Oleh: Dyah Ayu Fitriana
Saat
itu aku sedang menghitung malam. Mengurai angka. Kau tersenyum, menyaksikan
setiap jariku yang kasar itu saling beradu. Kau lantas bertanya "Adakah
hatimu gundah?"
"Tidak
juga." jawabku.
Lalu
kau bertanya lagi, ah kau memang secerewet itu. "Bagaimana jika malam
telah genap, tapi hatimu tetap juga ganjil?" Aku hanya membalas
pertanyaanmu dengan kesunyian. Tak apa bukan?
Detik
merangkak, kutatap lekat dirimu kala itu, Tak dapat kusebut gagah tubuh doamu
yang penuh dengan ketidakmampuan dan ketidakpantasan.
Tapi
tak jua dapat kusebut lemah, setiap rangkaian kata yang menyelimuti pengharapan
jauh ke depan.
Ah,
kita sudah menjadi sahabat lama,
Sejak
suara sumbangku menyebut katamu
Sejak
kau dengan takut dan malu menyampaikan maksud hatiku
Sejak
detik jam dinding putih itu menertawakan hati kita yang terkadang ragu
Lalu
subuh itu,
Di
mana dingin tak mampu menerobos kehangatan di hati kita
Aku
tercenung
Mentapmu
tersenyum di sudut putih, menyapaku
Ah,
dan aku mensyukuri kecerewetanmu
"Dengar,
Ia membawaku untuk menyapamu."
"Untuk
apa?" tanyaku
"Entah,
barangkali agar kau semakin percaya."
Pondok
Pesantren Darunnun Malang
Perumahan
Bukit Cemara Tidar
0 komentar:
Posting Komentar