Oleh: Riska Khoirunnisa
Indonesia adalah negara yang paling kaya dengan kemajemukannya,
sekitar 17.508 pulau membentang dari sabang sampai merauke dihuni oleh ratusan
suku, dengan aneka warna kulit, bahasa, adat istiadat dan agama. Semua
disatukan menjadi satu negara, satu bangsa dengan semboyannya Bhineka Tunggal Ika. Namun, bila
kemajemukan ini tidak kita jaga bersama, Indonesia sangat rawan terancam
disintegrasi dan mudah di porak porandakan. Lalu bagaimanakah
merawat kemajemukan ini, dalam Syarah Al Qur’an yang bertajub “Membangun Harmoni Sosial di Tengah-Tengah
Keragaman Etnis dan Budaya” dengan rujukan ayat suci Al Qur’an Surah Al
Hujurat ayat 13 sebagai berikut.
ۚ
أَتْقَاكُمْ اللَّهِ عِنْدَ أَكْرَمَكُمْ إِنَّ ۚ لِتَعَارَفُوا وَقَبَائِلَ شُعُوبًا وَجَعَلْنَاكُمْ وَأُنْثَىٰ ذَكَرٍ مِنْ خَلَقْنَاكُمْ إِنَّا النَّاسُ أَيُّهَا يَا
خَبِيرٌ
عَلِيمٌ اللَّهَ إِنَّ
“Wahai
manusia! Sungguh kami telah menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui Mahateliti.”
Al Hujurat 13
Ayat tersebut menegaskan kesatuan asal usul manusia dengan
menunjukkan kesamaan drajat mereka dan Allah menciptakan kemajemukan bangsa,
suku dan warna kulit tidak lain tujuannya untuk saling mengenal dan memahami. Sedangkan menurut Syech Wahbah Al Zuhaili dalam kitab Tafsir Al Munir Fi
Syarri’a wal Aqida wal Mannaj jilid 13 halam 590 menyatakan, kelebihan diantara
kamu sesungguhnya hanya dengan taqwa. Barang siapa yang menyifati dirinya
dengan taqwa maka ialah yang paling mulia dan paling
utama. Oleh karena itu, tinggalkanlah
sikap saling berbangga.
Kemajemukan
bangsa Indonesia merupakan anugerah yang harus kita jaga bersama sehingga
terjalin keserasian dan keharmonisan ditengah-tengah keaneka ragaman. Bagai pelangi di ufuk lazuardi, bagai taman mempesona di bumi pertiwi. Namun,
konsep tersebut sepertinya masih jauh dari kenyataan yang ada. Hal ini terlihat
dari sikap dualisme yang menghambat integrasi sosial dan sederet konflik sosial
akibat perbedaan pandang dan keyakinan. Ada ras, etnis, dan penganut agama
tertentu yang akses dan kontrolnya pada sektor ekonomi mendominasi sementara
kelompok lain terdeskriminasi belum lagi kisruh politik yang kerap terjadi
menjelang pesta demokrasi turut memperkeruh suasana hingga timbul sindiran, cacian dan makian, hingga ujaran-ujaran yang berujung pada sara.
Masih membekas di ingatan kita tragedi rentetan bom yang terjadi
diawal tahun 2018 Mako Brimob Depok Jawa Barat, bom 3 gereja di Surabaya, bom
yang meledak di Polrestabes Surabaya, dan aksi-aksi teror serupa yang
mengundang luka dan air mata puluhan korban meregang nyawa, ratusan orang
menderita luka-luka, luka yang masih menganga ini bagai disiram dengan air
garam karena pelakunya mengatasnamakan aksinya dengan agama. inilah
realita yang terjadi disekitar kita. Kita tak bisa menutup mata dan telinga
untuk tidak mengindahkannya. Mewujudkan harmoni sosial antar umat beragama
harus menjadi nyata adanya. Marilah kita simak bersama solusi kunci dari
Al-Quran Surah Al Mumthahana ayat 8 yang berbunyi
ۚإِلَيْهِمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ تَبَرُّوهُمْ أَن دِيَٰرِكُمْ مِّن يُخْرِجُوكُم وَلَمْ ٱلدِّينِ فِى يُقَٰتِلُوكُمْ لَمْ ٱلَّذِينَ عَنِ ٱللَّهُ يَنْهَىٰكُمُ لَّا
ٱلْمُقْسِطِينَ يُحِبُّ ٱللَّهَ إِنَّ
“Allah tidak melarang kamu berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan
agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil.”
Prof Dr Quraish Shihab di dalam menafsirkan ayat ini menyatakan
bahwa ayat ini berlaku umum, kapanpun dan dimanapun. Selanjutnya beliau
mengutip pendapat Sayyid Kutub bahwa
islam adalah agama damai dan akidah cinta yang bertujuan menaungi alam semesta
dengan naungannya. Hal ini senada dengan HR. Imam Bukhori yang berbunyi,
السمحة الحنيفية الله إلى الدين أحب agama yang
paling dicintai di sisi Allah adalah agama yang lurus dan toleran. Al Quran membimbing kita sebagai umat islam untuk
mengemakan sikap toleran antar ummat beragama, dalam beraqidah kita tidak bisa
tawar menawar. Lakum dii nukum waliadin.
Tetapi dalam pergaulan kita dituntut untuk bersikap toleran dan berlaku adil
terhadap ummat seagama ataupun antar agama. Oleh karenanya,
kami akan mempersembahkan sebuah syair :
Satukan dalam hati
Niat dalam diri
Tebarkanlah senyuman dipelosok negeri
Damaikanlah bangsa ini
Hingga akhir kelak nanti
Awalilah dari sini, jangan tunda lagi.
Ayo semua ingatlah semboyan
Jaga kerukunan
Ditengah perbedaan
Ayo semua jaga kesatuan
Demi keutuhan
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar