Oleh: Siti Laila ‘Ainur Rohmah
“Walaupun kini berakhir” seperti itulah kalimat pertama yang kudengar saat itu ketika
diakhir pembelajaran Nahwu. Begitulah sekilas yang kuingat dari beliau, dan aku
pun terpaku kepada sosok beliau yang sedang duduk didepan papan tulis. Beliau
kerap dipanggil ustadz Bisri oleh mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab, yakni salah
satu dosen yang mengajar di kelasku untuk pertama kalinya selama kuliah di
jurusan PBA.
Fikiranku sempat mengarah ke hal
negatif yang semakna dengan itu. Namun, beliau pun melanjutkan kalimatnya
dengan sempurna. Ternyata kalimat itu berbunyi “Walaupun kini berakhir,
proses belajar tidak akan pernah berakhir”. Hati ini terenyuh ketika
mendengar kalimat tersebut terucap dari beliau. Keadaan ini tak seperti
biasanya. Entah mungkin selama ini aku kurang memperhatikan guruku dalam
berbicara, atau memang saat itu pandanganku focus menatap beliau.
Senyum merekah selalu terlihat
dibibirnya, diiringi dengan nada suara yang santai tapi memahamkan. Ustadz
dengan sabar menuntun kami dalam belajar. Apalagi mata kuliah “Nahwu” yang
sangat penting untuk dipelajari khususnya mahasiswa PBA. Dengan model
pengajaran beliau yang menggunakan kitab untuk dibaca setiap pertemuan. Dan
siswa disini diharapkan mampu mempraktekkan secara langsung kaidah nahwu shorof
yang telah dipelajarinya.
Pada hasilnya,, masih banyak dari
kami yang kurang mampu membaca kitab dengan baik dan benar. Masih butuh belajar
yang sungguh-sungguh dengan niat yang kuat tertanam pada masing-masing
individunya. Fenomena seperti ini yang membuat miris bagi civitas akademika
prodi PBA. Sehingga, di PBA diberi mata kuliah khusus untuk 4 maharah (istima’,
kalam, qira’ah, kitabah) di jam yang berbeda. Tak lain sebagai upaya pihak jurusan
untuk mengintensifkan keterampilan berbahasa Arab tersebut.
Jika kita merenungi kalimat beliau
diatas, bagiku itu sebuah fakta yang terjadi. Meskipun tidak semua mahasiswa
bisa dicap sama. Di kelas Nahwu sendiri, terkadang masih banyak mahasiswa yang
meremehkan bagaimana pentingnya mempelajari mata kuliah itu. Yang seharusnya
sudah dibaca dan dipelajari dirumah, kitab itu baru dibuka ketika sudah masuk
dikelas. Belum lagi kalau harus terlambat masuk kelas. Muka ini sangat
tertampar karena menanggung malu kepada ustadz yang sudah duduk didepan.
Disetiap pembahasan yang barusaja
dijelaskan, beliau tak lupa memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk bertanya. Ketika
ustadz berkata,” dari sini, ada yang masih perlu ditanyakan?” “ atau ada yang
masih dibingungkan?” . Seketika para mahasiswa terdiam. Diam antara tidak
faham, atau memang bingung apa yang harus ditanyakan. Beliau dengan teliti
memanggil satu-persatu mahasiswanya yang belum pernah baca, agar mereka membaca
lanjutan pembahasan yang ada dalam kitab tersebut.
Kini, tak terasa sudah diujung
pertemuan menjelang UAS. Seperti biasanya kami pun saling memohon maaf atas
segala kehilafan baik perkataan maupun perilaku yang telah dilakukan. Beliaupun tak lupa mengingatkan, “Walaupun
kini berakhir, proses belajar tidak akan pernah berakhir”. Dari sinilah,
pesan beliau ini menjadi pengingat bagi kita sebagai mahasiswa yang harus haus
akan ilmu untuk terus mencari, dan mempelajarinya kapanpun dan dimanapun
berada. Selagi hayat dikandung badan, proses belajar menjadi sebuah kewajiban.
Mengingat pentingnya belajar, sehingga mampu mengantarkan seseorang meraih
kesuksesan.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar