Oleh: Ahmad Nasrul Maulana
"Yazid, bangun Zid !! Sebentar lagi
pesta akan dimulai". Sergap Raja sembari membanting daun pintu.
Wajahku tenggelam penuh di balik selimut, sedang Raja bersikeras terus menariki
kakiku. Dengan jiwa yang belum sepenuhnya utuh, aku mencoba membangkitkan
tubuhku malas dari pada aku harus menerima pukulan rotan yang menjadi kebiasaan
Raja yag acap dilakukan saat membangunkan. Hari ini aku dan kedelapan saudaraku
dituntut untuk bangun lebih pagi, sebab tepat pukul tujuh nanti istana akan
mengadakan jamuan besar-besaran terhadap sembilan kerajaan yang akan bertandang
untuk menghadirinya.
"Sebelum
kau mandi, bangunkan saudara-saudaramu terlebih dahulu. Ayah tak mau tahu,
tepat pukul tujuh kalian sudah memakai baju kebesaran lantas berkumpul di ruang
pertemuan lantai dasar!!" bentaknya tegas sebelum berlalu membuyarkan
kantukku. Sepertinya Raja geram sebab diantara kita tak ada satu pun yang
mendengarkan perintahnya, hanya aku seorang itu pun karena ranjangku paling
dekat dengan pintu sehingga mudah untuk dijangkau olehnya.
Sedang yang lain masih pulas terjaga, hanya
Soib saja yang merubah posisinya menjadi duduk, namun hal itu tak berlangsung
lama ia kembali terbaring. Aku mencoba beranjak untuk membangunkan mereka, tapi
nihil, pantas saja Raja geram, ternyata pesta mabuk arak semalam benar-benar
mengutuk mereka untuk terus terjaga. Tanpa berfikir panjang, ku ambil segelas
air putih lantas ku percikkan ke arah wajah mereka.
"Kurang
ajar, apa-apaan kau Kak, tak bisakah kau membangunkan tanpa air?" teriak
Ziyad terkejut yang memang ia adalah sasaran pertamaku, hidungnya kembang
kempis bersamaan dengan dada yang naik turun menyimpan kekesalan mendalam
terhadap perbuatanku. Tak lama berselang, semua terbangun hampir serentak
lantaran tak ingin menerima percikan air dariku.
"Sekarang
pukul enam lewat limabelas menit, kita masih punya waktu empat puluh lima menit
untuk mengenakan baju kebesaran dan pergi ke ruang pertemuan di lantai dasar.
Jangan membuat Raja murka lagi, segera beranjak!!" paparku.
Mendengar
penjelasanku, sontak mereka bergegas pergi ke kamar mandi. Rupanya mereka nampak
jera saat Raja murka, terlebih lagi Ziyad, Baldan, Zuki dan Muchlis yang
berulang kali mendapat makian Raja ketika naik pitam. Kala itu Raja benar-benar
tersulut emosinya sebab keempat putra mahkotanya berbuat keji dan tak pantas
untuk dilakukan oleh keluarga istana. Mereka berempat tertangkap basah memeras
dan bertindak kasar kepada rakyat jelata. Usai mendengar laporan dari abdi
istana yang kebetulan menyaksikan dengan mata kepala sendiri atas kejadian itu,
Raja memanggil mereka berempat ke dalam ruangannya lalu memarahinya
habis-habisan. Tak hanya itu, Raja juga menjatuhkan hukuman limabelas kali
deraan. Sangat menyedihkan.
"Soib,
Kholis! Kalian yakin tak pergi membersihkan diri segera?? Hati-hati, cambuk
melayang" ujarku kepada mereka berdua yang masih berbaring di ranjang.
"Yang
mulia, anak-anak dimana??"
"Sabar
Ratu!! mereka akan segera turun"
Seluruh
mata tertuju kepada kami, ruang pertemuan benar-benar telah padat oleh banyak
tamu maupun keluarga istana, meja-meja dipenuhi makanan dan buah-buahan, baik
lokal maupun imporan, gelas-gelas disusun rapi semakin mempercantik sudut
istana, bak perayaan holy di musim panas. Dengan memasang senyum semanis
mungkin sepanjang menuruni anak tangga, kami bersembilan berjalan gagah menuju
singgahsana di samping Raja, lalu di sampingnya lagi kursi para penasehat, lalu
sampingnya lagi kursi para menteri. Usai semua berkumpul, paman Ridho selaku
penasehat Raja mengulurkan tangan sebagai tanda dimulainya pesta, namun hal itu
ditepis oleh paman Ubaid selaku penasehat pula.
Raja
memiliki lima penasehat agung yang mana setiap Raja hendak memutuskan perkara,
Raja perlu bermusyawarah terlebih dahulu dengan kelima penasehat cerdiknya.
Paman Ridho yang amat jenius dalam bidang astronomi, paman Ubaid di bidang
geografi, paman Anjal dalam bidang filsafat, paman Yasin dalam bidang
penafsiran dan paman Atho' dalam bidang sosiologi. Mereka adalah orang-orang
hebat kebanggaan Raja. Apabila sudah berkumpul dan saling beradu argumen,
setengah hari belum tentu cukup untuk menuntaskannya.
"Yang
terhormat Tuan Ridho, masih ada dua kerajaan lagi yang belum tiba di istana.
Menurut kabar yang saya terima, rombongan mereka sudah berada di perbatasan
sungai gangga dekat gerbang kerajaan bagian utara, mungkin sebentar lagi mereka
tiba". Tukas paman Ubaid yang membuat Guru Barzah terduduk kembali.
Sembari
menunggu kedua kerajaan yang belum tiba, aku akan memperkenalkan terlebih
dahulu seluk beluk keluarga kerajaanku. Namaku Yazid, aku adalah putra Burhan
tertua diantara delapan saudaraku. Setelahku Ziyad, setelahnya lagi Zaid,
kemudian Zuki, Soib, Baldan, Muchlis, Ilham dan yang paling muda Kholis. Ayahku
bernama Fika Burhan yang merupakan penguasa kerajaan Ad-du'ali dengan ketiga
permaisurinya yakni Ratu Nabila, Ratu Faizah dan Ratu Ayu Diva. Aku, Zuki,
Muchlis dan putri Yola terlahir dari Ratu Nabila, sedang Ziyad, Zaid, Soib,
Ilham dan Kholis putra dari Ratu Faizah, lalu Baldan, Putri Arfia, Putri Nety
Novita dan Putri Lilik beribu Ratu Ayu Dhiva.
Lamunanku
pecah lantaran suara terompet kedatangan yang bergema seantero istana.
Sepertinya rombongan kerajaan telah melangkah masuk istana. Sejauh ini aku tak
tahu kerajaan-kerajaan mana saja yang diundang Raja untuk menghadiri pesta
besar ini.
"Para
hadirin, tamu undangan maupun keluarga istana yang sangat saya muliakan,
berhubung masih ada satu kerajaan lagi yang belum tiba di istana dan tidak
memungkinkan untuk menunggu sebab waktu yang semakin menyiang, maka saya perkenankan
kepada Guru Barzah untuk memulai pestanya". Ujar Paman Anjal lantas
dibalas Raja dengan anggukkan.Coming soon "Kerajaan yang tertinggal"
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar