Oleh: Muhammad Rian Ferdian
Kesalehan individu identik dengan
hubungan seseorang secara pribadi kepada Allah swt. Ia melakukan ibadah yang
pahalanya hanya untuk dirinya sendiri, tetapi manfaat ibadah yang
dilaksanakannya tidak dirasakan secara langsung dan berkaitan dengan
kepentingan orang banyak. Keshalihan Individu biasa juga disebut dengan
keshalihan ritual karena lebih menekankan dan mementingkan
pelaksanaan ibadah ritual, seperti shalat, puasa, zakat, haji, zikir dll
Berbicara tentang kesholehan pribadi dan sosial maka kita akan
berbicara mengenai akhlak. Secara etimologis pengertian akhlaq adalah bentuk
jamak dari khuluk yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti
menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (Pencipta),makhluq (yang
diciptakan) dan khalq (penciptaan). Sedang arti akhlak
secara terminologi sebagai berikut; Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M)
mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gamblang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sebagai umat islam, tentunya kita juga wajib untuk berakhlak
pribadi Islami. Akhlak Islami ini didasarkan pada Al-Quran dan Sunah Rosul. Dan
akhlak Rosul, sebagai mana dinyatakan Aisyah dalam HR Muslim adalah “akhlak
Rasulullah SAW adalah Al-Quran”. Jadi untuk memahami akhlak pribadi islami,
maka setiap umat islam diharapkan dapat membaca, memahami dan akhirnya
melaksanakan apa saja yang menjadi kaidah akhlak yang sudah ditetapkan dalam Al-Quran.
Selain kesahalihan pribadi juga terdapat keshalihan sosial. kesalehan sosial adalah suatu perbuatan yang dilakukan
yang memiliki dampak positif berkelanjutan atau keshalihan sosial akan
menimbulkan hal-hal positif yang sifatnya terus menerus. Menurut Kyai Hasyim
Muzadi Keshalihan sosial adalah yang membuktikan bahwa Islam itu rahmatan lil'alamin.
Jargon islam Rahmatan lil ‘alamin sering kali dikat kaitkan dengan kyai Hasyim
Muzadi , Sebuah jargon yang memiliki makna
bahwa Islam adalah ajaran yang memberi rahmat bagi alam semesta. Pelabelan ini
bukan tanpa dasar, sebab, Kiai Hasyim merupakan orang yang pertama kali
menggulirkan jargon ini sebagai bentuk kepedulian dan sikapnya atas persoalan
yang tengah melanda umat Islam. Kekerasan-kekerasan atas nama agama (dalam hal
ini Islam) yang dilakukan oleh sekelompok orang benar-benar mencederai dan
mengotori kesucian agama itu sendiri. Oleh Karena itu, Kiai Hasyim berpikir
bahwa umat Islam harus menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang
anti terhadap kekerasan. Islam dipahami oleh Hasyim Muzadi sebagai “damai”,
sedangkan rahmatan lil alaminbermakna rahmat bagi alam semesta.
Dengan demikian, islam rahmatan lil alamin adalah Islam yang
ajaran dan sikap keberagamaannya membawa keberkahan bagi alam semesta, bukan
hanya bagi umat islam saja.
Moderatisme dalam pemahaman keagamaan
adalah salah satu landasan utama ajaran Islam Rahmatan lil Alamin.
Sebuah pemahaman yang memiliki argumen kokoh bahwa Islam adalah agama yang
membawa rahmat bagi alam semesta; wa ma arsalnaka illa rahmatan lil
alamin (Tidaklah aku utus kau Muhammad kecuali untuk membawa
rahmat bagi alam semesta).
Dalam pandangan KH.Hasyim
Muzadi, agar Islam bisa mewujud menjadi Islam yang membawa rahmat bagi alam
semesta (rahmatan lil alamin) harus bertumpu pada dua hal. Pertama,
Islam harus mengutamakan pendekatan dialog(is) dalam menyelesaikan
konflik-konflik global. Kedua, impelementasi Islam harus dibangun berdasarkan
kecerdasan dan ketakwaan dalam arti agama hendaknya diposisikan dalam dimensi
kemanusiaan secara proporsional yang nantinya akan membentuk kesalehan sosial
bukan hanya kesalehan individual. Kedua hal tersebut harus saling mengisi dan
memperkuat satu sama yang lainnya. Pandangan
moderat dan terbuka Kiai Hasyim ini juga seiring dan sejalan dengan
prinsip-prinsip universal syariat Islam (Maqashid al-Syariah). Di mana prinsip-prinsip
universal tersebut harus menjadi tolok ukur dalam sikap dan cara pandang
keagamaan seseorang. Sebab, dalam pendekatan maqashid yang
dilihat adalah bentuk dan tujuan, bukan hanya isi atau kemasan.
Didalam
Islam terdapat istilah tentang Hablum Minallah dan Hablum Minannas . Hablum
Minallah contohnya shalat, puasa, haji , zakat dan sebagainya. Sedangkan Hablum
Minannas adalah yang merajuk pada berbagai macam aktivitas dalam rangka
memenuhi Haqqul Adamy. Keshalihan sosial akan menjadikan manusia menuju
kedamaian dan ketentraman masyarakat sekitar. Dua hal ini merupakan efek dari
keshalihan sosial.
Dimensi
keshalihan sosial dalam islam sesungguhnya lebih luas dan dibanding dengan
keshalihan individu. Dalam teks-teks fiqih klasik kita dapat melihat bahwa
bidang ibadah individu merupakan satu bagian dari banyak bagian atau bidang
keagamaan lain misalnya Mu’amalah, Hukum Keluarga, Jinayat dan sebagainnya.
Dalam sebuah kaedah fiqih disebutkan bahwa
Al Muta’addi Afdhol Min Al Qoshir ( Amal ibadah yang membawa efek
lebih luas libuh utama dibanding keshalihan individu (personal).
Islam tidak melulu berbicara mengenai ibadah wajib (mahdhah,
vertikal), tapi juga ibadah sosial (ghairu mahdhah, horisontal). Tidak
ada yang lebih penting dari yang lainnya. Keduanya harus serimbang,
seiring-sejalan. Saling melengkapi, saling menyempurnakan. Melakukan ibadah
wajib semata, adalah orang yang merugi, karena belum memberi manfaat kepada
sesama (bangsa dan negara). Sedangkan melakukan ibadah sosial tanpa dibarengi ibadah
wajib, maka akan sia-sia.
Pada kenyataannya, masih banyak umat Islam di Indonesia yang masih
memahami bahwa kesalehan di mata Allah swt hanya kesalehan pribadi semata.
Sementara, kesalehan sosial belum dianggap sesuatu yang penting dan menjadi
bagian dari hidup keseharian. Padahal, dalam ajaran Islam, banyak mengandung
nilai-nilai sosial
Berikut
ini merupakan beberapa contoh keshalihan sosial
1.
Silaturahmi
Silaturahmi merupakan alat perekat bagi manusia, yang awalnya jauh
menjadi dekat kemudian menjadi akrab. Lewat silaturahmi juga kita akan menambah
pertemanan dan ilmu kita. Penting bagi bagi kita untuk saling menjaga
silaturahmi agar tidak mudah terpecah belah.
2.
Berbagi kepada sesama
Sebagai hamba yang dijadikan kholifah, sudah menjadi kewajiban
kita untuk menjaga bumi dan lingkungan sekitar. Sebagai penjaga kita harus
menjaga keseimbangan bumi ini baik dari segi alamnya maupun manusiannya. Dari
segi alam kita harus senantiasa menjaga lingkungan agar terlihat tetap indah
dan nyaman. Sedangkan dari segi manusia kita harus menjaga manusia mendapatkan
hak hidup yang baik di bumi ini.
3.
Ta’awun
(Tolong-Menolong)
Memiliki sifat suka menolong merupakan salah satu ciri orang yang
beriman (At-Taubah: 71). Menolong tanpa pamrih, tulus, dan hanya mengharap
keridhaan Allah semata. Bukan menolong karena berharap imbalan materi atau
ingin dipuji oleh orang lain. Tolong-menolong harus dalam hal kebaikan dan
kemaslahatan, bukan dalam hal keburukan dan kezhaliman. Menurut H. Machmud
Ranusemitro (1999), salah satu kriteria bangsa madani adalah adanya ta’awun
(tolong-menolong).
Tolong menolong dalam skala kecil seperti
menolong tetangga atau menolong rekan kerja. Sedangkan menolong dalam skala
yang luas, seperti yang kuat menolong yang lemah, yang kaya menolong yang
miskin, yang berkuasa menolong yang terzhalim
0 komentar:
Posting Komentar