
Nety Novita Hariyani
Seperti
biasa, sepi adalah kata yang menjadi teman baik. Merangkai kata dengan begitu
asik, pergi dengan seribu mimpi, pulang menjadi angan untuk kembali menuangkan
rindu. Bukan tak memiliki teman, hanya tak banyak yang cocok dijadikan teman.
Bukan menjauh, hanya tak ada yang ingin mendekat walau sekedar senyum singkat. Aku
baik-baik saja, menapaki setiap luka dengan senyum bisuku. Angin, telah menjadi
saksi bisu. Merangkulku, namun tak seerat pelukan ibu. Menghela untuk
menyatakan tak sanggup, senyum ibu seketika meredup. Menghentikan senyumnya tak
mungkin kulakukan. Seperti air yang mengalir, ikuti saja arusnya.
Sore
ini, kutuangkan segenap resah dengan berintrospeksi. Tak ada kata rapuh yang
akan singgah, kuharap. Semoga bahagialah yang akan selalu menetap. Mengapa
orang menjauh? Pasti ada yang salah denganku. Lewat kertas-kertas yang secara
garis besar bertuliskan “Sulit bergaul, apalagi tersenyum” menggerakkan sedikit
hati ini untuk berubah. Namun bukan berubah untuk menjadi orang lain pastinya.
“Mbak wafa ya?” Ujar salah seorang pengemudi motor yang
berhenti tepat di depanku berdiri.
“Iya, siapa ya?” Dahiku mengernyit.
“Loh saya ojek online yang mbak pesan” ujarnya dengan
penuh kesabaran.
“ehehehehehehe” aku tersenyum tipis tak menunjukkan rasa
bersalah sedikitpun.
“ke jalan jeruk ya bu!”
“siap mbak, budal!”
(Ibu? Hah? pengendara ojol ini seorang perempuan?)
batinku bertanya-tanya penuh keheranan.
Lagi,
aku baru menyadari hal ini. Kesalahanku terletak pada keluguanku dalam
menyadari sesuatu, kurang peduli sekitar juga menjadi indikator kuat yang
kuakui menjadi kekuranganku selama ini. Ibu? Bagaimana kabar ibu disana?
Ternyata merantau menyeka rindu begitu lamanya. Anakmu sudah tumbuh besar, tapi
perangainya perlu dibenahi lagi. Ibu ojol ini mengingatkanku padamu bu,
rindu yang tak kunjung ada titik temu.
Dia
hebat bu, tak menjadikan perbedaan sebagai batas akhirnya. Disaat orang lain
menetap di zona nyaman, dia keluar dalam zonanya. Seorang pekerja keras yang berusaha
menunjukkan bahwa perempuan tak harus terkekang oleh tradisi yang mengikat
selama ini, melakukan pekerjaan rumah sepenuhnya. Darinya aku belajar, bagaimana
keikhlasanmu dalam merawat. Darinya juga aku paham, apapun akan kau lakukan
demi terpenuhinya kebahagiaan untuk anak-anakmu.
“mbak, kita udah sampai”
“nggeh, bu” jawabku dengan penuh sopan, walau
sedikit terkejut karena tak menyadari bahwa kami telah sampai ke tempat tujuan.
“semangat ya bu. Ibu pasti bisa!” seketika ada yang
menyela ditengah pembicaraan singkat kami.
_Finish_
0 komentar:
Posting Komentar