Oleh: Mutiara Rizqy
Amalia
Turunnya tirta saat hujan asam membuat setiap individu mengingat
kenangan, mememenjarakan asa dan menghentikan langkah. Namun, dibalik setiap
rintikan tirta menunjukkan keagungan Sang Maha Cinta, Sang Maha Segala. Allahumma
soyyiban naafi'aa (Ya Allah jadikanlah hujan yang Engkau turunkan membawa
manfaat). Dan namaku Naafik, seorang mahasiswa semester akhir yang penuh kisah
tentang hujan.
Pagi itu, mentari tak menyapa bumi, awan abu menutupi sinarnya, gerimis
hujan tak henti-hentinya menyirami tanah pertiwi sejak dini hari. Aku berteduh
di bawah pohon alpukat yang mulai berbuah, tangan kiriku menenteng sepatu yang
mulai basah terkena genangan air, tangan kiriku merangkul tas hitam yang berisi
laptop dan bahan-bahan skripsi yang akan aku konsultasikan ke dosen pembimbing
tercinta, Pak Musallim. Entah mengapa saat aku mau pergi konsultasi selalu turun
hujan, dan Pak Musallim tidak menerima alasan apapun dan menyuruhku menerjang
hujan dalam setiap kondisi dan situasi apapun. Tujuan beliau agar aku dapat
menerjang setiap permasalahan yang mrnghadang di hadapanku.
Hujan pun mulai reda, lantas aku langkahkan kaki menuju ruang kecil
namun menentramkan hati, iya ruang kerja Pak Musallim penuh dengan kaligrafi
dan selalu kudengarkan murottal di dalamnya. Di ruang itu Pak Musallim sudah
siap mengecek seluruh tulisanku.
"Eh.. Fik
Assalamu'alaikum, gimana kabarmu? Masih semangat ya!" Sapa Pak Musallim
"Wa'alaikumussalam,
alhamdulillahhh luar biasa semangat kalo ada smean pak hehehe" jawabku.
Beliau adalah salah satu dosen yang selalu siap siaga dalam situasi
dan kondisi apapun. Selalu mengisi ulang semangat, dan tiada hentinya membawa
alat kecil di jarinya, tasbih elektronik.
Tak lama aku duduk telepon Pak Musallim berdering, rupanya ada
rapat mendadak. Pak Musallim memang salah satu orang tersibuk di kampusku, tapi
sifat rendah hatinya yang selalu nampak dan membuatku jatuh hati kepada beliau
dan sudah kuanggap sebagai bapakku.
"Assalamu'alaikum.... MasyaAllah
Karimah, iya-iya ayah sebentar lagi pulang" jawaban beliau saat telepon.
Kukira
ada rapat mendadak yang membuat pertemuanku dengan beliau dibatalkan lagi,
ternyata ada hal lain. Karimah, iya dia adalah putri dari Pak Musallim. Selalu
ada berita yang mengejutkan yang tidak aku ketahui tentang Karimah. Memang
benar, Pak Musallim sudah menganggapku seperti anaknya, tapi beliau tidak
pernah bercerita apapun mengenai Karimah.
Faktor privasi keluarga mungkin yang menjadi alasannya.
"YaAllah Fik, maaf ya? Ayo
samean ikut bapak ke rumah wes" ajakan beliau kepadaku
"hehehe enggeh Pak"
jawabku.
Akhirnya
aku ikut ke rumah beliau dengan mengendari mobil mewahnya. Dengan menerjang
hujan deras di dalam mobil terjadi banyak percakapan yang mengarah pada
Karimah.
"Bapak ini punya anak cantik, dia hebat
seperti bundanya hahahha"
"wah alhamdulillah pak, seneng ya
pak bersyukur. Saya makin ngefans ke njenengan hehehe"
"tapi semuanya tidak terlepas dari
kehendak Allah kan fik?"
"hehehe enggeh pak, leres"
Sesampainya
di rumah beliau, aku tertegun dan sontak terdiam. Rumah beliau bak istana megah
dilengkapi masjid di samping rumah, masjid itu ramai anak-anak kecil berteduh
dan melihat teman-teman mereka bermain bola dan hujan. Namun, dalam pikiranku
bertanya, siapa mereka? Dan apa yang mereka lakukan di rumah Pak Musallim.
"kenapa fik? Jangan kaget kalo
banyak bocil-bocil di rumah hehehe" sahut beliau. Rupanya beliau peka raut
wajahku.
Lantas
kami memasuki istana itu, dan aku duduk di atas sofa coklat, ruang tamu itu
ukuran 10x8m dihiasi pernak-pernik buah tangan dari penjuru dunia, dan tidak
lupa selalu ada dekorasi islami di sekelilinya. Selalu saja Pak Musallim
membuat kejutan-kejutan tak terduga.
"Bentar fik tak tinggal ke belakang
dulu" kata beliau.
"enggeh pak monggo" sahutku
lirih.
Aku membuka laptop dan mengecek ulang
tulisan-tulisanku. Sesekali aku melihat sekitar, mengamati betapa beruntungnya
Pak Musallim, dan betapa solehnya beliau.
"piarrr"
Terdengar
suara vas bunga terjatuh.
Aku
spontan kaget dan bertanya, apanyang terjadi di belakang? Apa yang harus
kulakukan? Lalu kulangkahkan kakiku menuju sumber suara, dan aku mengintip dari
kejauhan ada Pak Musallim dan istri dengan anak perempuan berjilbab hijau tosca
panjang menaiki kursi roda, baju anak itu basah semua. Siapa anak perempuan
itu? Apa dia Karimah, putri sulung Pak Musallim? Tapi mengapa dia menaiki kursi
roda?
"ehh fik, sini bantu bapak"
suara Pak Musallim tang mengetahuiku sedang mengintip dari jauh.
"ini lo fi, anak bapak yang paling cantik,
cantik seperti bundanya, tangguh setangguh bundanya. Waktu umur 2 bulan Karimah
sempat kena korban tabrak lari waktu hujan deras sama bundanya, dan koma selama
8 hari. Dan Karimah divonis cacat seumur hidup, dan ini yang menyebabkan bapak
banyak tirakat, ya karna anak saya. Bapak ingin Karimah melihat orangtuanya
tidak putus asa. Karimah ditinggal bundanya seketika. Ini alasan bapak selalu
menyibukkan diri, biar bapak ndak berlarut-berlarut mengenang kepergian
bundanya Karimah, dan selalu menyukai hujan. Hujan mengajarkan banyak pelajaran,
diantaranya sabar dan syukur. Menjadi orangtua harus terlihat tangguh dan
memang harus benar-benar tangguh, harus bisa tirakat untuk keluarga terutama
istri dan anak".
Sedikit
kisah perjalanan Pak Musallim untuk keluarga, mampu tirakat untuk istri dan
anak. Berjuang menerjang badai setiap permasalahan dengan sabar dan syukur. Di
balik orang hebat akan selalu ada jurang curam yang membuatnya naik ke bukit.
0 komentar:
Posting Komentar