Oleh : M. Ikhsan
Kamaluzaman
Pada awal Januari, ada sebuah pengumuman di Grup
Dunia Santri Community
yaitu pelatihan dai muda digital yang diadakan oleh Pusat Studi Pesantren dan
Pemberdayaan Masyarakat Universitas Brawijaya. Seketika itu juga saya tertarik
untuk mendaftar pelatihan tersebut, tetapi ada satu syarat yang lumayan berat
yaitu membuat video ceramah 3 menit.
Alhamdulillah, setelah pendaftaran ditutup. Akhirnya terpilihlah 20
orang untuk mengikuti pelatihan tersebut, setelah diseleksi dari 60 orang yang
mendaftar. Peserta diantaranya dari UB, UM, dan yang terbanyak dari UIN, tetapi
ada 1 peserta terjauh dari Tulungagung yang kebetulan beliau sudah menjadi dai
di salah satu stasiun TV lokal.
Salah satu tujuan utama diadakannya pelatihan ini adalah memproduksi
konten positif di dunia maya agar bisa menetralisir konten konten negatif yang
sering berseliweran. Dan yang menjadi kekhawatiran kita adalah apa yang terjadi
di dunia maya sekarang ini, akan terjadi di dunia nyata pada 5 sampai 10 tahun
mendatang.
Acara ini dilaksanakan pada tanggal 26 -28 Februari kemarin di
hotel Ubud Malang. Kami diberikan beberapa materi penting untuk menjadi seorang
dai milenial. Diantaranya adalah materi mendudukan model keislaman aswaja dan
penguatannya di zaman digital, pengembangan materi ceramah, mengulik youtube,
teknik public speaking, gerakan sosial-politik Islam: Lokal dan Global,
pemanfaatan teknologi dan Undang Undang ITE, dan yang terakhir menjadi digital
influencer.
Saya kira untuk materi keaswajaan dan gerakan sosial politik para
gus dan ning disini sudah menguasai banyak hal tentang itu. Adapun pemateri
yang menyampaikan adalah KH. Ahmad Nadhif Mujib Pati (Pengasuh Pondok Pesantren
Nahdlatult Thullab Pati) & Ust Yusli Effendi (Dosen FISIP UB)
Selain materi itu, materi yang lebih dikuatkan adalah tentang
bagaimana mengembangkan materi, public speaking, dan wawasan tentang UU ITE
yang mungkin bisa membawa Dai Milenial ke ranah hukum jika ia tidak benar benar
memahami UU tersebut.
Kejadian yang menimpa Ust Evie, Alfian Tanjung, Habib Bahar, Ust
Yahya Waloni itu diakibatkan mereka salah berbicara di dunia digital. Mereka
dituntut oleh beberapa pihak karena telah melakukan kesalahan bicara yang
berada di video mereka.
Dari kejadian itu, kita sebagai Dai Milenial harus benar benar
memahami UU ITE ini agar tidak terjadi apa yang dialami oleh ust ust tersebut.
Ada 12 macam pelaporan yang berkaitan dengan UU ITE. Diantaranya adalah
Kesusilaan, Perjudian, Penghinaan, Memeras, Berita Bohong, SARA, Menakut
nakuti, Ilegal Akses, Gangguan Sistem, Jebol Pengamanan, Intersepsi Sistem, dan
Intersepsi Transmisi.
Diantara semuanya yang paling sering terjadi adalah penghinaan atau
pencemaran nama baik. Satu pesan yang disampaikan pemateri dari KOMINFO ini
adalah hindarilah untuk menyebut “merk” baik itu nama ataupun lembaga/instansi.
Karena pernah beliau menyelesaikan kasus di Sumatra, seorang mahasiswi yang
menyindir dosennya lalu dijerat pasal ITE ini. Tapi karena ia tak terbukti
menyebutkan nama, akhirnya dia dibebaskan.
Materi lain yang
juga menarik dibahas di tulisan singkat ini adalah bagaimana kita membuat
profil kita di dunia YouTube khususnya. YouTube sebagai platform video menjadi
tantangan tersendiri bagi Dai Milenial untuk bisa menarik di depan kamera. Ia
tidak bisa lagi banyak bergerak untuk menguasai audience, ia tidak bisa lagi
untuk membuka ceramahnya dengan muqoddimah yang panjang.
Tantangan seperti
inilah yang kemudian menjadi menarik untuk dipelajari para alumni pondok karena
kita harus mulai berperan dalam dunia digital. Mereka harus mulai dilatih untuk
menjadi Dai dai milenial yang bisa menyumbangkan konten negatif khususnya di
YouTube. Salah satu pesan terbaik dari Gus Tomi sebagai pemateri public
speaking adalah bagaimana kita membuat profil kita semenarik mungkin.
Kita harus bisa
berbeda dari yang lain sehingga itu menjadi daya tarik yang luar biasa bagi
penonton. Salah satu yang paling menarik dari kami adalah Mbak Nurul yang punya
boneka bernama Fafa. Branding profil yang ditawarkan Kak Nurul & Fafa sangat
menarik untuk kalangan anak anak SD dan balita. Sedangkan, peserta lain ada
yang memprofil dirinya sebagai bapak bapak yang biasa baca koran sambil ngopi
kemudian memberikan nasihat di sela sela keresahannya.
Materi tentang
keresahan menjadi tolak ukur akan keberhasilan kita menjadi Dai Milenial.
Karena materi keresahan sudah banyak berhasil digunakan para komika TV Nasional
untuk membuat penontonnya tertawa terpingkal pingkal. Dari komika, seorang Dai
Milenial bisa belajar bahwa dimulai dari keresahanlah mereka bisa menyentuh
bagian terdalam dari manusia. Keresahan menjadi senjata ampuh untuk mencari
“pelanggan setia” yang siap menunggu video kita upload tiap minggunya.
Mungkin itulah
sekelumit yang saya dan teman teman Dai Milenial dapatkan dari pelatihan ini.
Tentu, kami bukanlah yang terbaik, tapi kami selalu berusaha untuk melakukan
yang terbaik demi terlaksananya program ini. Program seperti ini bahkan sangat
didukung dari pihak KOMINFO karena dari pihak mereka sudah “lelah” menghapus
ratusan ribu situs berbahaya. Karena situs seperti itu selalu bermunculan
dengan berbagai macam nama baru dan baru. Maka, mensukseskan program seperti
ini jauh lebih berguna bagi mereka daripada hanya terus menghapus situs situs
berbahaya yang terus menjamur.
0 komentar:
Posting Komentar