Pondok Pesantren Darun Nun Malang
Penjara suci, katanya
Penjara suci, katanya .Ya, memang tempat ini memenjarakan kami para santri
dengan dinding peraturan yang sangat tebal, dengan jadwal yang sangat padat. Sabar
dan ikhlas harus menguasai hati, karena ini akan menjadi kebaikan untuk diri
sendiri meski harus berkelana jauh meninggalkan orang tua, bertahun - tahun untuk
mencari ilmu ilahi dan mengenal sang Rabbi. Disini terlalu banyak cerita yang
terukir diatas kanvas yang sederhana. Dan setiap orang yang pernah tinggal
disini pasti memiliki cerita pribadi yang sangat unik mulai dari memanggang
roti dengan strika, ketularan penyakit yang anti meanstrem, jemuran hilang
diambil orang, tidak saling sapa menyapa gara – gara antrian dan saling marahan
lantaran kehabisan jatah makan.
Biasanya, disaat fajar subuh mulai
menghampir, kami sibuk menyiapkan diri untuk sholat, duduk rapi, membawa kitab
dan siap menerima petuah - petuah dari para kyai dan ustadz kami, meski ada
yang tertidur karena kelelahan, ada yang terlihat fokus mendengar nyatanya gak
paham dan ada yang berdzikir didalam diam, diam – diam dzikir, diam – diam terlelap.
Di tempat ini, lantunan ayat suci menjadi
penenang hati kami dan sholawat menjadi obat rindu hati kami, dan candaan
bersama kawan menjadi hiburan kami untuk melupakan sejenak rindu yang semakin
membuncah akan kampung halaman sendiri. Sudah menjadi biasa, jika salah satu
dari kami yang tiba – tiba menangis lantaran ingin kembali namun kami tetap
saling menguatkan untuk bertahan satu sama lain.
Sami'na wa atho'na menjadi semboyan kami kepada sang murabby, karena
setiap perlakuan baiknya kami tiru dan setiap perkataan baiknya kami guguh. Beliau
adalah pengganti orang tua kami. Setiap kali beliau berjalan di depan kami,
kami selalu tertunduk untuk menghormati beliau dan setiap kali beliau tersenyum
dihadapan kami, rasanya seperti sedang berteduh di pohon ketika musim panas,
teduh, tenang dan damai.
Tempat ini selalu punya cara sendiri untuk membuat kami tetap berada disini
dan akan menjadi tempat terindah bagi orang yang menikmati indahnya tempat ini,
begitupun sebaliknya akan menjadi penjara bagi orang yang terlalu memenjarakan
kebahagiaan hanya sebatas dengan kehidupan dunia luar saja.
“ ngaji sampe mati,
mondok sampe rabi. Siapa tau dijadiin mantu sama sang murabby” begitu kata santri sebelah :D
oleh : Ira Safira Haerullah
0 komentar:
Posting Komentar