Oleh:
Muhammad Anis Fuadi
Secara
garis besar, Barisan Ansor Serbaguna (Banser) berkewajiban untuk menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan melakukan pengamanan dan
penertiban di lingkungan sekitar. Dalam kiprahnya menjamin keutuhan bangsa,
peranan banser begitu besar dan tidak diragukan lagi. Di bawah kibaran bendera
Nahdlatul 'Ulama, para banser seakan mendapat suntikan semangat yang ekstra
dalam pengabdiannya. Imbalan berupa materi apapun tidak lagi dipikirkan para
banser untuk membalas perjuangan mereka. Berbagai tugas yang diamanatkan kepada
para banser selalu mereka tuntaskan dengan penuh tanggung jawab.
Salah
satu diantara tugas-tugas mulia banser adalah mengawal para kyai. Tak dapat
dipungkiri sosok kyai adalah tokoh yang sangat dihormati di kalangan muslim
khususnya warga Nahdliyyin. Meraup (ngalap) barokah beliau sudah merupakan
kegemaran warga nahdliyyin. Sering dijumpai, warga nahdliyyin meraup barokah
para kyai salah satunya dengan cara mencium tangan beliau. Akan tetapi, pada
berbagai kesempatan hal ini seakan terbatasi oleh tindakan banser sendiri.
Acara-acara
seperti pengajian adalah kesempatan emas warga nahdliyyin untuk secara langsung
menatap wajah para kyai. Biasanya seusai acara, warga nahdliyyin akan berebut
mencari tempat terdekat dengan kyai agar bisa mencium tangan atau melakukan
apapun demi meraup barokahnya. Namun kawalan dari para banser kepada para kyai
seakan membuat kesempatan emas meraup barokah ini sirna.
Perawakan
yang besar serta tangguh dari para banser menutup rapat rombongan para kyai
dengan tanpa celah sedikitpun. Disaat seperti itu jangankan mencium tangannya,
hanya untuk melihat sehelai kain sorban beliau saja sangatlah sulit. Padahal
sebelum hal itu terjadi, telah berjejer panjang warga nahdliyyin hendak
menyambut rombongan para kyai untuk meraup barokahnya. Namun, barisan panjang
penanti barokah tersebut seolah tak ditoleh sama sekali oleh para banser.
Dengan pasrah warga nahdliyyin diterjang kokohnya barisan banser mengawal kyai.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori dalam shohih-nya, disebutkan bahwa
Sahabat ‘Urwah melakukan pengamatan kepada para sahabat Nabi shollallohu
‘alaihi wasallam. Dari hasil pengamatannya tersebut ‘Urwah mendapati sikap para
sahabat sebagai berikut :
وَاللَّهِ إِنْ تَنَخَّمَ نُخَامَةً
إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ
وَجِلْدَهُوَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا
يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ
“Demi Alloh,” kata ‘Urwah,
“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam tidak mengeluarkan dahak kecuali dahak
itu jatuh pada telapak tangan salah satu sahabat yang kemudian ia gosokkan pada
wajah dan kulitnya. Jika beliau memberikan perintah maka mereka segera mematuhi
perintahnya.Jika beliau berwudlu maka nyaris mereka berkelahi untuk mendapat
air sisa wudlu’nya.”
Dengan
sedikit kisah diatas, setidaknya kita dapat mengetahui bahwa melakukan tabarruk
atau meraup barokah dibenarkan adanya. Namun, untuk meraup barokah ada banyak
cara yang bisa dilakukan. Tidak harus seseorang berkontak langsung dengan para
kyai dalam usahanya meraup barokah. Seseorang bisa mendapat keberkahan kyai
dengan patuh kepada nasihat-nasihat beliau, mendoakan beliau, ataupun cara-cara
lainnya. Terkait dengan mencium tangan, kondisi yang tepat adalah kunci agar
seseorang dapat mencium tangan beliau. Mungkin saja, banser melakukan kawalan
yang begitu ketat kepada kyai bertujuan untuk memperlancar padatnya
agenda-agenda para kyai. Mengatasi hal ini, sowan disaat yang tepat adalah
salah satu cara ampuh dalam meraup barokah para kyai.
0 komentar:
Posting Komentar