
Tak terasa kita memasuki bulan Oktober, yang berarti kita akan
merayakan HSN (Hari Santri Nasional) yang ke 5. Santri memiliki banyak makna
tergantung siapa yang mendefinisikannya. Tahun ini santri semakin menyita
perhatian publik. Setidaknya ada 3 hal menarik yang menjadikan santri semakin dibicarakan
akhir-akhir ini. Pertama, terpilihnya KH. Maruf Amin sebagai Wakil Presiden.
Kedua, disahkannya RUU Pesantren menjadi UU Pesantren. Dan yang ketiga, polemik
film The Santri yang diluncurkan oleh PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama).
Tapi pada
kesempatan kali ini saya tidak akan membicarakan 3 hal tersebut, karena
sepertinya 3 pembahasan itu harus ditulis terpisah dan dibahas secara mendalam,
pada kesempatan kali ini saya ingin membahas bagaimana santri berperan terhadap
nilai-nilai toleransi yang ada di Indonesia. Tentu yang dilakukan oleh para
santri sudah benar-benar cukup untuk menyebarkan nilai-nilai toleransi. Tetapi
cara yang dilakukan oleh para santri masih kurang menyentuh dunia milenial saat
ini yaitu dunia digital. Masih sulit ditemukan tulisan para santri yang
memenuhi dunia digital, bahkan tulisan-tulisan bernada kebencian yang masih
banyak berseliweran di medsos kita.
Kontra Narasi Ekstremis menjadi salah satu gaya tulisan khusus yang
dibutuhkan medsos saat ini. Tapi apa sih itu Kontra Narasi Ekstremis? Sebenarnya
para santri sudah sangat kenal dengan Kontra Narasi Ekstremis terutama para
pengurus pondok, pegiat literasi, dan aktivis social media. Akan tetapi sampai
saat ini masih banyak pondok pesantren yang kurang menyadari akan ancaman
narasi ekstremis tersebut. Oleh karena itu, CSRC bekerja sama dengan beberapa
pesantren di beberapa provinsi untuk mengadakan workshop seperti ini guna
mengingatkan kembali bahwa bahaya narasi ekstremis harus lebih dibentengi
terutama di kalangan pesantren.
Perbincangan
seputar kontra narasi di Indonesia masih terbilang baru. Bahkan, studi
Internasional baru membahas ini 3 tahun terakhir. Kejadian seperti tragedi 11
September 2001 yang sudah menyadarkan kita dan membuat Islamophobia dia
beberapa negara Eropa semakin membuat umat islam minoritas terpuruk di beberapa
Negara. Tak hanya di Internasional di Indonesia pun seringkali terjadi bom
bunuh diri. Menurut data BNPT bom bunuh diri sudah banyak sekali terjadi.
Diantaranya sejumlah Gereja di Batam, Pekanbaru, Jakarta, Sukabumi, Mojokerto,
Kudus, Mataram, Paddys Pub dan Sari Club di Bali, Hotel JW Marriott I, Kantor
Kedutaan Besar Australia, Hotel JW Marriot II dan Ritz Carlton Jakarta, Kantor
Polresta Cirebo dan Kantor Polresta Poso dan masih banyak lainnya.
Sampai saat ini sudah banyak sekali tokoh tokoh besar bangsa yang
sering melakukan kontra narasi ekstremis. Sebut saja seperti Gus Mus, Cak Nun,
Prof Nadirsyah Husein, dan lain lain. Tapi sayangnya sekali lagi tulisan mereka
kurang diviralkan sehingga tidak muncul ke permukaan. Alhamdulillah di tahun
tahun terakhir ini ada akun sosmed yang sudah mulai bermunculan untuk kontra
narasi ekstremis.
Sebut saja situs
duta islam, NU Online, ala_nu dan banyak lagi lainnya. Setidaknya ada 3 langkah
mudah dalam kontra narasi ekstremis yaitu 1. Reframing peristiwa konflik 2.
Kontra Analogi 3. Mendelegitimasi kepahlawanan tokoh ekstremis. Dengan 3 cara
itu minimal bisa membentengi kawan kawan tercinta kita untuk tidak terjerumus
ke dalam jurang ekstremisme.
Dan jika kita
membaca kembali narasi ekstremis diatas banyak menggunakan kaidah balaghah
seperti tikrar, thibaq, muqobalah, istiaroh, dan tasybih. Para gawagis dan
nawaning tentu lebih faham ini ketimbang saya. Oleh karena itu bagaimana
balaghah ini digunakan kita agar bisa mengcounter mereka. Karena balaghah itu
lissalam (untuk kedamaian) bukan lil irhab (terorisme).
Itulah sedikit
perkenalan kita terhadap dunia kontra narasi ekstremis. Pembahasan kali ini
untuk memotivasi kita sebagai santri untuk mulai melek terhadap dunia literasi
dan mulai mencoba untuk menulis, karena dakwah dengan tulisan pada hari ini
menjadi satu lading dakwah yang benar-benar bisa bermanfaat untuk banyak orang
dimanapun ia berada.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar