Oleh :
Nurmiati Habib
Bermula
dari keputusanku untuk memompa ilmu di kota yang penuh keindahan panorama alam
yakni Malang Jawa Timur. Kota yang bagiku sangat jauh dari kota kelahiran.
Disinilah aku banyak belajar akan sebuah proses hidup, lika-liku perjuangan ditampakkan
setiap harinya, rangkaian tempaan telah kuterima sebagai bongkahan semangat
untuk menggapai impian.
Mahasiswa,,
yaaahh inilah status yang sedang kusandang saat ini. Mahasiswa yang digaungkan
sebagai agen perubahan (agen of change), pemuda yang diharapkan mampu membuat
Indonesia untuk terus exis di kanca duniaa.. Akupun bertanya pada diriku!
Apakah aku mampu mengemban amanah mahasiswa di pundak ini? Apakah aku mampu
menjadi agen perubahan? Ataukah aku hanya mahasiswa generasi milenial yang
dibutakan oleh zaman. Itulah secercah pikiran yang terngiang dalam otakku saat
ini. Rutinitas sebagai mahasiswapun kulalaui setiap harinya seperti mengikuti
kuliah wajib, organisasi, dan rangkaian kegiatan di kampus yang banyak sekali
menyita waktu.. Selain menjadi mahasiswa akupun mengemban amanah untuk
menjadi seorang santri. Pagi hingga sore kuhabiskan waktu di kampus dan malam
harinya kumenimba ilmu di Pesantren. Di pondok aku belajar bagaimana caranya
mengabdikan diri terhadap ustadz dan ustadzah ataupun mengabdikan diri dalam
masyarakat sekitar ataupun yang lainnya.
Berbicara
tentang mahasiswa dan santri, kembali kuteringat akan sebuah kirimin video yang
dishare melalui Whatssup.Di dalam video tersebut seorang KH. Ahmad Ishomuddin
(Rois Syuriah PBNU), beliau membahas mengenai bedanya pesantren dan perguruan
tinggi. Beliau berkata “Ulama-ulama, kyai-kyai beda dengan dosen. Kalau santri
selesai dari pondok pesantren masih ada keinginan tiap waktu untuk soan ke kyainya
,sungkem, salaman,minta doa dsb. Mengherankan di perguruan tinggi, alumninya
sudah menjadi pejabat, dosennya gak pernah ditengok, karena dulu pernah
memberikan nilai mahal, malah didoain mudah-mudahan cepet meninggal. Beda
banget ini, kenapa beda? Karena di perguruan tinggi itu hampir tidak ada dosen
yang mendoakan mahasiswanya. Sehingga tidak ada hubungan batin, yang ada hanya
hubungan fisik saja. Hubungan yang kering karena bukan hubungan rohani”.
Dari video tersebut akupun menelaah "apakah aku
seperti itu? Apakah status mahasiswaku hanya untuk mengejar IP tinggi? Apakah
aku pantas disebut santri yang mengabdi? Sudahkah aku hormat terhadap Dosen
ataupun Ustadz ustadzah di pondok?
Pantaskah akuu??
Pengabdian itu apa??
Yaahh Aku hanya ingin
mengabdi".
0 komentar:
Posting Komentar