oleh: Ira Safira
Marhaban ya syahr Rabiul Awwal, selamat datang
bulan kelahiran sang kekasih.
Bulan kelahiran Nabi telah tiba, berbagai perdebatan pasti kembali
ada. Memperdebatkan hukum memperingati maulid Nabi mulai bermunculan kembali. Antara
ibadah dan adat, antara sunnah dan bid’ah, antara kebolehan dan keharaman,
semua berdebatka mengatasnamakan golongan untuk mencari siapa yang paling
benar. Sayyid Al Maliki pernah berkata Tidak
layak seorang yang berakal bertanya, “Mengapa kamu memperingatinya?”
Seolah-olah dia bertanya, “Mengapa kamu bergembira dengan adanya Nabi S.A.W.?”.
Senin, 12 Rabiul Awwal di Mekkah, lahirlah manusia yang paling
mulia di atas muka bumi. Seorang yang selalu dipuji oleh setiap lisan umat
islam di seluruh penjuru dunia bahkan Allah dan MalaikatNya bersholawat atasnya. Baginda Rasulullah "Muhammad bin
Abdullah bin Abdul Mutholib" terlahir dari rahim seorang wanita mulia
keturunan bani Zuhra, sayyidah Aminah dan seorang laki - laki yang gagah juga
pemberani, siapa lagi jika bukan Abdullah bin Abdul Mutholib, sayangnya saat enam
bulan dalam kandungan sang ayah wafat
diusia 20 tahun. Sang kekasih lahir sebagai yatim hanya hidup bersama
dengan seorang ibu, kakek dan paman – pamannya.
Rasa damai, tenang, dan haru terangkum menjadi satu, semua
penduduk langit dan bumi gembira akan kelahiran sang kekasih. Arsy bergoncang,
bumi bergetar, langit penuh dengan cahaya kegembiraan, ka'bah ikut
bergetar bahkan api abadi orang majusi padam. Lahirlah kekasih, bayi mungil dan
lucu itu kemudian dibawa oleh sang kakek Abdul Mutholib berkeliling ka'bah
dengan rasa gembira yang amat sangat sembari meneriaki kata - kata pujian bahkan
seluruh penduduk Arab ikut merasakan kegembiraan Abdul Mutholib hari itu.
Begitupun
sang paman Abdul al - Uzza atau dikenal
dengan Abu Lahab yang sangat membenci ajaran yang dibawa Rasulullah SAW bahkan nama
Abu Lahab tercantum dalam Al Qur'an karena dikenal dengan kejam dan liciknya
kepada baginda pun ikut berbahagia dalam menyambut kelahiran sang ponakan pada
hari itu, dikarenakan hal itu Abu Lahab pun mendapat keringanan di neraka oleh
Allah SWT
Diterangkan dalam sebuah riwayat bahwa pada saat hari kelahiran
Nabi Muhammad SAW, seorang budak wanitanya Abu Lahab bernama Tsuwaibah
menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW kepada Abu
Lahab. Karena senangnya Abu Lahab mendapat berita itu, spontan budak wanitanya
yang bernama Tsuwaibah itu dibebaskan dan dihadiahkan kepada Siti Aminah,
Ibunda Muhammad SAW, untuk menyusui bayinya tersebut.
Ketika Abu Lahab telah meninggal dunia seorang sahabat Nabi ada
yang bertemu dalam mimpinya dan menanyakan tentang nasibnya di akhirat.
Abu Lahab menjawab, "Saya disiksa selama-lamanya karena kekafiran
saya tetapi pada tiap-tiap hari senin saya diberi keringanan dari siksaan
bahkan aku bisa mencium dua jari tanganku dan bisa keluar airnya untuk saya
minum."
Dan ketika ditanya, "mengapa bisa demikian?" Abu Lahab
menjawab, "Ini adalah merupakan hadiah dari Allah karena kegembiraanku
pada saat kelahiran Nabi Muhammad SAW."
Jika Abu Lahab seorang kafir dibebas dari siksaan karena rasa
bahagianya akan kelahiran sang baginda, lantas bagaimana dengan diri kita yang
mengaku cinta kepada sang kekasih?
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar