Oleh : Meisya Eva Natasya
Abah adalah seorang kyai yang sangat
hebat dan sangat berarti di mata saya. Alasan saya kenapa bilang seperti itu
tak lain karna beliau adalah sosok kyai yang berbeda dengan kyai lain. Beliau
mempunyai sisi yang berbeda yang mana tidak dimiliki kyai-kyai yang lainnya.
Bagaimana tidak, semangat yang beliau
punya dan keikhlasan beliau mendidik santri-santri hingga tiba masa
akhirnya sangatlah luar biasa.
Sejauh ini semangat itu tidak
tertandingi oleh siapapun, sekalipun itu santri-santri yang diajarnya. Dengan
penuh penderitaan dan berkorban mati-matian demi mendirikan pesantren, cacian
dan hinaan sama sekali tak mengubah dan menggeser niat dan tekad beliau. Abah berhasil
mengharumkan pesantren hingga berhasil menjadi besar dan terkenal dimana-mana.
Tiada penghargaan yang pantas diberikan untuk beliau kecuali Allah yang akan
membalasnya.
Dulu keadaan pesantren belum seperti
sekarang yakni masih penuh kekurangan. Tanah becek sebab adanya hujan, jemuran
yang terus-terusan rusak, fasilitas yang sangat kurang sehingga menghajatkan
santri untuk belajar dimana saja. Tapi masa itu sudah termasuk pada masa
kejayaan pesantren yang mana tak semerintis dulu. Santri-santri yang penuh giat
dan gigih mengorbankan waktunya demi membangun gedung-gedung yang ada di pesantren
agar bisa dinikmati oleh kader dan generasi penerus setelahnya. Dengan ikhlas
mereka brgotong-royong dan bahu membahu demi pondok. Mengikuti pelajaran pun
sangat jarang dilakukan.
Akan tetapi hebatnya santri dulu
tidak kalah dengan sekarang. Bahkan santri dululah yang lebih hebat di banding
dengan santri sekarang. Barokah yang mereka peroleh selama nyantri membuat
mereka menjadi orang-orang yang besar dihadapan masyarakat. Barokah juga
membuat mereka menjadi orang-orang yang bermanfaat seperti yang diharapkan oleh
abah sendiri. Santri dulu cenderung ngalap barokah dengan mengabdikan dirinya
demi pesantren. Itulah yang diwejangkan oleh abah yai kepada santri-santrinya.
Beda dengan santri sekarang yang
cenderung selalu ingin serba instan dan kurang akan rasa solidaritas sehingga
bisa dikatakan bahwa mereka kurang mengenal dan memahami makna dari sebuah
perjuangan. Fasilitas yang sudah
disediakan tidak mereka manfaatkan dengan baik. Gemblengan yang abah dawuhkan yang
mana selalu menganjurkan santri-santrinya untuk cinta membaca jarang bahkan
tidak pernah mereka jalankan. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri itulah
yang ada pada realita sekarang. Padahal jika mereka mau menyadari gemblengan
abah amatlah besar manfaatnya. Banyak sekali bekal yang abah berikan untuk
persiapan hidup dimasyarakat haqiqi kelak.
Yang paling saya ingat ketika abah
mengajar yakni cara mengajar Abah yang selalu senyum dan banyak metode unik
yang digunakan untuk memahamkan seluruh santrinya. Akan tetapi bagian yang
paling mengenang ialah gemprongan beliau. Karna tak henti-hentinya beliau
menggemprong periode kami disaat beliau mengajar. Periode kami memang tergolong
santri yang bandel dan kurang adanya rasa sari’ul khotir, jadi wajar
saja jika berbagai macam gemprongan sudah abah lontarkan demi menyadarkan kami
saat itu.
Begitulah, Abah adalah sosok kyai
yang tak kenal lelah, selau sabar mendidik santri-santrinya sekalipun butuh
waktu beribu-ribu kali untuk mengingatkannya. Seperti yang ada dalam gemblengan
beliau yakni “ ahli ilmu adalah sekalipun ia mendengar berpuluh ribu-ribu kali
maka ia tidak akan bosan dan selalu mengingatnya. Maka, Abah bukan hanya
seorang pendidik. Abah adalah seorang motivator, Abah adalah bapak, Abah adalah
pejuang hebat”.
Selain menimba ilmu di pesantren
Darussalam Gontor beliau juga memilikii banyak ilmu berdasarkan berbagai
pengalaman hidup yang beliau jalani semasa kesulitan. Berbagai kesulitan beliau
alami sehingga cobaan yang berat sekalipun menjadi kacang goreng bagi Abah Yai.
Akan tetapi perlu kita sadari bahwa
tidak mungkin selamanya Abah bersama dan berada disamping kita. Setiap manusia
yang hidup maka akan menjumpai sebuah kematian. Begitu juga dengan Abah. Dengan
penyakit yang di deritanya selama berpuluh-puluh tahun lamanya abah berhasil
mewujudkan mimpinya. Beliau merintis pesantren dari nol, hingga pada akhirnya
mampu membangun pondok khusus putra. Cita-cita mulia itu senantiasa menjadi
keinginan kuat Abah semasa ahidupnya. Dan dimasa terakhirnya semua itu berhasil
beliau wujudkan dengan begitu hebatnya.
Sungguh merupakan inspirasi dan
motivasi nyata bagi kita semua, umur 70 tahun bukanlah umur yang muda lagi
bahkan sudah tidak waktunya lagi untuk mewujudkan sesuatu yang dirasa bukanlah
suatu hal yang mudah. Apalagi mendirikan sebuah pesantren itu butuh dana yang
besar, pemikiran yang dalam, dan menguras tenaga. Patut dihargai bahwa
disamping Abah, berjalanlah dengan serentak dan lurus kader-kader penerus
generasi yang siap membantu Abah membesarkan pesantren. Seluruh asatidz
asatidzah dan juga santri-santri yang memiliki rasa cinta yang amat besar.
Abah memiliki banyak santri, Abah
memiliki begitu banyak pengabdi yang tanggap. Untuk apa semua itu? Tak lebih
tujuannya adalah generasi penerus abah yai untuk bisa memajukan pesantren dalam
berdakwah mengajarkan kalimatullah, dan lebih mengharumkan nama pesantren.
Agar bisa meneladani Abah, dan
mengikuti jalan beliau, mari menjadikan segala pengalaman dan wejangan dari Abah
sebagai acuan untuk perubahan diri yang lebih baik lagi. Mari mempertahankan
apa yang baik dan menghilangkan apa yang tidak baik yang mana sudah menjadi
budaya di pesantren ini. Sebagai santri, mari kita giat cinta membaca karena
membaca adalah jendela dunia yang mana bisa menghalangi santri untuk tidak
kosong dan jiga mendapatkan banyak wawasan. Mari kita semua melengkapi apa yang
kurang dari pesantren sehingga sesuatu yang kecil bisa menjadi besar, dan
dengan melewati suatu proses itu maka kesempurnaan akan tercipta. Mari terus miliki
jiwa ikhlas yang di contohkan abah, dan terus mengayomi yang muda dan
menghormati yang tua. Selalu belajar mencari dimana letak kebijaksanaan agar
segala masalah yang ada nanti akan terasa mudah dan ringan semata.
Selamat Jalan, Abah! Selamat
berjuang Para Asatidz Asatidzah dan penerus! Selamat belahjar saudara-saudaraku
santriwan-santriwati!
0 komentar:
Posting Komentar