oleh : Neng Sumiyati
Sebut saja
namanya Syifa, remaja yang sebenarnya pernah melabuhkan keinginan untuk
menggeluti bidang kedokteran sejak duduk
di bangku Sekolah Menengah Pertama, alasan ini didasari atas beberapa
prestasinya melalui perlombaan yang ia ikuti.Hal yang membuat dia semakin yakin
juga karena bidang tersebut sesuai dengan kemampuannya.Namun semua itu telah
berubah semenjak dia tahu apa arti dari “ mendidik keinginan”.
Dia seperti
perempuan pada umumnya, yang memiliki impian tinggi untuk melanjutkan
pendidikan ke universitas ternama, setelah menyelesikan pendidikannya di
madrasah ibtidaiyah, kedua orang tuanya mendaftarkan pendidikan selanjutnya
disebuah Pondok Pesantren Modern yang terletak jauh dari perkotaan, jalan untuk
menuju tempat tersebut sangatlah sulit jika memikirkannya, truk-truk besar
selalu menghiasi jalanannya.
Perempuan yang
masih terbilang sangatlah muda itu hanya berpikir dalam hati semoga dirinya
bisa bertahan di tempat yang mulia itu, dari hari ke hari dia lewati, sampai
akhirnya duduk di bangku akhir sekolah.Madrasah Aliyah menjadi masa sulit bagi
santriwati kelas akhir seperti Syifa, karena harus menghadapi berbagai macam ujian
serta dirinya harus menentukan kemana dia akan pergi.Alih-alih di pesantrennya selalu
mengadakan seminar tentang perkuliahan ke timur tengah, eropa dll, yang
informasi tersebut semakin membuka pikirannya untuk menentukan kemana dia akan
pergi.
Syifa mengikuti
keorganisasian sebagaimana santriwati lain ikuti di pondok, dia pernah menjabat
sebagai pengurus di bagian pengajaran dan bahasa.Dia juga pernah beberapa kali
menjadi utusan Pesantren untuk mengikuti beberapa ajang perlombaan, salah satu
kunci suksesnya juga selalu membiasakan diri untuk melakukan perkara-perkara
sunnah yang mana hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan di pesantrennya.
Kunci sukses
lainnya juga yaitu mendidik keinginan, dari hal-hal yang membawanya pada
keburukan, mengikuti perintah serta taat kepada orang tua dan guru.Kemampuan
berbahasa juga salah satu kemampuan yang dimilikinya.Suatu ketika Syifa sedang
berpuasa pada hari kamis namun karena uang di saku serta tabungannya habis,
maka dia hanya bisa berbuka dengan air putih serta beberapa makanan yang
disediakan oleh dapur, ketika saya bertanya kenapa tidak meminjam uang saja?
Dia menjawab “ tidak apa-apa, ini termasuk mendidik keinginan, toh masih ada
makanan yang disediakan oleh pihak dapur” tuturnya sambil tersenyum.
Tahun setelah
kelulusannya dia memutuskan untuk mengabdi di pondoknya, selama masa pengabdian
tersebut banyak sekali pergolakan keinginan yang terjadi, namun dia mempunyai
visi dan misi tersendiri untuk menghadapi masa depannya, tujuan utamanya tentu
tetap pada fokusnya yaitu meraih beasiswa di negara Turki, alasan tersebut
didasari karena ketertarikan dan merasa ditantang untuk sama-sama bersaing
dengan para pencari beasiswa lain serta ingin menyusul kaka tingkatnya.
Segala usaha
dia kerahkan mulai dari pemberkasan dan ketelitian saat mengirim berkas, tentu
bukan hanya negara Turki yang dia usahakan, dia juga mengikuti ujian seleksi ke
negara yang ada di timur tengah yang akhirnya dia lepaskan, karena melihat
kondisinya saat itu.Selain itu juga dia berusaha untuk mengikuti program
beasiswa untuk santri yaitu PPSB serta mengikuti UMPTKIN, dan lolos sebagai
mahasiswa di Universitas Islam Negeri Malang.Namun dia tidak mengambilnya,
karena melihat dari segi finansial yang dibutuhkan cukup banyak serta kembali
pada visi dan misinya yaitu ingin melanjutkan ke jenjang perkuliahan dengan
beasiswa.
Tepat pada bulan Agustus 2017 atas segala
pengorbanan dan peluh keringat serta penantian yang cukup lama, akhirnya Syifa
menerima email bahwa dia dinyatakan lulus seleksi dan resmi sebagai mahasiswi
jurusan studi agama islam di Necmettin Erbakan Universitesi.Setelah dinyatakan
lulus maka segala resiko dan pertimbangan baru harus dihadapinya.Dia akan
tinggal di Konya yang merupakan sebuah kota kecil yang terletak di tengah-tengah
Provinsi Anatolia, dan mengharuskannya untuk jauh dari keluarga, sahabat serta akan dihadapkan dengan perbedaan mulai dari bahasa, cuaca, makanan dan budaya.Namun semuanya itu harus dihadapi serta dijalani, karena merupakan pertanggung jawaban dari pilihannya.
Ketika saya
bertanya kepada Syifa apa kunci kesuksesannya? Dia menjawab bahwa dalam segala
urusan, harapan, kebimbangan selalu libatkan Allah didalamnya, dia juga
memberikan pemaparan tentang rencana masa depan “ kita boleh berikhtiar, kita
boleh mencoba mendaftar di segala universitas, tapi tentunya dengan ridho dari
kedua orang tua kita, apapun keputusan orang tua berarti itu yang terbaik”.
Sejatinya kita sering mendambakan ingin menjadi orang lain, ingin seperti orang lain.Namun kurangnya intropeski pada diri sendiri, terutama kepada aspek rohani.Terkadang sering lupa juga tidak melibatkan sang pencipta dalam usaha, namun ketika gagal berbalik sangka kepada sang maha kuasa.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMasyaallah kak, keren sekali. Kak, Konya itu bukannya kota nya AR Rumi yaa?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus