar stadion. Namun oknum suporter lain kemudian
melakukan pengeroyokan dengan memukul menggunakan balok kayu, piring, botol
dan lainnya. Korban yang hanya sendirian kemudian tewas di tempat dengan
keadaan yang mengenaskan.
Kejadian tersebut
cukup menggambarkan betapa mirisnya kondisi sepakbola tanah air saat ini.
Segala upaya tentu sudah dikerahkan demi teciptanya kembali sepakbola yang
sehat. Akan tetapi, memang disana sini masih ada saja beberapa oknum supporter
yang menolak untuk menciptakan persepakbolaan yang sehat.
Bahkan diantara mereka ada yang
berprinsip bahwa rivalitas dan permusuhan antar klub pesaing itu tidak dapat
dihentikan alias berkeyakinan bahwa rivalitas dan permusuhan itu abadi. Mereka
terkesan anti terhadap perdamaian antar kubu. Sehingga sangat sulit memberikan
pemahaman kepada mereka bahwa sepakbola itu dipenuhi rasa persaudaraan dan
perdamaian. Perlu adanya ketegasan dari para petinggi sepakbola ataupun
pemerintah untuk menindaklanjuti mereka yang telah berprinsip seperti ini.
CEO PT LIB (Liga
Indonesia Baru), Risha Adi Widjaya mengatakan dalam situs https://bola.kompas.com/read/2018/09/24/15094848/pt-lib-kami-prihatin-sepak-bola-pemersatu-bangsa, “Kami menyampaikan prihatin atas peristiwa tersebut. PT LIB
selalu berusaha keras untuk menghilangkan segala bentuk kekerasan dalam sepak
bola,” Untuk langkah berikutnya, PT LIB akan melihat fakta tersebut sebagai
kejadian yang sangat serius.
PT LIB akan berkoordinasi dengan
semua pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan tugas dan
wewenangnya masing-masing. “Kepada semua elemen pemangku sepak bola nasional,
mari berkomitmen agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Mari sama-sama
menempatkan sepak bola sebagai pemersatu bangsa,” ujar Risha Adi Widjaya. Saat
ini, pihak kepolisian sudah mengamankan 16 orang yang diduga menjadi pelaku
pengeroyokan Haringga Sirila. Dari jumlah tersebut, delapan orang diantaranya
sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Dengan demikian,
maka paling tidak oknum supporter yang telah menjadi tersangka akan mendapat
efek jera sehingga mereka berhenti untuk tidak melakukan lagi hal yang serupa.
Sehingga semakin besar harapan bagi Indonesia untuk kembali menunjukkan
prestasi yang gemilang di ranah sepakbola dunia yang menjadikan Bangsa
Indonesia kembali gandrung akan seakbola Indonesia.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar