picture from: jelasberita.com
Oleh:
Nur Sholikhah
Jam menunjukkan pukul 4 sore,
matahari masih bertengger di langit. Cahayanya sudah tak seterik saat siang
berkumandang, ia bersiap merunduk untuk kembali dalam peraduan malam. Sedangkan
aku bersiap untuk melakukan aktivitas selanjutnya, belajar dan mengajar al
qur’an di salah satu rumah warga. Anak itu, yang kuajar untuk membaca kitab
suci umat islam, masih kelas 3 SD . ia seorang anak lelaki yang penurut, apa
yang diperintahkan oleh orang tuanya selalu ia jalankan meski ia harus berbelit
dan banyak tingkah. Begitupun saat aku menyuruhnya atau memberi tugas padanya.
Ia akan menjalankan dengan baik meskipun harus menguji kesabaranku terlebih
dahulu.
Sore
itu, aku berjalan ke rumahnya yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Setiap
langkah ini membawa harapan besar untuknya, menjadi anak yang sholih dan bisa
mengangkat derajat kedua orang tuanya.
“Assalamu’alaikum”.
Ucapku saat telah sampai di depan pintu rumahnya. Rumah yang lumayan besar,
mempunyai 3 lantai dengan desain yang unik dan modern.
“Wa’alaikumsalam.
Mas ihsan, mbak laili sudah datang”. Kudengar suara ibunya yang menjawab
salamku, kemudian disusul dengan suara tangisan.
“Dek
Ihsannya kenapa bu?”
“Lagi
sakit gigi mbak”.
Aku
dipersilahkan duduk di tempat biasanya. Kubuka lembaran-lembaran al-qur’an yang
tergeletak diatas meja sambil menunggu anak itu keluar. Beberapa menit
kemudian, aku mendengar ia menghampiriku dengan sisa-sisa air mata dan
sesunggukan. Tangan kirinya memegang pipinya. Aku membayangkan betapa ngilunya
sakit itu, karna dulu aku juga bernasib sama dengannya. Namun, aku begitu
kagum, ia masih tampak semangat untuk belajar al-qur’an denganku.
“Sakit
gigi ya?” tanyaku dengan senyum lembut. Ia hanya mengangguk.
“Sudah
siap ngaji nggak?”
“Iya.”
“Ya
sudah, kita berdoa dulu ya! Siapa tahu nanti sakit giginya bisa hilang setelah
ngaji.” Ia mulai membaca surat al fatihah. Dalam hati, aku terus mengucap
syukur karna hari ini aku diingatkan oleh Tuhan dengan kejadian yang sepele. Betapa
lemahnya diriku, betapa malasnya sifatku. Dalam keadaan sehat, sering aku
menyia-nyiakan waktu, bermain gadget, menjelajahi media sosial, tanpa melakukan
kegiatan yang bermanfaat. Giliran diberi sakit, apalagi sakit gigi, hanya bisa
tiduran di ranjang, merengek pada Tuhan untuk diberi kesembuhan. Sedangkan hamba
yang satu ini, ia masih tetap tegar dan menahan sakitnya demi belajar al-qur’an.
Sungguh Tuhan telah menampar perasaan dan pikiranku, membuatku terus berpikir
betapa lemahnya diriku.
“Masih
sakit giginya?” tanyaku setelah kegiatan mengaji telah usai.
Ia
menggeleng, “Benar ya mbak kalau dibuat ngaji sakitnya bisa hilang. Padahal tadi
sebelum ngaji, terasa sakiiiiit banget.” Ucapnya penuh penekanan.
“Berarti
doa kita tadi terkabul, dan dek ihsan pasti dapat pahala banyak karna disaat
sakitpun masih mau belajar al-qur’an. Dek Ihsan hebat deh!” aku mengacungkan
kedua jempolku. Senyumnya yang tulus khas anak-anak itu mengembang.
Terimakasih
Tuhan, kali ini aku dipertemukan dengan anak yang mempunyai jiwa semangat yang
tinggi untuk belajar di jalanMu. Kejadian kecil ini telah membawa hikmah untuk
hidupku, mendorong semangatku ditengah-tengah malas yang terus saja
menggelayut. Sebuah motivasi untuk menjadikanku hamba yang kuat, kuat untuk
berjuang di jalanMu.
Malang, 21 Agustus 2018
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar