Oleh : Thibbiatul Mirza Amalya
Edisi 1 Menulis dalam Tujuh Hari
“Percayalah,
dia yang terbaik adalah yang mengunggkap cinta di depan orang tua. Bukan
lewat caption manis yang diunggah ke social media”
Namaku Mira. Aku
adalah mahasiswi semester akhir di jenjang strata dua. Banyak orang bilang
hidupku merupakan impian yang diidamkan semua teman sebaya. Bagaimana tidak,
berkehidupan mapan di usia yang terbilang muda hingga tak pernah sedikitpun
membebankan orang tua. Melanjutkan kuliah berkat prestasi dan berhasil mendapat
full beasiswa. Bagiku, semua itu memang sempat membuat ku menjadi orang
ter-bahagia di dunia. Namun itu aku rasakan jauh sebelum akhirnya aku
memutuskan untuk pulang dari rantauan yang jauh disana.
Peristiwa pulang
tak lagi menyenangkan karena sebuah pertanyaan. Sebuah pertanyaan yang belum
pernah terpikirkan. Bahkan tak pernah orang tua permasalahkan. Apa lagi kalau bukan
pertanyaan kapan punya pasangan. Tak hanya sanak keluarga yang mempertanyakan,
tapi juga teman seangkatan. Tak ada lagi kah pertanyaan menarik yang lebih
dikedepankan, seperti pengalaman belajar di tanah perantauan. Hal ini menjadi
alasanku untuk cepat mengakhiri sebulan liburan.
Saat membuka social
media, tampak unggahan manis teman untuk pacarnya. Tak lupa besertakan caption
termanis hasil copy paste penulis ternama. Sontak membuat baper para
pemirsanya. Mereka membuat dunia seolah milik berdua saja. Membuat para kaum jomblo
hari-harinya merana. Dan inilah fenomena cinta sesungguhnya di masa
perkembangan dunia. Apapun yang dirasakan, semua orang harus ikut merasakannya.
Tak heran jika sudah putus hubungan akan menyadari bahwa temanlah yang selalu
ada.
Nyinyiran teman
seangkatan tak lagi ku dengarkan. Cukup dicerna hingga dijadikan pengalaman. Karena
tak mudah mencari pasangan yang instan. Apalagi sekarang setiap orang ingin
memiliki pasangan di atas rata-rata pasaran. Tanpa sadar jika semua itu harus
seimbang sesuai timbangan. Ada teman yang saat ini proses pendekatan hingga
akhirnya bertunangan. Tapi apakah tunangan bisa dijadikan sebuah jaminan akan
menuju pelaminan. Memikirkannya membuatku lupa akan tujuan hidup yang telah
direncanakan.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar