Sepotong Cokelat Berlubang
Siti Fathimatuz Zahro’
ditengah kesunyian malam derap langkah melambat membuat ku terjaga
ringkihan burung malam beradu dengan jeritan jangkrik menambah kesan sunyi malam itu
helaan napas-napas panjang bersahutan bagai dengkuran burung hantu
tulang punggung yang semula tegak menantang kini tergeletak menyandar ranjang
lolongan anjing seolah berkata aku menemani mu terjaga
derap langkah melambat seakan berhenti dengan terkesima
bagai mengerti senandung raga ku malam itu
mengheningkan cipta atas pilu yang tak kunjung lalu
manuskrip usang tergeletak bagai bangkai
meratapi penyesalan yang tak kunjung usai
gesekan kaki tak berselimut beradu dengan dengungan hewan menyisakan bintil kemerahan
telapak tangan menepuk angin
berharap suaranya membangunkan lamunan-lamunan tak bertuan
reyotnya ranjang memekik pilu saat ku goyang pantat menghadap dinding bambu
tak ada kata andai
tak ada kata seumpama
yang tlah lalu adalah garis Sang Kuasa hingga membuat ku berbaring disini
mendamba celoteh riang hanyalah khayalan
turunan memilih jalannya sendiri
akad diucap namun rasa ku hambar
buah ku pergi cucu pun tak ada
tanah luas bersemayam bunga
jembatan kecil meniti ditengah
bangku-bangku taman tanpa jejak obrolan
ku pandang dari sisi jauh
beras dua gelas jadi sehari
tempe sepapan tak kunjung habis
daging sekepal habis di esok lusa
jiwa sepi raga pun padam
lantas bagaimana dengan cokelat?
senantiasa tersaji
siapa nyana ada yang datang hari ini
0 komentar:
Posting Komentar