Oleh: Siti Laila 'Ainur Rohma
Judul ini terinspirasi ketika ikut salah satu seminar bedah buku (Diseminasi
Program 5000 Buku Kemenag RI) oleh pembedah yaitu Dr. Rosidin, M.Pd.I (Dosen
STAIMA al-Hikam). Pada kesempatan kali ini, beliau membedah bukunya yang
berjudul “TAFSIR HADIS DAN HIKMAH PENDIDIKAN”. Setelah pemaparan panjang dari
pembedah, maka dilanjutkan penjelasan oleh pembanding yakni Mohammad Rohmanan,
Lc., M.Th.I. (Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang). Menurut saya, ini adalah
kesempatan emas yang bisa dimanfaatkan di hari libur kuliah. Sehingga bisa
menjadi wadah untuk tholabul ‘ilmi selain di bangku kuliah dan diniyah.
Apa yang ada dalam fikiran kita ketika mendengar kalimat diatas?
kalau ada yang menjawab itu maksudnya “bertanya”, berarti jawaban anda tepat
sasaran. Kalimat ini diucapkan oleh pembedah buku karena menjawab salah satu
pertanyaan dari audience. Dan pertanyaan ini menarik untuk dibahas,
mengingat hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pastinya banyak
kita jumpai segala macam pertanyaan, mulai dari yang kecil seperti,”Siapa yang di
kamar mandi?” sampai pertanyaan skala yang serius, misal,” Apa bedanya Tuhan
(Allah swt) maha Esa dengan buku ini 1?”. Semua pertanyaan itu bisa dijawab
kalau tahu dan faham maksud yang diinginkan. Sehingga, nanti akan dapat jawaban
yang sesuai serta memahamkan. Tetapi perlu diingat, kalau pun menjawab tidak
juga sembarangan. Disinilah perlu adanya bekal ilmu yang cukup sebelum menjawab
sebuah pertanyaan.
Bertanya dalam bahasa Arab yaitu سَأَلَ.
Mengutip pernyataan dari beliau Dr.Rosidin bahwa kata سَأَلَ
itu ada dalam Al-Qur’an sebanyak 128 kali di 117 ayat. Dari sini, beliau
menyimpulkan bahwa:
1.
Pertanyaan
itu penting, dan untuk bisa menyalurkan pertanyaan tersebut perlu adanya
“bertanya”. Meskipun, pertanyaan itu bisa melalui tulisan. Tetapi untuk konteks
ini adalah pertanyaan yang diajukan secara lisan dengan bertanya.
2.
Metode
Tasa’ul (saling bertanya). Disini ada kegiatan interaktif baik oleh seorang
pembicara dan audience untuk saling bertukar fikiran.
Kalau menjawab pertanyaan tidak boleh sembarangan, begitupun dengan
bertanya. Tidak semua hal harus ditanyakan, karena sebenarnya ada etika dalam
bertanya. Dalam salah satu pendapat mengatakan, etika bertanya itu seperti: 1)
Kalau bertanya tidak berlebih. dan 2) yang ditanyakan tentang hal-hal yang
penting. Sehingga penanya juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mau
ditanyakan.
Perlu kita sadari bersama, bahwa Tanya itu adalah simbol
keingintahuan. Bagi seorang pelajar, tanya itu diperlukan. Apalagi dalam pembelajaran
ada yang kurang faham, sehingga perlu bertanya. Tapi tidak semua orang
menyadarinya. Mungkin pernah kita mendengar kalau mau tanya tapi gengsi, malu,
dsb. Belum lagi kalau ada yang berfikiran, kalau tanya itu hanya untuk ngetes
dan masih banyak lagi. Masalah niat, itu hanya pribadi dan Allah swt yang tahu.
Jadi, jangan mudah menghakimi seseorang hanya dengan melihat covernya. Seandainya
dia tidak bertanya, mungkin kita tidak akan tahu ilmu. Karena, dengan adanya
orang bertanya terkadang sudah mewakili hal-hal yang mungkin kita ingin
tanyakan dan kita akan sama-sama beruntung bisa mendapatkan ilmu dari
penjelasan yang diberikan sebab pertanyaan itu.
Dari ulasan diatas kita bisa mengambil pelajaran bahwa, bertanya
itu hal yang penting, tetapi juga harus memperhatikan tentang apa yang mau
ditanyakan. Dan untuk menjawab pertanyaan itu juga butuh bekal ilmu dan
pemahaman yang cukup, agar jawabannya tidak menyesatkan. Kata pepatah, “Malu
bertanya, sesat di jalan”. Jadi, jangan malu bertanya, untuk pengetahuan
semakin luas dan mendalam.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar