Oleh: Nur Gobel (IG: @penuturrasa)
Akhi, kami bukannya tertutup dan tidak ingin berbaur, tapi
kami paham bagaimana seharusnya interaksi antara pria dan wanita, dan bagaimana
batasan-batasannya. Kami bukan sok alim, tapi sedang mencoba mengamalkan
sedikit ilmu yang telah kami pelajari, bukankah seharusnya ilmu itu diamalkan? Maka
dari itu kami lebih memilih mencegah daripada mengobati, dan lebih memilih untuk
menjaga.
Ukhti, pakaian kami yang dianggap sebagai bendera yang
berkibar, gamis yang kebesaran, sampai handsock yang ngga jelaslah itu,
sesungguhnya itu adalah bentuk rasa takut kami terhadap Sang Pencipta. Bukankah
telah jelas dalam al-Quran bagaimana seharusnya pakaian yang baik untuk seorang
muslimah? Batasan aurat yang bisa ditampakkan kepada lawan jenis.
Saudaraku, manusia tempatnya salah. Jika kami salah, tegurlah
kami, diskusikan semuanya secara baik-baik, bukan membicarakannya kepada orang
lain. Rasanya Islam telah sangat jelas menjelaskan sehingga hal itu diumpamakan
seperti memakan bangkai daging saudara sendiri, dan kalian sungguh lebih
mengetahui itu dari kami.
Kawan, prasangka dan
was-was kalian terhadap kami membuat kami sedih karena dicurigai sebagai
kelompok terorislah, sesatlah, sesungguhnya kami sama seperti kalian, sama-sama
Islam, sama-sama berpegang pada al-Quran dan Sunnah. Kalau kata seorang ustad, “Rupanya
berada di tengah itu memang sering berarti dikanankan oleh kiri dan dikirikan
oleh yang kanan. Alhamdulillah, semua itu tidak ada apa-apanya dengan tuduhan
yang menimpa Kanjeng Nabi yang disebut gila, penyihir, dukun, tukang syair.
Maka selow sahaja njih kita. Dan katakan pada mereka, “Ih kamyu! Sa ae!””.
Ilmu kami memang
belum sebanyak kalian, dan sungguh masih sangat fakir, karenanya kami selalu
ingin menambah ilmu dan mengamalkan sedikit ilmu yang telah kami miliki itu. Jikalau
kami salah, jangan salahkan pakaian kami(yang katanya sok kearab-araban itu),
tapi salahkan diri kami. Jika kami khilaf akan akhlak, tegur dan perbaiki kami,
bukan dengan cara menjelek-jelekkan dan menyalahkan prinsip dan pilihan yang
telah kami pilih.
Sekali lagi, kawan, kita semua adalah Islam, yang cinta akan
kedamaian, bukan saling mencaci, menghina, dan menjelek-jelekkan sesama saudara
muslim. Bagaimana mungkin kita sangat toleransi kepada agama lain, tapi kepada
saudara seIslam tidak?
Semoga ini menjadi muhasabah kita bersama.
Salam cinta, dari saudara seIslammu <3
Malang, 7 September 2018
Pondok Pesantren Darun Nun BCT F3 No. 4 Malang
0 komentar:
Posting Komentar