Oleh: Evin Isnaini
Aib
adalah suatu cela yang tidak baik tentang seseorang. Jika orang lain mengetahui
akan menimbulkan rasa malu. Namun pada saat ini malah banyak didapari dalam
keseharian dimana pembicaraan orang itu tidak asyik kalau tidak membicarakan
aib ataupun kecacatan orang lain. Padahal pembicaraan itu adalah suatu dosa
dalam pandangan Islam. Karena dalam ajaran Islam juga melarang keras untuk
menceritakan aib orang lain. Bahkan Islam mengajarkan untuk menutupinya.
Rasulullah
SAW pun juga melarang seseorang untuk membuka aibnya sendiri kepada orang lain,
sebagaimana sabdanya “Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang
terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah
seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya
ia berkata : wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu - padahal
Allah telah menutupnya – dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah atas
dirinya” (HR. Bukhori Muslim). Sebaliknya, Rasulullah memberikan kabar
gembira bagi orang-orang yang menutup aib saudara-saudara mereka, dengan
menutup aib mereka di dunia dan akhirat, seperti dalam hadits shohih: “Dan
barang siapa yang menutup aib seorang muslim, niscaya Allah menutup aibnya di
dunia dan akhirat” (HR. Muslim).
Setiap diri
seseorang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, salah dan khilaf pasti ada
pada dirinya. Maka dari sebuah aib yang ada pada diri seseorang dapat diambil
sebuah hikmah dan dapat dijadikan pelajaran bagi orang lain untuk lebih giat
belajar dan memperbaiki diri agar tidak melakukan hal yang sama yang akan
menimpa dirinya serta orang lain pula.
Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW “Berbahagialah orang yang disibukkan dengan aibnya
sendiri, sehingga ia tidak sempat memperhatikan aib orang lain.” (H. R.
Al-Bazzar dengan sanad Sanad Hasan). Apa maksud dari hadits ini? Hadits ini
menerangkan bahwa menutup aib orang lain pula hukumnya adalah wajib, karena itu
merupakan sebuah kebaikan dimana sesungguhnya manusia juga memiliki banyak
keburukan dan keburukan itu ditutup oleh Allah. Coba saja bayangkan.. saat
semua orang mengetahui apa yang ada dalam diri ini, apalagi hal-hal buruk,
tentu saja tidak ada orang yang mau dekat dengan kita karena burukmya pengarai.
Maka dari itu kita juga yang harus kita lakukan, yaitu menutupi kesalahan orang
lain, sebab kita juga belum tentu juga lebih baik dari orang yang memiliki aib
itu. Daripada membicarakan aib atau privasi orang lain, lebih baik kita
memperbaiki diri kita sendiri. Karena ada sebuah hadits yang berbunyi “Seorang
mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Apabila melihat aib padanya dia
segera memperbaikinya” (HR. Bukhari).
Sebagaimana syiir
dari Mbah Dimyathi Banten:
الهي فاستر العيب ورينا أورث الريب # ونور بالهدى القلب بنيل الفضل يا الله
Ya tuhanku
tutuplah aib kesedihanku # dan sinarilah hati dengan petunjuk dengan karuniaMu
ya Allah.
Beliau
adalah KH. Abuya Dimyathi bin Amin (al-Maghfur Lah) seorang Ulama’ kharismatik,
dan terkenal dengan ‘ubudiyah serta kezuhudannya yang mencintai shalawat Nabi
disepanjang usianya. Berdasarkan kisah yang saya peroleh dari teman saya di
perkuliahan yang ia peroleh dari gurunya KH. Imron Rosyadi Malik (Pengasuh
asrama al-Muhajirin 3 PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang) menceritakan bahwa
KH. Abuya Dimyathi tiada siang hari kecuali berpuasa dan tiada malam selain
digunakan untuk beribadah bershalawat, khotmil qur’an, atau mengaji bersama
santri-santrinya. Subhanallah sungguh mulia kehidupannya, semoga Allah
merahmati beliau. Aamiin.
Sungguh indahnya ajaran Islam yang menuntun kita agar menjaga aib
kita sendiri dan menjaga aib orang lain, dan terus berupaya memperbaiki diri.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar