Oleh: Naufal Hanafiah
Awan
sudah murung memberi pertanda bahwa langit akan segera menangis,namun masih
kunekatkan tuk mentrabas karena masih rintik berkaca-berkaca. Eh..tiba-tiba mak
bresss…padahal aku masih setengah perjalanan pulang dari kampus, daripada teles
kebes netes eluh kuputuskan berteduh di sebuah musholla kecil di lekukan
jalan. Haduh bajuku sudah basah setengah ternyata, kutanggalkan dan kujemur
saja di motor lumayan nanti mungkin akan kering ketika hujan terang(ternyata
enggak). Setelah sholat ashar kududuk di serambi musholla, kusulut satu batang,
sembari menikmati, kupandang hujan dan termenung, entah kenapa tiba-tiba
kuteringat sesuatu, setiap rintik yang jatuh itu jatuh bersama kenangan dan
rasa rindu.
Semakin
banyak rintik,sebanyak itulah kenanganku terbangkitkan, sebanyak itu pula
rinduku terbasahi lagi, sejenak menjadi flashback tentang rumah dan segala
kenangannya. Ya Kota Surakarta, kota dimana ibu dan ayahku dipertemukan, kota
dimana aku dilahirkan, kota dimana aku merasakan kepedihan namun selalu terbahagiakan,
kota pertama kali aku merasakan mencintai dan sakitnya patah hati, kota kecil
penuh kenangan dan keunikan. Duh aku kangen sekali, kota yang hampir setiap
meternya ada angkringan, kota yang maju dan cukup metropolitan tapi bermodal
5ribu aja sudah bisa makan enak+es teh, kota yang banyak teroris(katanya wkwk),
warung rica-rica guk2 bertebaran dimana-mana, jalan slamet riyadi yang tak
pernah bosan kusuri ketika malam bersama teman-teman, tugu mahkota yang begitu
megah, terminal tirtonadi yang andalan keluarga ketika mudik idul fitri,
stadion Manahan tempat tim kebanggaanku bermain, fly over Manahan yang penuh
lukisan indah, Kota Barat penuh kuliner, jalan area Keraton yang tak pernah
bosan pula kulewati, sriwedari dengan dangdutannya, pasar klewer yang dulu aku
suka sekali kesana bersama simbah,aksara jawa bertebaran hampir di setiap
pinggir jalan, burjo melimpah di setiap lingkungan kampus, UMS, salah satu
tempat favorit nongkrong bersama kawan-kawan menghabiskan malam, Masjid agung
dengan kenangan rebutan sahur setiap i’tikaf di bulan puasa, kapal
otok-otok di sekatenan alun-alun kidul, kebo bule yang diarak setiap
tahun baru islam, pasar kembang yang semerbak harumnya sampai ke jalan-jalan,
baju lurik yang selalu dipakai petugas parkir setiap zona, seragam beskap bapak
setiap hari kamis, nuansa jawa yang begitu kental, logat omongan yang begitu
kurindukan, balaikota yang begitu njowo dan gagah, pasar depok yang
selalu berisik, pasar gelap klitikhan, stasiun balapan yang begitu ambyar, Didi
Kempot sang maestro kebanggaan, pabrik gula Colomadu yang begitu mistis, waduk
cengklik yang merupakan pelampiasan orang2 solo yang bosan melihat sungai yang
keruh dan coklat dan bila kuteruskan pasti akan sangat banyak dan panjang sekali.
Duh
dadi kangen sliramu lo…Solo, dan tak terasa hujanpun
mulai reda, bebarengan dengan aku yang mulai sadar dan kembali pada masa yang
sekarang, di kota orang, merantau menuntut ilmu, begitu berbeda dengan rumah.
Tapi ya ini pilihanku, buatmu kotaku aku selalu rindu dan selalu ingin kembali
padamu,tresnoku marang koe ora bakal ilang.SOLO SAKJOSSE LAN SAKLAWASE.
0 komentar:
Posting Komentar