Pondok Pesantren Darun Nun Malang
Oleh : Thibbiatul Mirza Amalya
Menulis adalah pekerjaan yang
berat, menurut sudut pandangku yang terkadang kurang jelas. Aku pribadi,
sedikit pesimis saat harus menuangkan isi pikiran bahkan isi hati menjadi
sebuah tulisan yang akan dibaca bahkan dikenang. Beberapa hari ini aku sedikit berfikir, apa
langkah (belajar menulis) yang aku ambil ini akan sia-sia???. Nyatanya saat
mencoba menulis aku tak merasakan bahwa
apa yang aku tuliskan akan membawa kesan bagi para pembaca, malah lebih
terkesan geje isinya. Akhirnya aku mencoba menulis apa yang sedang
berputar di otak, sekuat tenaga aku korek apakah ada sesuatu yang menyangkut
dan bisa dijadikan ide buat isi tulisanku. Satu jam, dua jam berlalu dan aku
hanya berhasil menulis satu paragraf. Otakku kian memanas dan aku mulai putus
asa. Sesaat aku mulai memutar beberapa lagu, berharap otak sedikit fresh dan
bisa melanjutkan isi tulisanku. Bersamaan dengan jarum jam yang semakin
berjalan, akhirnya apa yang aku tulis telah selesai. Terbesit kebanggan dalam
diri sendiri bahkan aku mulai senyum-senyum menatapi layar note-book ku. Yah
meskipun harus menghabiskan waktu yang
terbilang lama meskipun buat seorang pemula.
Esoknya aku beranikan diri untuk
mengirim hasil tulisanku ke salah satu teman terdekatku. Aku memintanya untuk
memberi kritikan dan masukan tentang tulisanku ini. Dalam ekspetasiku dia akan mengatakan beberapa patah kata
pujian “wahhh bagus kok, akhirnya kamu bisa nulis juga” dan masih banyak
kata pujian lagi dalam angan ekspetasiku. Realitanya dia malah mengatakan hal
yang berbalik arah searah jarum jam yang berputar. Beberapa kata komentar mulai
dia lontarkan, seketika aku mulai down dan depresi. Dan hatipun mulai ikut
menggerutu ”aku nulis tiga paragraf aja udah dapet komentar kurang lebih
separagraf, dan yang ngeritikpun juga
baru satu orang. Gimana kalo ditambah kritikan orang lain juga ya,,hemm mungkin
bakal melebihi jumlah tulisannya ”. Sesaat terlintas pikiran untuk berbagi
dengan teman ku yang lain, aku yakin setiap persepsi orang kan berbeda. Pastilah
ada salah satu kata yang bisa menguatkan hati dan pikiran bahwa tulisan yang
aku tulis dengan usaha keras pasti ada sisi menariknya. Aku mulai mengirimnya
dengan setengah hati. Setelah beberapa kritikan mulai aku dapatkan, dari bahasa
yang halus sampai ada perkataan yang menyatakan bahwa tulisanku adalah sampah (segi
bahasa yang monoton, pembahasan yang kurang menarik dan masih banyak yang
lainnya). Jika ada sebuah pujian dapat diyakini bahwa si komentator hanyalah
mencoba menghibur dan dan tidak ingin menyakiti (dan hanya berkomentar dalam
hati). Entah bisikan angin mana yang bisa mempengaruhi hatiku secara penuh dan
mengalir pada pikiranku. Sampai-sampai dengan banyaknya komentar malah tak lagi
membuatku sakit hati.
Sejenak aku mulai menyadari bahwa
seburuk-buruk nya sampah bisa bermanfaat bagi lingkungan sekitar, asal bisa
mengolahnya dengan baik maka akan menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk
kehidupan. Begitu juga dengan tulisan, jika mau mencoba dan berusaha untuk
memperbaikinya pasti akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Perlu disadari
bahwa semua membutuhkan proses yang harus dilalui, mengenai jangka waktu yang
ditempuh hanya diri sendirilah yang dapat menentukannya. Let’s try and do it
well…
0 komentar:
Posting Komentar